Meski dorongan untuk membuka sekolah bagi kegiatan pembelajaran tatap muka terus dilakukan, pemerintah juga mengingatkan agar sekolah segera menutup dari aktivitas jika ditemukan warganya yang Covid-19.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pembelajaran tatap muka terbatas dengan protokol kesehatan yang ketat terus digencarkan. Pembelajaran secara langsung di sekolah ini untuk segera mengatasi dampak pembelajaran jarak-jauh yang tidak optimal. Namun, jika ada kasus positif Covid-19, sekolah harus tutup.
”Yang terpenting, saya mohon agar Bapak dan Ibu memastikan keselamatan, keamanan, dan kesehatan warga sekolah. Dimulai saat sebelum berangkat ke sekolah, dalam perjalanan, saat mengikuti pembelajaran di dalam sekolah, serta saat perjalanan kembali ke rumah,” kata Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim saat meninjau pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 19 Balaraja, Kabupaten Tangerang, dan vaksinasi di Pondok Pesantren An Nawawi Tanara, Kabupaten Serang, Kamis (16/9/2021). Mendikbudristek mendampingi Wakil Presiden Ma’ruf Amin.
Nadiem mengingatkan, jika ada kasus positif Covid-19 di sekolah, PTM terbatas harus segera dihentikan. Kemudian, sekolah berkoordinasi dengan Satuan Tugas Penanganan Covid-19 setempat untuk melakukan desinfeksi dan prosedur tes, pelacakan, dan perawatan kepada warga sekolah yang sakit.
”PTM terbatas dapat dimulai kembali setelah dipastikan kondisi sudah terkendali. Saat ini, diperlukan kesadaran dan gotong royong kita bersama untuk menekan laju virus Covid-19 serta memastikan anak-anak Indonesia tetap mendapatkan pembelajaran yang berkualitas,” ujar Nadiem.
Kami harap percepatan penuntasan vaksinasi PTK bisa menjadi dorongan untuk mengembalikan anak ke sekolah secara terbatas.
Sementara itu, Wapres Ma’ruf Amin mengatakan, pemerintah berupaya agar PTM mulai dapat dilaksanakan di beberapa daerah untuk mengantisipasi dampak negatif di kalangan pelajar. Pembukaan sekolah jadi target yang ingin dipercepat. Untuk itu, vaksinasi di kalangan guru-guru dan pelajar harus diprioritaskan.
”Menurut informasi yang kita peroleh, memang pendidikan melalui daring itu tidak optimal. Jadi sangat kurang, apalagi kalau daerahnya internetnya tidak tertangkap, lemah. Mereka sebenarnya tidak belajar. Bukan lagi belajar daring, melainkan tidak belajar,” kata Wapres.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Banten Tabrani mengatakan, PTM terbatas di Provinsi Banten sudah dilaksanakan sejak 6 September 2021. ”Asalkan sekolahnya sudah memenuhi syarat, kami persilakan menyelenggarakan tatap muka dengan protokol kesehatan yang ketat,” ujar Tabrani.
Percepat vaksinasi
Mendikbudristek menegaskan, vaksinasi bukan menjadi kriteria untuk PTM terbatas. Namun, bagi sekolah yang guru dan tenaga kependidikannya sudah divaksinasi dua dosis, wajib untuk memberikan opsi PTM terbatas.
”Vaksinasi bukan menjadi kriteria untuk tatap muka. Kalau di suatu sekolah semua guru sudah lengkap divaksinasi, sekolah tersebut wajib melakukan tatap muka,” kata Nadiem.
Di Banten, data vaksinasi guru dan tenaga kependidikan hampir mencapai 100 persen. Kecuali bagi yang belum diperbolehkan untuk divaksinasi oleh tenaga kesehatan. Data per 16 September 2021, sekitar 57 persen pelajar usia 12-17 tahun di Provinsi Banten telah divaksinasi. ”Kami berharap sampai akhir September ini bisa mencapai sekitar 65 persen,” kata Tabrani.
Di Rapat Koordinasi Percepatan Penuntasan Vaksinasi Covid-19 Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK) dengan pemerintah daerah (pemda), Rabu kemarin, Nadiem memaparkan, baru 40 persen satuan pendidikan di daerah dengan PPKM level 1-3 yang telah menyelenggarakan PTM terbatas. Padahal, 95 persen satuan pendidikan sudah diperbolehkan menggelar PTM.
Dari target sekitar 5,5 juta guru dan tenaga kependidikan, baru Provinsi DKI Jakarta dan DI Yogyakarta yang angka ketuntasan vaksinasinya mencapai lebih dari 90 persen, Sementara provinsi lain jauh berada di bawah. Kementerian Kesehatan melalui Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit juga telah mengeluarkan surat edaran Percepatan Penyelesaian Vaksinasi Covid-19 bagi Pendidik dan Tenaga Kependidikan yang ditujukan kepada kepala dinas kesehatan provinsi serta kabupaten/kota se-Indonesia.
Direktur Manajemen Penanggulangan Bencana dan Kebakaran Kementerian Dalam Negeri Edy Suharmanto mengatakan, Kemendagri sangat mendukung percepatan program vaksinasi untuk para guru dan tenaga pendidik agar PTM terbatas dapat dilaksanakan secepatnya. Kemendagri akan melakukan pertemuan dengan sekretaris daerah serta melibatkan juga para camat, lurah, dan kepala desa untuk mendorong daerah dalam upaya mempercepat pelaksanaan vaksinasi bagi guru dan tenaga pendidikan,
Mengatasi ketertinggalan
Terkait dengan learning loss atau penurunan capaian pembelajaran, ujar Nadiem, pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang berkepanjangan bisa berdampak besar dan permanen sehingga bisa menyebabkan anak-anak Indonesia tidak bisa mengatasi ketertinggalan. Dampak tersebut, antara lain, dilihat dari aspek putus sekolah, penurunan capaian pembelajaran, dan kesehatan mental serta psikis anak-anak, di mana semuanya bisa menjadi risiko yang lebih besar dibandingkan dengan risiko kesehatan.
”Kami mohon sekali kepada daerah untuk menyelamatkan anak-anak kita yang mengalami learning loss. Generasi ini akan sangat sulit untuk mengejar ketertinggalan ke depannya. Kami harap percepatan penuntasan vaksinasi PTK bisa menjadi dorongan untuk mengembalikan anak ke sekolah secara terbatas,” kata Nadiem.
Pandemi Covid-19 telah menyebabkan learning loss yang sangat signifikan. Berdasarkan riset yang dilakukan oleh INOVASI dan Pusat Penelitian Kebijakan (Puslitjak) Kemendikbudristek, pendidikan di Indonesia sudah kehilangan 5-6 bulan pembelajaran per tahun. Riset Bank Dunia dengan topik yang sama menyatakan, dalam kurun waktu 0,8-1,3 tahun, compounded learning loss dengan kesenjangan antara siswa kaya dan siswa miskin meningkat 10 persen.
Riset juga menyatakan bahwa tingkat putus sekolah di Indonesia meningkat sebesar 1,12 persen, di mana angka tersebut 10 kali lipat dari angka putus SD tahun 2019. Bank Dunia memperkirakan, saat ini di Indonesia ada 118.000 anak usia SD yang tidak bersekolah. Angka tersebut lima kali lipat lebih banyak daripada jumlah anak putus SD tahun 2019.