Nadiem Makarim: Vaksinasi Bukan Syarat Pembelajaran Tatap Muka
Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim menyatakan, sekolah di daerah dengan PPKM level 1-3 boleh menggelar pembelajaran tatap muka secara terbatas. Nadiem menyebut, vaksinasi tak jadi syarat pembelajaran tatap muka.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Sekolah di daerah yang menerapkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) level 1-3 boleh menggelar pembelajaran tatap muka secara terbatas. Vaksinasi tidak menjadi persyaratan bagi sekolah yang ingin menggelar pembelajaran tatap muka (PTM).
Hal itu dikatakan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim di Kota Yogyakarta, Selasa (14/9/2021). Di sana, dia berdialog dengan para guru dan kepala sekolah di Pendopo Tamansiswa.
”Pemerintah pusat mengatur daerah PPKM level 1-3 boleh tatap muka terbatas dan tidak ada kewajiban vaksinasi dulu. Jadi, semua sekolah di daerah PPKM level 1-3 boleh tatap muka,” kata Nadiem.
Dengan begitu, sekolah di daerah PPKM level 1-3 boleh menggelar PTM terbatas meski belum semua guru dan karyawan menjalani vaksinasi Covid-19. Sementara sekolah yang sudah melakukan vaksinasi untuk guru dan tenaga pendidik secara lengkap wajib menggelar PTM.
Nadiem menambahkan, pemerintah pusat juga tidak mengatur sekolah harus menggelar durasi waktu pembelajaran tatap muka. Selain itu, pemerintah pusat juga tidak mengatur proses PTM harus berlangsung berapa jam dalam sehari.
Pemerintah pusat hanya mengatur satu kelas maksimal diisi 18 murid untuk jenjang SD-SMA. Adapun untuk pendidikan anak usia dini (PAUD) maksimal 5 murid per kelas.
Oleh karena itu, pihak sekolah diberi kebebasan mengaturnya. Namun, Nadiem mengingatkan, proses PTM di sekolah harus digelar dengan protokol kesehatan ketat, misalnya memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan.
Selain itu, kantin di sekolah juga belum boleh dibuka dan kegiatan ekstrakurikuler belum diperbolehkan. ”Terserah sekolahnya mau ngatur-nya gimana. Yang penting protokol kesehatan dijaga,” ujar Nadiem.
Nadiem menyatakan, kegiatan PTM juga baru boleh digelar setelah orangtua murid memberikan izin. Pihak sekolah juga tidak boleh memaksa orangtua siswa mengikuti PTM.
”Orangtua tidak boleh dipaksa untuk tatap muka. Kalau tidak nyaman mengirim anaknya ke sekolah, harus diperbolehkan PJJ (pembelajaran jarak jauh),” ujar Nadiem.
Selain itu, Nadiem mengingatkan, jika muncul kluster penularan Covid-19 di sekolah yang menggelar PTM, sekolah tersebut akan ditutup sementara untuk mencegah meluasnya penularan. ”Jadi, guru, orangtua, dan murid harus pintar-pintar menjaga protokol kesehatan,” katanya.
Utamakan SMA/SMK
Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga DIY Didik Wardaya mengatakan, PTM akan diutamakan untuk jenjang SMA/SMK. Alasannya, sebagian besar siswa SMA/SMK di DIY telah menjalani vaksinasi sehingga lebih aman jika mengikuti PTM.
Didik memaparkan, dari total 396 SMA/SMK di DIY, ada 177 SMA/SMK yang 80 persen siswanya sudah divaksinasi. ”Sekolah itu akan mulai melakukan uji percontohan,” ujarnya.
Menurut Didik, pembelajaran tatap muka SMA/SMK di DIY kemungkinan akan dimulai pekan depan. Namun, dia menyatakan, pelaksanaan pembelajaran tatap muka harus mendapat izin dari orangtua.
”Seperti yang disampaikan Pak Menteri, salah satu persyaratan (pembelajaran tatap muka) adalah izin orangtua. Jadi, kalau tidak ada izin orangtua, tetap sebagian menggunakan pembelajaran jarak jauh,” ujar Didik.
Meski begitu, sebagian sekolah di DIY di luar jenjang SMA/SMK juga menyiapkan diri melakukan pembelajaran tatap muka. Salah satu sekolah yang bersiap menggelar pembelajaran tatap muka itu adalah SD Muhammadiyah Jogokariyan, Kota Yogyakarta.
Pada Selasa ini, SD Muhammadiyah Jogokariyan mulai menggelar simulasi pembelajaran tatap muka. Sekolah ini bahkan sempat dikunjungi Nadiem.
Kepala SD Muhammadiyah Jogokariyan Fika Widiana Kuspratiwi mengatakan, simulasi pembelajaran tatap muka itu akan digelar selama enam hari. Fika menyebut, simulasi itu diikuti murid kelas 4, 5, dan 6.
”Untuk kelas 1 sampai 3 itu belum mengikuti simulasi karena untuk mengondisikan mereka lebih sulit,” ujarnya.
Selama pelaksanaan simulasi, Fika menuturkan, satu kelas hanya diisi oleh 10 murid agar aturan jaga jarak bisa diterapkan dengan baik. Proses simulasi pembelajaran tatap muka juga hanya digelar selama dua jam untuk meminimalkan risiko penularan Covid-19. Selain itu, seluruh murid yang mengikuti simulasi juga harus menerapkan protokol kesehatan secara ketat, misalnya memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan.