Dukungan Komprehensif bagi Anak Yatim Piatu Korban Pandemi
Anak yang kehilangan orangtua akibat pandemi Covid-19 membutuhkan penanganan yang komprehensif. Dampak jangka panjang bisa terjadi jika anak tidak mendapatkan pendampingan dan pengasuhan yang tepat.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pendataan menjadi hal yang krusial dalam mengintervensi anak yang kehilangan orangtuanya akibat pandemi Covid-19. Meski begitu, pemberian dukungan terkait pendampingan dan pengasuhan tidak bisa ditunda. Pemerintah pun berupaya memastikan hak dasar dari anak-anak tersebut tetap terpenuhi.
Data RapidPro, sistem pelaporan masyarakat dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) dan Unicef, menunjukkan, setidaknya 22.227 anak kehilangan orangtuanya akibat pandemi Covid-19. Dari jumlah itu, 12.885 anak menjadi yatim, 8.289 anak menjadi piatu, dan 1.053 anak menjadi yatim piatu.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, di Jakarta, Kamis (16/9/2021), mengatakan, pendataan dan verifikasi data terkait anak yang kehilangan orangtua akibat pandemi masih terus dilakukan. Penyediaan satu data akan diupayakan dengan memadankan data dari Kementerian Kesehatan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Sosial, serta Kementerian Dalam Negeri.
Anak-anak yang ditinggal orangtuanya ini tetap segera ditangani. Intervensi jangan menunggu sampai data identitasnya clear. Langkah yang tepat segera diberikan terkait konseling dan dukungan lainnya. (Muhadjir Effendy)
”Namun, anak-anak yang ditinggal orangtuanya ini tetap segera ditangani. Intervensi jangan menunggu sampai data identitasnya clear. Langkah yang tepat segera diberikan terkait konseling dan dukungan lainnya. Jangan sampai terjadi lost generation,” katanya.
Muhadjir menyampaikan, penanganan yang cepat akan diberikan pada setiap anak. Pemerintah memastikan anak-anak yang menjadi yatim piatu menjadi tanggung jawab pemerintah. Hal tersebut juga sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2021 tentang Perlindungan Khusus Anak pada Masa Pandemi.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bintang Darmawati menuturkan, hal terpenting yang harus dipastikan untuk anak-anak yang kehilangan orangtua, yakni terkait pendampingan dan pengasuhan yang tepat. Pendampingan tidak hanya diberikan kepada anak, tapi juga salah satu orangtua yang masih hidup.
Ketika dalam satu keluarga harus kehilangan ayah, peran ibu sebagai kepala keluarga harus didampingi dan didukung secara penuh. Begitu pula dengan ayah yang juga harus berperan ganda dalam mengasuh anak.
”Kita harus pastikan anak-anak betul-betul berada di tempat yang aman dan nyaman. Kita tidak mau anak yatim piatu ini berada di tangan yang tidak tepat yang di kemudian hari berisiko pada penelantaran dan perdagangan anak,” tutur Bintang.
Direktur Rehabilitasi Sosial Anak Kementerian Sosial Kanya Eka Santi menambahkan, pemerintah memastikan kebutuhan dasar setiap anak bisa terpenuhi. Anak yatim piatu juga dipastikan tetap mendapatkan hak identitas, hak pengasuhan, hak pendidikan, dan hak kesehatan.
Melalui layanan asistensi rehabilitasi sosial (atensi) dari Kementerian Sosial, anak yang kehilangan orangtua akibat pandemi akan mendapatkan bantuan tabungan Rp 200.000 untuk anak yang belum sekolah dan Rp 300.000 untuk anak yang sudah sekolah. Bantuan ini akan diberikan setiap empat bulan sekali mulai September 2021.
Kanya menyampaikan, evaluasi dan pemantauan akan dilakukan secara berkala. Bantuan tersebut setidaknya akan diberikan minimal sampai 2022. Penilaian rutin juga dilaksanakan untuk memastikan setiap bantuan yang diberikan pada anak bisa tepat sasaran. Dukungan psikososial dan dukungan pengasuhan alternatif juga disiapkan.
Muhadjir menambahkan, bantuan pendidikan juga diberikan melalui penyaluran Kartu Indonesia Pintar. Bagi anak yang memiliki prestasi akademik yang baik nantinya bisa mendapatkan peluang Kartu Indonesia Pintar Kuliah.
”Bagi masyarakat yang mengetahui ada anak-anak yang menjadi yatim, piatu, ataupun yatim piatu korban pandemi Covid-19 diharapkan segera melaporkan kepada pihak terkait, mulai dari RT/RW atau dinas sosial. Kita harus pastikan anak-anak mendapatkan pengasuhan, perawatan, dan jaminan masa depan sebaik-baiknya,” katanya.
Secara terpisah, Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Rita Pranawati menuturkan, selain pemerintah pusat, peran dari pemerintah daerah juga perlu ditingkatkan untuk menangani anak korban pandemi Covid-19. Refokusing anggaran bisa segera dilakukan agar anak-anak di setiap daerah bisa segera mendapatkan bantuan tanpa harus menunggu bantuan dari pemerintah pusat.