Keterhubungan Antarseniman Teater Dipererat Kembali
Keterhubungan seniman teater perlu dipererat kembali untuk mengembangkan seni, baik bagi seniman maupun ekosistem seni. Dewan Kesenian Jakarta pun membuka ruang diskusi untuk itu.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dewan Kesenian Jakarta atau DKJ menilai pandemi Covid-19 berdampak pada kendala keterhubungan antarseniman, baik dari dalam maupun luar negeri. Padahal, keterhubungan penting untuk pengembangan seni. DKJ lalu mengadakan program Road to Djakarta International Theater Platform untuk memperkuat relasi itu.
Anggota Komite Teater DKJ, Rebecca Kezia, mengatakan, berkesenian tidak sekadar tentang berproses sendirian. Pelibatan orang lain dan konteks di sekitar seniman juga penting.
”Kami ingin mengembalikan esensi berkesenian. Kami ingin membuka Djakarta International Theater Platform sebagai tempat bertemu skala internasional dengan menempatkan perkembangan teater Indonesia, khususnya Jakarta, dalam percakapan seni pertunjukan dunia,” kata Rebecca pada pertemuan daring, Rabu (15/9/2021) malam.
Pertukaran gagasan dapat memperkaya seniman, serta penonton mendapat penghiburan.
Djakarta International Theater Platform merupakan program bagi para seniman teater untuk belajar dan bertukar pikiran. Ini merupakan program tahunan, tetapi pelaksanaan tahun ini ditunda karena situasi pandemi di Indonesia sempat memburuk. Sebagai gantinya, DKJ mengadakan Road to Djakarta International Theater Platform secara daring.
Road to Djakarta International Theater Platform memberi undangan secara terbuka bagi seluruh seniman teater di Indonesia. Para seniman diberi kesempatan mempresentasikan gagasan teater yang sedang dikerjakan dan belum selesai. Presentasi itu kemudian akan didiskusikan bersama sejumlah penanggap dari dalam dan luar negeri.
Komite Teater DKJ menerima 39 berkas dari undangan tersebut. Berkas dikirim oleh 39 seniman dari 17 kota di Indonesia. Berkas yang masuk diseleksi antara lain berdasarkan kejernihan gagasan, kebaruan gagasan, potensi pengembangan karya di masa depan, serta representasi jender, etnis, dan wilayah.
Ada lima karya yang dinyatakan lolos untuk presentasi. Kezia mengatakan, karya tumbuh (work in progress) para seniman jadi medium untuk merangsang seniman untuk berkarya, khususnya di masa pandemi.
”Kelima karya diharapkan jadi gambaran seni teater di Indonesia bagi teman-teman (seniman) dari luar negeri. Harapannya, pertukaran gagasan dapat memperkaya seniman, serta penonton mendapat penghiburan,” ucap Rebecca.
Presentasi
Presentasi di sesi ini dilakukan kelompok Kalanari Theatre Movement dari Yogyakarta. Gagasan teater yang mereka tayangkan berjudul Halaman 19. Presentasi dilakukan dengan paduan monolog, adu peran, musik, hingga interaksi dengan audiens di aplikasi Zoom.
Kurator Shinta Febriany mengatakan, Halaman 19 mencoba mementaskan peristiwa di halaman 19 dari lima buah buku tentang Indonesia. Buku-buku itu berjudul Sejarah Indonesia Modern, Kepulauan Nusantara, Negara Teater, Krakatoa, dan Art in Indonesia: Continuities and Change.
Dalam teater, kelima buku dirangkai dengan buku 1.000 Tafsir Mimpi, yakni buku yang mengonversi mimpi menjadi angka. Buku itu umumnya menjadi ”pegangan” para penjudi togel.
”Ini berangkat dari pemahaman bahwa teater dan judi adalah sama. Keduanya ekspresi yang diciptakan manusia untuk memenuhi hasrat sebagai manusia bermain atau homo ludens,” tutur Shinta.
Presentasi dibuka dengan monolog dari tokoh bernama Joker, dilanjutkan teater yang membahas narasi sejarah Indonesia. Joker lalu kembali mengambil alih dan membuat semua audiens daring terlibat. Audiens akan dipilih secara acak, seperti judi, kemudian diminta membaca halaman 19 dari buku yang ada.
Pemilihan audiens berlangsung beberapa kali. Audien yang akhirnya terpilih diibaratkan akan menjadi tokoh sejarah Indonesia selanjutnya.
Menurut sutradara teater Halaman 19, Ibed Surgana Yuga, teater ini masih belum selesai dan masih ada ruang untuk dikembangkan. Halaman 19 rencananya dipentaskan secara luring. Ia membayangkan teaternya dihadiri maksimal 50 orang, kemudian masing-masing penonton membawa buku dan barang yang akan ”ditaruhkan”.
Penanggap dari Singapura, Ethan Chia, mengatakan, interaksi dengan audiens membuat mereka merasa sebagai bagian dari teater. Audiens juga seakan terbawa untuk merasakan suasana judi. ”Ini sangat menarik,” katanya.