Penolakan warga Desa Wadas di Jawa Tengah terhadap penambangan batu andesit berlanjut. Warga mengajukan kasasi setelah gugatan ke PTUN Semarang ditolak.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tim kuasa hukum warga Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung terkait dengan penolakan warga atas penambangan batu andesit. Penambangan dinilai akan merusak lingkungan dan memengaruhi kualitas hidup warga.
Kasasi diajukan pada Selasa (14/9/2021). Kuasa hukum warga Desa Wadas yang tergabung dalam Koalisi Advokat untuk Keadilan Gerakan Peduli Alam Desa Wadas (Gempadewa), Hasrul Buamona, mengatakan, langkah kasasi diambil karena warga tidak puas terhadap putusan hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang Nomor 68/G/PU/2021/PTUN.SMG tanggal 30 Agustus 2021 yang menolak gugatan warga.
Sebelumnya, warga menggugat Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo atas izin penambangan batu andesit atau quarry di Desa Wadas yang tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Gubernur Jateng Nomor 590/20 Tahun 2021.
Menurut Hasrul, putusan PTUN tidak melihat kelemahan pada SK tersebut. SK itu mengatur pembaruan penetapan lokasi pengadaan tanah untuk pembangunan Waduk Bener. Namun, tidak ada istilah pembaruan pada UU Pengadaan Tanah, yang ada perpanjangan.
”UU Pengadaan Tanah juga tidak dijadikan rujukan untuk mengeluarkan SK. Padahal, SK menyebut ini untuk kepentingan umum. Secara perundangan, penambangan diatur pada UU Minerba (Mineral dan Batubara), sementara kepentingan umum pada UU Pengadaan Tanah,” ucap Hasrul pada konferensi pers, Rabu (15/9/2021).
Putusan PTUN sebenarnya mengecewakan. Pengelolaan ruang hidup yang baik dan sehat tidak muncul pada pertimbangan majelis hakim. Putusan semestinya pro pada lingkungan hidup
Adapun penambangan ini bagian dari proyek pembangunan Waduk Bener. Pembangunan waduk ini termasuk salah satu proyek strategis nasional (PSN). Hasrul menambahkan, PSN seharusnya tetap merujuk ke peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) mencatat, ada 131 PSN yang dinilai membahayakan publik. Kepala Divisi Hukum Jatam Muhammad Kamil mengatakan, PSN yang bermasalah, seperti di Desa Wadas, perlu dievaluasi dan dibatalkan.
”Putusan PTUN sebenarnya mengecewakan. Pengelolaan ruang hidup yang baik dan sehat tidak muncul pada pertimbangan majelis hakim. Putusan semestinya pro pada lingkungan hidup,” ucap Jamil.
Wakil Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Era Purnama Sari berharap agar MA dapat meluruskan perkara ini. ”Ruang pengadilan agar jadi jalan masyarakat menemukan keadilan dan kebenaran. Jangan sampai publik jadi tidak percaya ke pengadilan,” katanya.
Lingkungan
Menurut Ketua Badan Eksekutif Nasional Solidaritas Perempuan Dinda N Yura, aktivitas penambangan di Desa Wadas akan menyebabkan kerusakan lingkungan. Beberapa dampak tambang yang dikhawatirkan seperti hilangnya bambu, pencemaran air, pencemaran udara, dan polusi suara.
Aktivitas tambang juga dikhawatirkan meningkatkan potensi bencana di Desa Wadas yang sudah rawan bencana. Bila itu terjadi, warga yang akan menanggung akibatnya.
”Ini tidak hanya untuk mempertahankan pangan dan penghidupan warga, tetapi juga keberlanjutan lingkungan. Bagi warga Wadas, terutama perempuan, lingkungan juga mengandung nilai kolektif, budaya, sosial, dan spiritual. Ketika dirusak, ini akan memengaruhi kesejahteraan masyarakat,” kata Dinda.
Di sisi lain, Kepala Biro Hukum Sekretariat Daerah Jateng Iwanuddin Iskandar sebelumnya mengatakan, pihaknya menghormati hal yang disampaikan penggugat. Ia mengimbau agar Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWS-SO), pihak yang nanti berwenang pada pembangunan Waduk Bener, untuk melakukan konsolidasi warga. BBWS-SO juga diminta segera memenuhi hak warga yang merelakan tanahnya jika putusan hakim sudah final.
Ia juga mempersilakan warga yang ingin mencari informasi soal pembangunan Waduk Bener untuk menghubungi BBWS-SO dan Pemprov Jateng.