Berharap Pertemuan Tatap Muka yang Tak Lagi Hanya Berisi ”Ceramah” Guru
Pembelajaran tatap muka yang mulai digelar saat ini agar tetap diiringi peningkatan kualitas dan efektivitas pembelajaran jarak jauh. Ini penting karena sebelum pandemi pun terjadi ”learning loss” pada anak Indonesia.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·7 menit baca
KOMPAS/DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
Murid SMA Negeri I Maliku, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, mulai belajar tatap muka dengan dibatasi jumlah murid dan bergantian, Senin (20/9/2021). Sebelum masuk ke kelas, suhu tubuh mereka diperiksa, mencuci tangan, dan menggunakan cairan pembersih sebelum memegang alat tulis.
Pembukaan kembali sekolah untuk menggelar pembelajaran tatap muka atau PTM terbatas sudah berlangsung. Keputusan membuka sekolah agar siswa berangsur-angsur bisa belajar tatap muka bersama guru menjadi salah satu upaya untuk mempercepat pemulihan berbagai dampak akibat penutupan sekolah selama hampir 18 bulan.
Masalah darurat yang menghadang, yakni learning loss, yang berdasarkan kajian Bank Dunia mencapai 0,9-1,2 tahun pembelajaran, harus segera diatasi. Meskipun pembukaan sekolah menjadi suatu kebijakan yang strategis, Bank Dunia dalam kajiannya berjudul Rewrite the Future: How Indonesia’s Education System Can Overcome The Losses From the Covid-19 Pandemic and Raise Learning Outcomes For All, yang diluncurkan Jumat (17/9/2021), tetap mendorong peningkatan efektivitas pembelajaran jarak jauh (PJJ). Mitigasi efektivitas pembelajaran sebenarnya tetap bisa terbantu dengan mengombinasikan PTM dan PJJ.
Oleh karena itu, fokus pada pembelajaran yang mendorong pada PTM secara masif harus tetap dilanjutkan juga dengan pengembangan berkesinambungan belajar dari rumah atau PJJ dan pembelajaran campuran (blended learning) secara berkualitas. Harus pula memastikan pembelajaran yang inklusif agar siswa marjinal tidak tertinggal.
Sebelum pandemi Covid-19, tetap terjadi learning loss meski menggunakan model PTM. Lama sekolah 12,4 tahun bagi anak-anak Indonesia, tetapi kualitas pembelajarannya hanya setara 7,8 tahun pembelajaran (tidak tuntas kelas II SMP). Penutupan sekolah karena pandemi Covid-19 dengan efektivitas pembelajaran yang diprediksi optimistis sekitar 40 persen semakin menambah penurunan kualitas belajar siswa Indonesia.
Pembelajaran yang aktif dan berpusat pada siswa menjadi masalah di PJJ karena ini juga sebenarnya sudah menjadi masalah yang ditemui saat sebelum pandemi.
Senior Education Specialist Bank Dunia Noah Yarrow mengatakan tentang rendahnya kualitas pembelajaran atau learning loss yang terjadi di masa sebelum pandemi hingga saat pandemi dilihat dari tiga masalah mendasar. Pertama, masalah kualitas guru. Karena itu, seleksi guru harus dipastikan yang mempunyai pengetahuan mendasar tentang subyek yang diajarkan dan guru yang mampu mengembangkan pembelajaran yang berpusat pada siswa dan keterlibatan siswa dalam pembelajaran (learning engagement).
”Seleksi guru ini harus dilakukan dengan baik dan optimal untuk mencapai kriteria dan standar guru yang diharapkan,” kata Noah.
Kedua, performa kinerja kualitas pembelajaran terjadi kesenjangan, ada daerah yang tinggi dan ada yang rendah. Sejumlah daerah yang lebih tertinggal ini butuh bantuan, pelatihan, dan tantangan yang lebih banyak.
Ketiga, akses terhadap pembelajaran usia dini yang berkualitas harus mulai jadi perhatian serius. Hal ini menjadi akumulasi untuk pemberdayaan sumber daya manusia berkelanjutan untuk jangka panjang.
DOKUMENTASI BANK DUNIA
Estimasi Bank Dunia tentang ”learning loss” pendidikan Indonesia akibat pandemi Covidd-19 kurun Januari 2020-Desember 2021. Efektivitas pembelajaran PTM ataupun PJJ sama pentingnya untuk mengatasi dampak ”learning loss”.
Education Economist Bank Dunia Rythia Afkar mengatakan, kemampuan guru menerapkan engagement learning dan pembelajaran interaktif selama PJJ semakin sulit karena dengan model PTM selama ini juga sudah bermasalah. Dari penelitian, guru Indonesia memiliki performa yang cukup rendah untuk minimum kompetensi profesional dan pedagogi.
”Membenahi seleksi guru semakin penting. Selain itu, pelatihan dan pendampingan serta evaluasi berkelanjutan juga dibutuhkan agar guru semakin berkembang kompetensinya. Apalagi, kini kesempatan untuk belajar semakin terbuka bagi guru dengan model PJJ untuk mempelajari praktik baik dalam pembelajaran,” tutur Rythia.
Yang juga jadi masalah, ujar dia, tentang dukungan pada fasilitas belajar. Penemuan tahun lalu, sebanyak 53 persen anak di kelas IV SD tidak memiliki buku teks, sebanyak 29 persen kelas tidak memiliki materi pembelajaran minimum.
”Kualitas guru dan pemenuhan fasilitas belajar di kelas harus bisa dipenuhi supaya pembelajaran interaktif bisa berlangsung,” kata Rythia.
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Guru memantau pelaksanaan penilaian akhir tahun (PAT) dalam uji coba tahap kedua pembelajaran tatap muka (PTM) dan daring di SDN Malaka Jaya 07 Pagi, Jakarta Timur, Rabu (9/6/2021). Siswa yang mengikuti uji coba pembelajaran tatap muka harus seizin orangtua masing-masing.
Hambatan PJJ
Bank Dunia merekomendasikan agar langkah-langkah untuk meningkatkan efektivitas PJJ menjadi lebih krusial untuk mengatasi learning loss daripada hanya mendorong pembukaan kembali sekolah. ”Kita perlu meningkatkan kualitas PJJ agar anak-anak merasa terlibat dan terhubung dalam pembelajaran. Pembelajaran yang aktif dan berpusat pada siswa menjadi masalah di PJJ karena ini juga sebenarnya sudah menjadi masalah yang ditemui saat sebelum pandemi,” papar Noah.
Pandemi Covid-19 menuntut perubahan ke pendidikan digital semakin cepat. Namun, dari kajian Unicef Indonesia yang menganalisis situasi lanskap pembelajaran digital di Indonesia tahun 2021, perlu adanya penguatan konten dan platform; kemampuan digital guru dan murid; serta perluasan akses konektivitas.
Dari kajian Unicef secara internasional di tahun 2020, sebanyak 70 persen siswa merasa tertinggal dalam pembelajaran. Mereka pun merasa yakin akan berdampak tidak baik pada pencarian kerja di masa depan.
Katheryn mengatakan, di era pandemi ada banyak inisiatif dari sektor teknologi pendidikan yang turut membantu penyiapan pembelajaran digital. Namun, masih banyak sumbatan yang ditemukan dalam implementasinya untuk pengembangan dan efektivitas pembelajaran digital yang setara atau inklusif.
Ada tiga masalah yang harus diatasi Indonesia terkait konten dan platform pembelajaran digital, kecakapan digital siswa dan guru, serta konektivitas digital di sekolah. Hal ini ditemukan berdasarkan riset Unicef Indonesia di kurun Desember 2020-Februari 2021.
”Banyak guru tidak punya kecakapan digital yang disyaratkan untuk pendidikan online dan punya pelatihan terbatas,” kata Katheryn.
Mendampingi guru
Krisna Aji Wibowo, Guru SD di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, mengatakan, PTM akan segera digelar, siswa satu kelas dibagi dalam dua rombongan belajar. ”Sungguh lelah kalau guru disuruh mengajar materi yang sama dua kali karena kelas dibagi dua sif PTM. Terus terang, saya masih bingung, bagaimana cara menjalankan pembelajaran hibrida atau campuran. Saya sedang belajar bersama komunitas Guru Sekolah Menyenangkan. Saya butuh mengeksplorasi membuat media pembelajaran dan model belajar rumah yang menyenangkan,” tutur Aji.
Founder Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) Muhammad Nur Rizal mengatakan, ruang perjumpaan guru yang resah ingin memberikan pengalaman belajar yang menyenangkan bagi siswa membuat guru ”penyimpang” bergabung di GSM. Mereka saling belajar dan berbagi praktik sederhana yang bisa diterapkan di dalam kelas, tetapi selama ini luput dari pelatihan guru yang digelar pemerintah pusat maupun daerah.
Berbagai kelas daring disediakan GSM bagi guru. Para mahasiswa yang terpanggil menjadi relawan ikut mendampingi guru sehingga kelas guru menyenangkan bisa terlaksana di 34 provinsi. Intinya, mengajak guru untuk mengubah paradigma pembelajaran yang membangun penalaran dan kesadaran diri siswa. Tujuannya untuk membuat siswa optimistis dan antusias belajar.
”Kalau ini terjadi, tidak ada lagi sekolah yang ditinggalkan siswa. Sebab, semua sekolah menciptakan ekosistem berkembang anak secara optimal dan memahami sekitar sehingga pengetahuan dan keterampilan bisa dipakai untuk mengatasi masalah sosial di sekitar anak,” ujar Rizal.
Para guru GSM diajak untuk mulai menjadikan PTM terbatas dan PJJ menjadi atau pembelajaran campuran ini jadi model flipped learning. Kesempatan guru bertatap muka dengan siswa tidak lagi untuk ”menyuapi” siswa dengan materi, tetapi menjadi ajang diskusi, bertanya, dan membangun interaksi serta kolaborasi. Adapun materi belajar sebagai bahan diskusi atau untuk pengerjaan proyek yang membangun kompetensi dasar siswa, disiapkan guru secara daring, dengan memberikan bahan belajar berupa modul atau tautan terkait, yang dapat dipelajari siswa secara mandiri di rumah.
DOKUMENTASI TANOTO FOUNDATION
Tanoto Foundation menyediakan platform pelatihan digital untuk guru secara gratis. Platform e-PINTAR dapat dikases di Pintartanoto.id.
”PTM terbatas jadi kesempatan mementor siswa, untuk bertanya hal yang belum jelas sampai mendiskusikan proyek belajar yang direncanakan siswa. Dengan model ini, dipastikan motivasi siswa meningkat. Tentu saja ini butuh keterampilan baru dari para guru. GSM memastikan supaya guru punya praktik baru dan percaya diri menerapkannya meskipun budaya belajar ceramah dan tes standar masih dominan,” tutur Rizal.
Belajar mandiri
Pandemi Covid-19 juga menunjukkan pentingnya teknologi pendidikan jadi bagian pembelajaran tatap muka di sekolah. Dengan metode belajar daring dan luring, siswa makin dituntut untuk mampu belajar mandiri. Guna melatih anak agar bisa belajar mandiri, para guru, orangtua, ataupun para pendamping siswa harus menciptakan ekosistem kegiatan belajar yang baik dan mendukung kegiatan pembelajaran secara mandiri.
Di sela-sela lokakarya yang diadakan Zenius bersama guru-guru di Provinsi Sumatera Utara, beberapa waktu lalu, Chief of Teachers’ Initiative Zenius Amanda Witdarmono mengatakan, sebagai seorang pelajar, setiap anak bisa melatih sikap mandiri ketika memiliki kesempatan untuk bereksplorasi secara luas. Pembelajaran aktif akan terjadi ketika siswa tidak hanya menerima materi dari guru, tetapi juga melakukan usaha dan inisiatif siswa dalam menganalisis dan memecahkan masalah yang mereka temukan.
Zenius sebagai salah satu platform edutech memiliki program Zenius untuk Guru (ZenRu). Ke depannya, ZenRu akan terus menghadirkan lokakarya yang membahas seputar pengembangan kompetensi guru-guru di berbagai tingkat pendidikan dari berbagai daerah di Indonesia.
”Melatih kemampuan dasar para siswa dapat dijadikan bagian dari pembelajaran agar siswa menguasai pengetahuan, dan tidak hanya mengejar nilai di sekolah,” kata Amanda.
KOMPAS/KORNELIS KEWA AMA
Aldi Lomi (13), siswa kelas III SMPN Oebelo, sedang mengikuti KBM secara daring. Ia pun merasa bosan belajar sendirian di rumah tanpa teman atau guru. Ia mengaku kesulitan memahami pelajaran karena orangtua masing-masing kelas II dan kelas III SD, tidak mampu menjelaskan pelajaran SMP kepada Aldi.
Untuk mendukung pembelajaran aktif secara mandiri, setiap siswa diharapkan untuk memiliki fundamental skills (keterampilan mendasar) yang baik. Hal ini bisa dibantu oleh guru-guru dengan melatih dan memperdalamnya dalam kegiatan belajar mengajar. Guru-guru dibekali untuk mengoptimalkan pembelajaran lewat teknologi pendidikan digital agar dapat menciptakan ekosistem kegiatan belajar yang memungkinkan siswa berproses dan melakukan eksplorasi secara aktif.
Melatih keterampilan dasar merupakan sebuah kemampuan untuk menganalisis sebuah materi verbal ataupun numerik, menarik dan memilah informasi, dan akhirnya menciptakan pola pikir yang terintegrasi yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah. Fundamental skills ala Zenius terdiri dari tiga bagian, yaitu verbal dan logic (kemampuan untuk menganalisis dan memahami makna dari apa yang dibaca), Matematika (berpikir secara konsisten, runut, dan sistematis), dan Bahasa Inggris (kemampuan untuk memahami bahasa Inggris, terlebih di dalam konteks budaya dan pemakaiannya).