Situasi pandemi Covid-19 berdampak pada perilaku dan kerja kebudayaan di masa depan. Kebudayaan mesti dimaknai tak hanya konservasi tradisi, tetapi juga berubah mengikuti perkembangan zaman yang dinamis.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kebudayaan dijadikan pemerintah sebagai salah satu dasar pembangunan manusia dan negara. Penting untuk memahami bahwa kebudayaan tidak hanya tentang konservasi tradisi, tetapi juga terbuka untuk berinteraksi dan berkembang dengan budaya baru.
Hal ini mengemuka pada orasi kebudayaan yang disampaikan budayawan dan sastrawan Goenawan Mohamad, Senin (6/9/2021), pada wisuda daring Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, Bali. Kegiatan ini juga dihadiri secara daring oleh Gubernur Bali, Wayan Koster, serta Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Tjahjo Kumolo.
Goenawan berpendapat, bila Covid-19 tidak dapat dikendalikan selama beberapa tahun ke depan, situasi tersebut akan berdampak pada perilaku dan kerja kebudayaan di masa depan. Hal ini berkaca dari wabah sampar yang terjadi pada abad ke-6 di Eropa. Selain menyebabkan kematian 5.000-10.000 orang per hari, wabah menyebabkan perubahan sosial besar di masyarakat.
Di sisi lain, dunia optimistis menghadapi pandemi karena ada kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan. Kemajuan itu sejalan dengan perubahan yang terjadi pada kehidupan masyarakat. Hal ini akhirnya berdampak juga pada kebudayaan.
Menurut Goenawan, kebudayaan Indonesia selalu dihadapkan pada dua sikap, yakni memprioritaskan budaya lama dan baru. Konservasi dan perubahan kebudayaan kerap bertubrukan. ”Kebudayaan tidak pernah bisa dipisahkan antara yang lama dan yang baru. Dalam hal yang menuntut hidup, bukan sekadar konservasi (yang dibutuhkan), melainkan elan kreatif,” tuturnya.
Ia melihat ada dua kelompok dengan pandangan berbeda. Kelompok pertama menilai tradisi lama bukan sumber utama perjalanan bangsa ke depan. Kelompok kedua menilai kebudayaan menjadi akar agar jati diri dan identitas bangsa tidak larut.
Padahal, identitas bangsa tidak dibentuk kebudayaan secara tunggal. Sebaliknya, identitas merupakan hasil interaksi dengan banyak unsur di luar diri. Identitas dimaknai sebagai proses membuka diri untuk menghadapi zaman.
Adapun kebudayaan akan terus berubah mengikuti zaman yang dinamis. Hal ini sedikit banyak tampak dari Surat Kepercayaan Gelanggang yang terbit di majalah Siasat pada 1950. Surat ini merupakan pernyataan sikap para sastrawan dan seniman terhadap seni budaya.
Bagian surat yang disorot Goenawan berbunyi, ”Kami tidak akan memberikan suatu kata ikatan untuk kebudayaan Indonesia. Kalau kami berbicara tentang kebudayaan Indonesia, kami tidak ingat kepada melap-lap hasil kebudayaan lama sampai berkilat dan untuk dibanggakan, tetapi kami memikirkan suatu penghidupan kebudayaan baru yang sehat.”
Gubernur Bali Wayan Koster menegaskan, kebudayaan merupakan haluan pembangunan Bali. Sejumlah kebijakan telah disusun untuk memajukan adat istiadat, serta tradisi seni budaya dan kearifan lokal, misalnya Peraturan Daerah Bali Nomor 4 Tahun 2020 tentang Penguatan dan Pemajuan Kebudayaan Bali.
Ia berharap agar perguruan tinggi berkontribusi memajukan kebudayaan. Kebudayaan agar diterapkan pada penelitian, pembelajaran, dan pengabdian masyarakat. ”ISI Denpasar diharapkan tidak hanya menjalankan fungsi untuk kepentingan internal. Program pendidikan agar diintegrasikan untuk membangun kebudayaan di Bali,” kata Wayan Koster.
Sementara Rektor ISI Denpasar I Wayan ”Kun” Adnyana mengatakan, pihaknya membenahi kurikulum sesuai dengan konsep Merdeka Belajar Kampus Merdeka. Selain melibatkan maestro hingga seniman untuk perkuliahan, kini mereka mengembangkan kreativitas seni dan desain berbasis teknologi.
ISI Denpasar juga meluncurkan Festival Bali Sangga Dwipantara untuk mendiseminasi karya seni itu. Festival ini berlangsung secara dalam jaringan atau daring dengan menyertakan karya maestro, seniman, budayawan, pekerja kreatif, dan mahasiswa.
Sementara itu, Menteri PANRB Tjahjo Kumolo berharap agar festival itu turut menjaga konsistensi pengembangan seni budaya berbasis kearifan lokal. Ia menambahkan, pemerintah berupaya peningkatan kualitas SDM agar industri kreatif berkembang.
”Saya berharap festival ini tidak hanya memamerkan karya seni yang ada, tetapi juga karya seni ciptaan baru. Ini menjadi mimbar berbagi pengetahuan akademik, seni, dan budaya,” kata Tjahjo.