Museum Macan membuat proyek kolaborasi seni bertajuk Present Continuous/Sekarang Seterusnya. Kolaborasi dilakukan dengan sejumlah perupa dan komunitas seni di beberapa daerah di Indonesia.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Museum Seni Modern dan Kontemporer di Nusantara (Macan) melakukan proyek kolaborasi dengan sejumlah perupa dan komunitas seni di beberapa daerah di Indonesia. Para perupa berkarya dengan menggali kebudayaan dan konteks daerahnya masing-masing.
Direktur Museum Macan Aaron Seto mengatakan, proyek seni berjudul Present Continuous/Sekarang Seterusnya itu merupakan respons terhadap pandemi Covid-19. Keinginan untuk melakukan riset seni ke sejumlah daerah di Indonesia terkendala peraturan bepergian yang ketat. Kolaborasi dengan perupa dan komunitas seni di daerah-daerah lain pun jadi solusi.
”Akses teknologi dan luasnya wilayah geografis Indonesia menjadi tantangan. Dalam 16 bulan terakhir, kami sadar bahwa kolaborasi antar-organisasi bisa membawa teman baru, jejaring, dan memungkinkan penelitian di lapangan,” kata Aaron pada pertemuan daring, Kamis (16/9/2021).
Pihak-pihak yang diajak bekerja sama dalam proyek ini adalah LOKA dari Banda Aceh, Indeks dari Bandung, Makassar Biennale dari Makassar, Biennale Jogja dari Yogyakarta, dan Jatiwangi Art Factory dari Majalengka. Mereka menjadi ko-kurator untuk mengurasi perupa dan karya seni di kota masing-masing, sementara Biennale Jogja bekerja sama dengan perupa dari Jayapura.
Perupa tersebut adalah Arifa Safura dan DJ Rencong (Banda Aceh), Mira Rizki (Bandung), Muhlis Lugis (Makassar), Udeido Collective (Jayapura), serta Unit Pelaksana Terrakota Daerah atau UPTD (Majalengka). Aaron mengatakan, pandemi serta kolaborasi memungkinkan mereka mengasah kreativitas dengan cara-cara baru.
”Proyek ini mengangkat kehidupan masyarakat adat dan kaitannya dengan pengalaman kolonial, memori kolektif, sejarah dari bunyi, dan hubungannya dengan kehidupan bermasyarakat, mitologi, alam, dan industri kreatif yang berdampak ke perubahan kebijakan dan pengembangan ekonomi mikro,” ucap Aaron.
Akses teknologi dan luasnya wilayah geografis Indonesia menjadi tantangan. Dalam 16 bulan terakhir, kami sadar bahwa kolaborasi antar-organisasi bisa membawa teman baru, jejaring, dan memungkinkan penelitian di lapangan.
Adapun hasil karya para perupa akan dipamerkan mulai 18 Desember 2021. Pameran menurut rencana dilakukan secara tatap muka dengan sejumlah ketentuan. Rencana tersebut tentatif, menyesuaikan dengan situasi pandemi ke depan.
Aaron menambahkan, proyek seni tersebut lebih dari sekadar pameran. Ada sejumlah dialog dan gelar wicara yang terbuka untuk publik. Ia berharap masyarakat dapat mempelajari para perupa dan karyanya secara mendalam. Ia juga berharap publik memperoleh perspektif tentang beragamnya kebudayaan di Indonesia.
Direktur Makassar Biennale Anwar Jimpe Rachman mengatakan, pihaknya mengeksplorasi kesenian cukil kayu. Cukil kayu jarang digunakan dalam metode kesenian sehingga hal ini mau diangkat kembali. Ia pun bekerja sama dengan perupa Muhlis Lugis.
Mereka memilih untuk mengeksplorasi cerita Sangiang Serri, cerita rakyat tentang sosok dewi padi yang terkenal di Sulawesi Selatan. Anwar mengatakan, cerita itu mulai jarang dikenal generasi muda.
”Selain itu, kami jarang mendapati gambar atau bentuk grafis dari cerita ini. Kebanyakan dalam bentuk teks. Padahal, hal itu juga penting bagi kami di Sulawesi Selatan,” kata Anwar.
Perwakilan Indeks, Rizki Lazuardi, mengatakan, mereka mengeksplorasi keterbatasan interaksi sosial selama pandemi, khususnya interaksi fisik. Dalam kondisi itu, interaksi menggunakan suara ia nilai menjadi esensial. Suara itu misalnya suara ambulans hingga suara dari speaker masjid yang memberitakan kabar duka. Rizki lalu bekerja sama dengan perupa Mira Rizki yang terbiasa menggarap seni dengan audio.
”Di masa krisis (pandemi), jadi banyak material di sekitar yang bisa diolah menjadi karya. Kondisi ini memantik ide,” ucap Mira.
Sementara itu, perwakilan Udeido Collective mengatakan, mereka menggali lagi konsep yang dulu dihidupi nenek moyang orang Papua. Konsep itu menjadi bahan refleksi masa kini dan untuk masa depan. Karya mereka, antara lain, memadukan instalasi dan seni pertunjukan.