Presiden Minta Perguruan Tinggi Fasilitasi Mahasiswa Kembangkan Talenta
Pengembangan talenta penting karena perubahan yang terjadi begitu cepat sebagai imbas revolusi industri 4.0, disrupsi teknologi, dan pandemi Covid-19.
Oleh
Cyprianus Anto Saptowalyono
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Revolusi industri 4.0, disrupsi teknologi, dan pandemi Covid-19 mempercepat gelombang besar perubahan dunia sehingga menjadikan ketidakpastian tinggi sekali. Terkait hal tersebut, Presiden Joko Widodo meminta pendidikan tinggi memfasilitasi mahasiswa untuk mengembangkan talentanya. Pola-pola lama mesti diubah.
Perguruan tinggi juga diminta agar jangan memagari mahasiswa dengan terlalu banyak program studi di fakultas. ”(Hal) ini saya kira sudah berkali-kali saya sampaikan, tetapi akan saya ulang terus,” kata Presiden Joko Widodo saat memberikan sambutan pada Pertemuan Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia di Auditorium Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Kota Surakarta, Jawa Tengah, Senin, 13 September 2021, yang videonya diunggah pada Selasa (14/9/2021).
Kepala Negara meminta pendidikan tinggi harus memfasilitasi mahasiswa sebesar-besarnya untuk mengembangkan talentanya yang belum tentu sesuai dengan pilihan program studi jurusan maupun fakultas. Pilihan program studi, jurusan, dan fakultas tidak selalu berdasarkan pada talenta. Ketidakcocokan terkadang terasa saat kuliah.
Orang dapat berkarier pada bidang yang jauh dari ilmu di ijazahnya. ”(Seseorang) yang sering saya berikan untuk contoh itu Pak Budi Gunadi Sadikin. Itu fakultasnya, di ITB, Fakultas Teknik Fisika Nuklir. Kemudian kerjanya di bank. Banking. Tetapi nyatanya juga bisa melesat sampai menduduki tangga paling puncak, Direktur Utama Bank Mandiri. Melompat lagi, jadi menteri kesehatan,” kata Presiden Jokowi.
Karena itu, menurut Presiden Jokowi, sejak pendidikan strata satu mestinya bakat-bakat mahasiswa difasilitasi. Hal ini penting karena semua nantinya akan hibrida akibat ketidakpastian global dan perubahan dunia yang sedemikian cepat. Dengan demikian, saat ini mahasiswa harus paham semua, termasuk matematika, statistik, ilmu komputer, dan bahasa.
”Dan bahasa itu bukan bahasa Inggris saja. Ke depan, (harus paham) bahasa coding. Hati-hati mengenai hal ini. Perubahan ini akan cepat sekali, lebih cepat lagi, karena pandemi. Artinya apa? Solusinya apa? Bahwa seorang mahasiswa itu tidak perlu pindah prodi (program studi), pindah jurusan, atau pindah fakultas untuk mengejar yang tadi saya sampaikan,” kata mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut.
Presiden meminta agar mahasiswa diberikan kesempatan untuk mengambil kuliah sesuai talentanya. Hal ini berarti mesti diperbanyak mata kuliah pilihan, baik di dalam kampus maupun di luar kampus.
”Sekali lagi, kita ini berada pada transisi perubahan besar dunia yang harus kita antisipasi. Berikan mahasiswa kemerdekaan untuk belajar. Belajar kepada siapa saja. Belajar kepada praktisi, kepada industri, karena sebagian besar mahasiswa nanti akan menjadi praktisi. Sebagian besar, artinya akan ada juga yang menjadi dosen, menjadi peneliti,” katanya.
Esensi
Menurut Presiden Jokowi, esensi dari merdeka belajar adalah mahasiswa merdeka untuk belajar. Kampus pun memperoleh kemerdekaan untuk berinovasi. ”Sekali lagi, (hal ini) karena semuanya nantinya akan hybrid. Hybrid knowledge, hybrid skill, dan ke depan. (Bahkan) bukan ke depan, sekarang sudah terjadi, banyak job yang hilang,” katanya.
Oleh karena itu, Presiden Jokowi melanjutkan, mahasiswa harus disiapkan untuk siap belajar, termasuk belajar bahasa Inggris dan bahasa coding. ”Disiapkan untuk ke sana. Hybrid skill. Dokter, misalnya, sekarang harus mengerti mengenai robotik. (Hal ini) karena surgery itu bisa dengan advance robotik dan jarak jauh. (Hal ini) sudah terjadi, bukan akan,” ujarnya.
Menurut Presiden, hal ini berarti Fakultas Kedokteran mau tidak mau harus memiliki mata kuliah tentang robotik. Indonesia akan ditinggal jika tidak cepat mengubah hal-hal seperti ini. ”Pertanian, IPB misalnya, masuk ke agritech. Semuanya teknologi. Saya sampai tidak hafal, satu baru melihat, besoknya lagi sudah keluar (teknologi) yang lain-lain,” katanya.
Presiden menuturkan, saat ini banyak pekerjaan lama hilang, tetapi juga muncul pekerjaan-pekerjaan baru. Perguruan tinggi mesti mengantisipasi hal ini. ”Inilah kecepatan perubahan yang betul-betul kita tidak duga dan dipercepat lagi oleh karena ada pandemi. Ini yang semua, secepatnya, kita harus masuk ke transisi dan mulai beradaptasi dengan hal-hal seperti ini,” katanya.
Pada kesempatan tersebut, Presiden Jokowi juga menuturkan bahwa tugas universitas adalah mencetak dan melahirkan mahasiswa yang unggul dan utuh. Mahasiswa mesti memiliki jasmani dan rohani yang sehat serta budi pekerja dan visi kebangsaan yang baik. ”Tugas rektor dan seluruh jajarannya bukan hanya mendidik mahasiswa di kampus, apalagi hanya di kelas. Hati-hati mengenai ini,” katanya.
Menurut Kepala Negara, hal-hal terkait di luar kampus juga menjadi tugas para rektor dan jajaran. ”Artinya, di luar kampus pun menjadi tugas rektor dan seluruh jajarannya. Hati-hati, di dalam kampus dididik mengenai budi pekerti. Di luar kampus ada yang mendidik jadi pencandu narkoba, lha untuk apa kalau tidak bisa menjangkau ke sana? Di dalam kampus dididik mengenai Pancasila, kebangsaan. Di luar kampus ada yang mendidik mahasiswa kita jadi ekstremis garis keras, jadi radikalis garis keras. Lha untuk apa?,” katanya.
Presiden Jokowi mengatakan bahwa tanggung jawab rektor itu di dalam kampus dan di luar kampus. Urusan menyangkut hal-hal kecil mesti menjadi perhatian. Urusan makan mahasiswa, misalnya, harus betul-betul dicek. Kesehatan adalah hal penting.
Presiden mencontohkan dulu banyak mahasiswa di UGM yang terkena penyakit hepatitis dan tipus. ”(Hal ini) karena apa? Warung-warung makan mahasiswa, yang dulu saya juga mengalami, kalau mencuci piring di ember (itu) airnya satu ember dipakai pagi sampai tengah malam. Berikan mereka air mengalir,” katanya.
Sebelumnya, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim menuturkan bahwa Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi memberikan hak kepada semua mahasiswa di seluruh Indonesia untuk belajar di luar program studi atau di luar kampus selama tiga semester. Mahasiswa Indonesia dapat memanfaatkan waktu tersebut untuk mengikuti program-program Kampus Merdeka.
Program tersebut, antara lain, magang di perusahaan atau organisasi sosial. Demikian pula melakukan studi independen, membangun desa, melakukan riset, mengerjakan proyek kemanusiaan, merancang dan merintis usaha, melakukan pertukaran mahasiswa baik di dalam maupun luar negeri, atau mengajar di SD dan SMP melalui program Kampus Mengajar.
”Semua program ini kami rancang untuk memberi ruang kepada mahasiswa dengan keragaman minat dan ketertarikannya, untuk mendapatkan pengalaman yang tidak tertulis dalam buku teks atau bisa diajarkan dalam kelas,” kata Nadiem saat menyapa para mahasiswa pada acara Rapat Terbuka Senat Universitas Islam Malang dalam Rangka Orientasi Studi dan Kehidupan Kampus Bagi Mahasiswa Baru Tahun Akademik 2021/2022 yang digelar secara hibrida, daring dan luring, pada Senin (6/9/2021).