Surabaya Bebaskan Biaya Seragam Pelajar dari Keluarga Berpenghasilan Rendah
Pemerintah Kota Surabaya membebaskan siswa SD dan SMP dari kalangan masyarakat berpenghasilan rendah dari kewajiban membeli seragam sekolah berikut perlengkapannya di koperasi sekolah.
Oleh
AGNES SWETTA PANDIA
·2 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Siswa SD-SMP dari keluarga berpenghasilan rendah di Kota Surabaya dibebaskan dari biaya pembelian seragam. Mereka yang telanjur membayar bakal mendapatkan uangnya kembali.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi, Kamis (9/9/2021), menegaskan, koperasi sekolah tidak diperbolehkan menjual seragam bagi siswa. Semua biaya ditanggung Pemkot Surabaya.
Sebelumnya, pembelian seragam dan perlengkapan sekolah diumumkan sekolah. Di salah satu SMP, misalnya, total tiga stel seragam bersama kaus kaki, topi, dan ikat pinggang sebesar Rp 1,3 juta. Namun, ada juga sekolah yang menetapkan biaya pembelian seragam hingga Rp 1,5 juta.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Surabaya Supomo mengatakan, jumlah uang yang dikembalikan kepada wali murid dari kalangan berpenghasilan rendah sesuai kuitansi pembelian.
”Kami sudah melakukan pencocokan data dengan dinas sosial terkait jumlah siswa MBR di sekolah dan berapa yang telanjur membeli di koperasi,” ujar dia setelah menyaksikan pengembalian uang seragam di SMPN 15, Kamis.
Pemberian seragam gratis ini akan dilaksanakan tahun ini. Syaratnya, mereka masuk pendataan Dinas Sosial Surabaya. Hingga saat ini, siswa dari keluarga berpenghasilan rendah mencapai 112.000 orang. Mereka terdiri dari 74.000 siswa jenjang SD dan 38.000 jenjang SMP, baik negeri maupun swasta.
Saat ini, kata Supomo, siswa dibebaskan untuk menggunakan seragam apa saja. Siswa bisa menggunakan seragam sekolah lama, batik, atau baju lain. ”Yang penting bajunya rapi, sopan, dan bersepatu,” ujarnya.
Kepala SMPN 15 Surabaya Shahibur Rachman menambahkan, total siswa dari kalangan berpenghasilan rendah di sekolahnya 400 siswa. Mereka ada yang membeli semua keperluan seragam dengan total Rp 1 juta. Namun, ada pula yang hanya membeli atribut sekolah di bawah Rp 50.000.
”Sejak awal kami tidak memaksa siswa untuk membeli seragam di koperasi sekolah. Kami membebaskan. Cuma menginformasikan bahwa koperasi sekolah menyediakan perlengkapan sekolah,” kata dia.
Erna, salah seorang wali murid, mengatakan sudah lama menabung untuk keperluan membeli seragam ini. Namun, setelah uang Rp 600.000 itu dikembalikan, Erna berencana memanfaatkan uang untuk membeli buku dan lembar kerja siswa.
Ke depan, Eri Cahyadi berencana mengikis kesenjangan sosial di sekolah. Salah satu caranya menerapkan penggunaan seragam yang sama, baik swasta maupun negeri. Proses pengadaan seragam akan melibatkan UMKM di Kota Surabaya dan menjualnya melalui koperasi sekolah.
Akan tetapi, Eri mengatakan, tidak semua wali murid mampu membeli seragam. Oleh karena itu, dia meminta sekolah mulai mendata keluarga yang nantinya bisa mendapat keringanan pembiayaan.