Kota Kupang Segera Menggelar Pembelajaran Tatap Muka Terbatas
Sejumlah lembaga pendidikan di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, ingin segera bisa melaksanakan pembelajaran tatap muka terbatas dengan syarat semua guru, pegawai, dan murid di sekolah tersebut sudah divaksin.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·5 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Sejumlah sekolah dasar dan sekolah menengah di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, direncanakan menggelar kegiatan belajar mengajar tatap muka terbatas, 20 September 2021. Ketentuan ini hanya berlaku bagi sekolah yang siswa dan gurunya sudah divaksin dan siap menerapkan protokol kesehatan serta atas persetujuan dari orangtua siswa.
Kepala Sekolah Menengah Atas Katolik (SMAK) Giovanni Kupang RD Stefanus Mau Pr di Kupang, Selasa (14/9/2021), mengatakan, sesuai ketentuan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, jika semua siswa, guru, dan pegawai di sekolah itu sudah menjalani vaksinasi, sekolah itu boleh menggelar kegiatan belajar mengajar tatap muka terbatas (KBMT). Sekolah pun harus sudah siap menerapkan protokol kesehatan ketat, seperti air keran untuk mencuci tangan, masker, hand sanitizer, dan thermogun.
Menurut rohaniwan Katolik ini, vaksin untuk SMAK Giovanni Kupang sudah 80 persen diterima guru, pegawai, dan siswa. Sisa 20 persen belum divaksin, antara lain, karena sedang sakit, tetapi sekolah sedang berupaya agar sisa 20 persen ini segera divaksin. ”Kami telah bekerja sama dengan PKK NTT dan beberapa rumah sakit dalam rangka pemberian vaksinasi,” kata Stefanus.
Ia mengatakan, sebagian besar orangtua siswa mendorong agar SMAK Giovani Kupang dengan jumlah siswa sekitar 970 dengan tenaga pendidik 97 orang segera menggelar KBMT. Sudah dua tahun KBM di sekolah itu tidak jalan karena pandemi Covid-19, kecuali sekolah secara daring. Giovani merupakan salah satu SMA swasta terfavorit di Kota Kupang.
Sekolah tersebut sudah siap menerapkan protokol kesehatan ketat. Satu rombongan belajar direncanakan 15-20 orang, menempati ruang kelas berukuran 9 meter x 8 meter.
KBMT harus mendapat persetujuan dari orangtua. Jumlah 860 siswa di sekolah ini, tentu tidak semuanya masuk kelas. Satu rombongan belajar dibagi 20-25 siswa. (Johanes Tukan)
KBMT ini berlaku bagi siswa yang sudah divaksin dan mendapat persetujuan dari orangtua siswa. Kegiatan siswa pun dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak terjadi kerumunan. Mereka tetap menjaga jarak satu sama lain.
Kepala SD Inpres Liliba Kota Kupang Johanes Tukan mengatakan, sesuai surat edaran dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Kupang, SD Inpres Liliba boleh menggelar KBMT, 20 September 2021. Dari jumlah 40 guru di sekolah itu, 39 sudah divaksin, kecuali satu orang guru yang sedang stroke.
”KBMT ini harus mendapat persetujuan dari orangtua. Jumlah 860 siswa di sekolah ini, tentu tidak semuanya masuk kelas. Satu rombongan belajar dibagi 20-25 siswa dan tetap menerapkan protokol kesehatan,” kata Tukan.
Siswa kelas satu, KBMT akan dilaksanakan selama satu bulan dengan pembagian 20-25 siswa per kelas. KBMT bagi siswa kelas empat dan kelas lima hanya untuk mereka yang akan mengikuti asesmen nasional. KBMT bagi siswa kelas dua dan siswa kelas empat dan kelas lima yang lain akan menyusul.
Maria Klau (54) salah satu orangtua siswa mengatakan sangat senang jika KBMT segera digelar. Belajar daring selama ini tidak efektif serta sering menimbulkan kebosanan dan rasa malas dari anak-anak. ”Anak saya kelas XI SMA. Ia ingin segera mengikuti KBMT tatap muka karena tidak betah lagi belajar daring,” ujarnya.
Ines Maran, siswa kelas II salah satu SMP di Kupang, gembira menyambut rencana KBMT tersebut. Ines sendiri sudah mendapat vaksin pertama dan kedua sehingga tidak khawatir lagi mengikuti KBMT ini. ”Senang bisa bertemu teman-teman dan guru di sekolah. Jika KBMT terealisasi, ini kegiatan KBM pertama bagi saya karena sejak masuk SMP sampai hari ini kami hanya belajar daring,” ujarnya.
Ketua Dewan Pendidikan NTT Simon Riwu Kaho mengatakan telah mengunjungi sebagian sekolah di NTT, baik sekolah di pusat kabupaten maupun sekolah di wilayah terpencil. Kondisi ruang sekolah tak tertata dan tidak memberi suasana pembelajaran kepada siswa.
”Tidak ada media belajar sama sekali bagi para siswa. Suasana ruang kelas sangat kering dan asing bagi siswa dan guru. Tidak ada gambar Presiden dan Wakil Presiden, lambang negara Burung Garuda, Pancasila, serta peta geografi wilayah NTT, Indonesia, dan dunia. Juga destinasi wisata terkenal di wilayah NTT dan Indonesia,”katanya.
Nama Presiden dan Wakil Presiden RI saat ini, menurut Riwu Kaho, masih banyak siswa yang tidak tahu, termasuk apa itu burung garuda serta makna dan lambang-lambang yang ada di dalam burung garuda.
Jumlah kabupaten di NTT dan nama kota/kabupaten pun siswa tidak tahu. Alat musik Sasando dari mana asalnya, binatang Komodo terdapat di mana, dan nama gubernur NTT saat ini pun sebagian siswa tidak tahu.
”Sejumlah siswa SMP di Sumba Timur yang ditanyai mengenai letak Lewoleba ada di pulau apa, mereka menjawab di Sulawesi Selatan, dan Labuan Bajo ada di Denpasar. Ini kan sangat konyol,”ujarnya.
Ia mengatakan, sejak terbentuk 63 tahun silam sampai hari ini, Pemprov NTT belum mencetak satu peta wilayah secara lengkap untuk diedarkan ke masyarakat termasuk sekolah, kantor pemerintah dan swasta. Peta yang ada dicetak atas inisiatip orang-orang dari luar NTT sehingga nama gunung, sungai, dan nama kota kabupaten dan tata letaknya pun berbeda dengan kondisi di lapangan.
Dinas Pendidikan mengandalkan Google Map atau informasi yang disajikan di dalam ponsel pintar. Tetapi tidak semua siswa memiliki ponsel jenis itu. Jika ada pun mereka harus menyediakan data internet. Belajar daring selama ini banyak siswa yang tidak sanggup karena kesulitan Ponsel pintar, dan paket internet sehingga lebih memilih belajar luring.
Media belajar yang dipajang di ruang kelas seperti gambar Presiden dan Wakil Presiden, tulisan Pancasila, burung garuda, dan gambar peta Indonesia secara lengkap, juga sebagai bagian dari proses pembelajaran siswa. Media belajar ini mampu membentuk karakter nasional siswa, menghormati pemimpin bangsa, menghormati budaya suku lain, dan paham tentang pulau-pulau serta kota-kota besar di Indonesia.
”Hal-hal ini bagian dari pembentukan karakter siswa tetapi tidak menjadi perhatian para guru di sekolah. Ada anggapan siswa akan tahu dengan sendirinya, di era digitalisasi ini. Tetapi itu pemikiran yang salah. Guru perlu mengarahkan, membuka peluang, dan memberi ruang untuk siswa belajar,”kata Riwu Kaho.