Festival Bali Sangga Dwipantara, Menjaga Seni melalui Konservasi dan Kreasi
Festival nasional bertajuk “Bali Sangga Dwipantara” I-2021 dan orasi budaya mengisi acara wisuda sarjana dan pascasarjana XXVI ISI Denpasar, Senin (6/9/2021). Festival nasional menjadi wahana kreasi dan pelestarian seni.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA M PUTRA
·4 menit baca
DENPASAR, KOMPAS — Wisuda sarjana dan pascasarjana XXVI Institut Seni Indonesia Denpasar, Bali, Senin (6/9/2021), disemarakkan dengan pembukaan festival nasional bertajuk ”Bali Sangga Dwipantara” I-2021. Festival nasional, yang diselenggarakan ISI Denpasar, menjadi bentuk aktualisasi ruang diseminasi karya, praktik penciptaan, dan mimbar akademik seni budaya Nusantara.
Festival nasional ”Bali Sangga Dwipantara” 2021 dibuka Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo secara di dalam jaringan (daring), Senin (6/9/2021), serangkaian wisuda sarjana dan pascasarjana ke-26 Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar 2021. Tjahjo menyatakan, festival nasional itu menjadi wahana kreasi sekaligus pelestarian budaya serta upaya membangun kolaborasi secara luas.
Festival nasional bertajuk ”Bali Sangga Dwipantara” 2021 mengangkat tema ”Wana Citta Nuswantara”. Dalam festival tersebut diselenggarakan 11 program, di antaranya, mimbar talenta Nusantara (Bali Dwipantara Widya), pameran seni rupa Indonesia (Bali Dwipantara Adirupa), pergelaran virtual nasional (Bali Dwipantara Adinatya), dan seminar republik seni Nusantara (Bali Dwipantara Waskita), serta mimbar maestro Nusantara (Bali Dwipantara Diatmika).
Dalam acara wisuda itu, ISI Denpasar melepas 325 wisudawan, baik dari sarjana maupun dari pascasarjana. Rektor ISI Denpasar I Wayan Adnyana menyatakan mengapresiasi para wisudawan atas prestasi yang diraih.
”Mari, warnai jagat ini dengan pesona dan gagasan kreatif kalian,” kata Adnyana dalam tayangan acara wisuda yang diikuti secara daring, Senin (6/9/2021). ”Kita akan selalu bersama merawat Bhinneka Tunggal Ika di pertiwi Indonesia Raya,” ujar Adnyana dalam sambutannya.
Sebelumnya, Adnyana juga melaporkan inovasi dan terobosan yang dijalankan ISI Denpasar sebagai upaya ISI Denpasar mewujudkan diri menjadi kampus kebanggaan Bali.
Mari warnai jagat ini dengan pesona dan gagasan kreatif kalian. (Adnyana)
Adnyana menyebutkan, selama enam bulan terakhir, ISI Denpasar berinovasi mengembangkan Tri Dharma Perguruan Tinggi sistem pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengembangan, serta pengabdian masyarakat.
Caranya melalui pembenahan kurikulum dengan merumuskan dan memberlakukan kurikulum Merdeka Belajar-Kampus Merdeka ISI Denpasar. ISI Denpasar juga mengundang tokoh-tokoh bereputasi, baik dari kalangan maestro, profesional, maupun pakar pendidikan tinggi sebagai dosen tamu di ISI Denpasar.
Bali Sangga Dwipantara sebagai festival nasional, menurut Adnyana, juga dalam rangka penguatan inovasi Tri Dharma Perguruan Tinggi ISI Denpasar melalui aktualisasi ruang diseminasi karya, praktik penciptaan, dan mimbar akademik seni dan budaya.
Dalam rangkaian festival, ISI Denpasar memberikan penghargaan Bali Dwipantara Nata Kerthi Nugraha kepada lima tokoh seni, yakni I Wayan Gulendra, Tjokorda Istri Putra Padmini, Tjokorda Istri Rai Partini, dan Nungki Kusumastuti serta Agus Nur Amal ”PM Toh”.
Adapun Gubernur Bali Wayan Koster juga memberikan apresiasi positif bagi ISI Denpasar. Koster mengatakan, kegiatan Tri Dharma ISI Denpasar tidak hanya untuk kepentingan internal, tetapi keikutsertaan kampus dalam pengembangan seni tradisi secara kreatif dan inovatif. Apalagi, Pemerintah Provinsi Bali sudah mencanangkan kebudayaan sebagai haluan pembangunan di Bali.
”ISI Denpasar dalam menjalankan fungsi perguruan tinggi agar betul-betul memahami potensi seni dan budaya di Bali,” katanya ketika memberi sambutan serangkaian acara wisuda ke-26 ISI Denpasar, Senin (6/9/2021).
Memaknai pembukaan festival nasional ”Bali Sangga Dwipantara” 2021 itu, ISI Denpasar menayangkan pementasan bertajuk ”Umah Bersama Nusantara”. Pergelaran secara virtual itu menampilkan beragam kesenian yang dipertunjukkan para seniman dan maestro seni Indonesia, di antaranya, Nungki Kusumastuti, I Wayan Gulendra, Ni Luh Menek, dan Gusti Bawa Samar Gantang.
Orasi budaya
Wisuda ke-26 ISI Denpasar juga diisi dengan penyampaian orasi atau pidato budaya oleh Goenawan Mohamad dengan mengungkapkan, pandemi atau wabah mampu mengubah peradaban. Sastrawan dan juga budayawan itu menyebutkan contoh wabah sampar yang melanda Konstantinopel pada abad ke-6 Masehi dan wabah maut hitam (black death) pada abad ke-14 Masehi.
Adapun pandemi Covid-19, menurut dia, belum menunjukkan terjadinya perubahan secara mendasar terhadap peradaban seperti akibat wabah atau pandemi masa lampu. Namun, pandemi Covid-19 sudah memberi perubahan dalam kehidupan.
Pandemi Covid-19 yang berlangsung berbulan-bulan, menurut Goenawan Mohamad, memberikan tekanan pada kehidupan, termasuk pula tekanan terhadap pemahaman manusia tentang ruang dan waktu. Social distancing (menjaga jarak sosial) membuat umat manusia harus bernegosiasi dengan ruang. Kesakitan dan kematian terkait penyakit Covid-19, menurut dia, juga memberikan pemahaman baru bagi manusia tentang waktu.
Saat itu juga diungkap perihal ketegangan dalam percaturan kebudayaan, yakni sikap memprioritaskan yang baru dan mempertahankan yang lama. Dalam pidato budayanya berjudul ”Konservasi dan Produksi Kebaruan” juga disebutkan konservasi bukan semata-mata mengulang yang lama, melainkan juga memproduksi kebaruan sebagaimana realitas yang senantiasa berubah dan manusia yang juga berubah.