Situasi pandemi Covid-19 di Surabaya di level 2 atau risiko rendah. Namun, pembelajaran tatap muka diadakan amat terbatas di 15 dari 377 SMP negeri dan swasta untuk menekan risiko penularan.
Oleh
AMBROSIUS HARTO/AGNES SWETTA PANDIA
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Situasi pandemi Covid-19 di Surabaya, Jawa Timur, berada di level 2 atau dengan risiko penularan rendah (zona kuning). Namun, Surabaya tidak tergesa-gesa menerapkan pembelajaran tatap muka atau persekolahan luar jaringan (luring) secara menyeluruh.
Senin (6/9/2021) merupakan hari pertama pembelajaran tatap muka (PTM) yang terbatas diadakan di 15 dari 377 sekolah menengah pertama negeri dan swasta. PTM diadakan di SMP Negeri 1, 2, 3, 10, 12, 15, 19, 26, 28, 46, 62 lalu yang swasta ialah YKBP 1, 17 Agustus, GIKI 2, dan Santa Maria. Bersamaan dengan tingkat SMP, sebagian sekolah dasar negeri dan swasta menempuh simulasi atau uji coba.
PTM untuk SMP dan simulasi untuk SD diadakan dengan kehadiran maksimal siswa siswi 25 persen dari kapasitas. Para pelajar yang hadir harus sudah mendapatkan vaksinasi minimal dosis 1, diizinkan oleh keluarga, dan lolos pemeriksaan kesehatan oleh satuan tugas sekolah tangguh.
Menurut Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi, PTM masih diadakan terbatas untuk menekan risiko situasi pandemi Covid-19 memburuk kembali dengan cepat. Aparatur dan masyarakat tidak bisa tergesa-gesa memaksa PTM menyeluruh karena kegiatan ini tetap berisiko dalam penularan. Surabaya tidak ingin PTM berkontribusi terhadap situasi pandemi di masa depan.
”Situasi pandemi dinamis. Jika situasi memburuk dan memaksa belajar kembali ke metode online (dalam jaringan) ya harus dipatuhi karena menyangkut keselamatan masyarakat,” kata Eri.
Sebagian siswa siswi yang mengikuti PTM misalnya di SMP Negeri 1 Surabaya tidak dapat menyembunyikan kegirangan mereka. Meski bertemu dengan sebagian teman, mereka berusaha keras untuk tidak sembrono mengabaikan protokol kesehatan yakni berdekatan atau bersentuhan.
Di sekolah, mereka belajar 2 jam atau maksimal empat mata pelajaran. Teman-teman yang tidak diizinkan hadir ke sekolah atau bukan jadwalnya, mengikuti secara daring. Selepas pelajaran di sekolah, ada yang melanjutkan dengan metode daring.
Situasi pandemi dinamis. Jika situasi memburuk dan memaksa belajar kembali ke metode online (dalam jaringan) ya harus dipatuhi karena menyangkut keselamatan masyarakat. (Eri Cahyadi)
Kepala SMP Negeri 3 Surabaya Sukarjo mengatakan, semua sivitas yang datang harus diperiksa terlebih dahulu suhu tubuhnya. Jika wajar, bisa melanjutkan ke sekolah dengan terlebih dahulu mencuci tangan di sarana yang telah disediakan. Suhu tubuh yang tinggi yang mengindikasikan ada gangguan kesehatan, terutama siswa atau siswi, akan diistirahatkan di unit kesehatan sekolah. Jika suhu tidak menurun dalam 30 menit, sivitas akan dibawa ke puskesmas untuk penanganan selanjutnya.
”Yang utama adalah siswa siswi hadir ke sekolah sudah atas izin keluarga. Pengantar, meski tidak boleh berada di dalam kompleks sekolah, turut diperiksa suhu tubuhnya dan diingatkan untuk disiplin protokol kesehatan,” kata Sukarjo.
Di SD Negeri Kaliasin 1, ada beberapa murid kelas VI yang mengikuti simulasi dengan tidak berseragam. Menurut Kepala SD Negeri Kaliasin 1 Sastro, ada empat murid yang datang terpaksa tidak berseragam karena pakaian tersebut sudah tidak muat.
Sejak Maret 2020, persekolahan pindah ke ruang virtual dimana terkadang para murid tidak diwajibkan berseragam atau memakai yang ada. ”Nah, jadi ada beberapa murid yang seragamnya tidak muat lagi. Tidak apa-apa, yang jelas mereka berpakaian rapi dan sopan,” kata Sastro.
Adapun SD Negeri Kaliasin 1 mengupayakan simulasi dengan sebaik-baiknya sebagai persiapan untuk PTM pada pekan depan. PTM di sekolah juga harus memperhatikan situasi pandemi di sekitarnya karena mayoritas murid berasal dari lingkungan terdekat. ”Kami berusaha dengan saksama agar PTM nantinya dapat berjalan dengan baik dan terhindar dari potensi penularan,” ujar Sastro.
Secara terpisah, Ketua DPRD Surabaya Adi Sutarwijono mengingatkan, aparatur untuk tetap waspada dan memantau perkembangan situasi pandemi. Untuk PTM, kepatuhan terhadap peraturan dan disiplin protokol kesehatan menjadi jaminan bahwa kegiatan ini tidak berisiko dalam penularan. ”Karena situasi pandemi dinamis, strategi penerapan pembelajaran juga perlu dinamis,” katanya.
Risiko rendah
Kepala Dinas Kesehatan Surabaya Febria Rachmanita mengatakan, sesuai penilaian Kementerian Kesehatan, situasi pandemi di ibu kota Jatim ini berada di level 2 atau risiko rendah. Perbandingan jumlah kasus psoitif dan tes Covid-19 atau positivity rate 1,6 persen sehingga di bawah standar Badan Kesehatan Dunia (WHO) yang 5 persen. Angka yang rendah memperlihatkan tingkat penularan kecil.
Selain itu, Surabaya dianggap mampu menerapkan pelacakan dengan baik. Rasio pelacakan 1:19 sehingga di atas standar nasional yang 1:15. Tes juga masif, yakni 58.000 sampel dalam sepekan, termasuk tertinggi di Indonesia dan melampaui standar WHO yang 1:1000 penduduk per pekan.
Tingkat kesembuhan 96 persen, sedangkan tingkat kematian atau fatalitas 3,7 persen. Keterisian tempat tidur di fasilitas kesehatan oleh pasien Covid-19 hanya 16,5 persen atau jauh di bawah situasi normal yang 50 persen. Di Surabaya sudah 1,359 juta jiwa warga yang mendapatkan vaksinasi dosis 1 dan dosis 2. Jumlah ini setara 62 persen dari sasaran vaksinasi. ”Kami mengupayakan dalam 1-2 bulan ini seluruh sasaran vaksinasi telah mendapatkan dosis 2,” ujar Febria.
Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Surabaya menginginkan situasi pandemi turun ke level 1 atau zona hijau. Program 3T, yakni tes, telusur, dan tangani, akan tetap digencarkan meski transmisi penularan sedang rendah.
Pelacakan akan tetap agresif ketika ada satu kasus baru muncul dengan rasio minimal 1:15. Seluruh sasaran pelacakan akan dites dan yang reaktif atau positif segara dievakuasi untuk isolasi sehingga diputus potensi penyebarannya.