Rumah Peristirahatan Terakhir Eben Burgerkill
Aries Tanto, atau lebih dikenal dengan nama Eben atau Ebenz, gitaris dan penggerak band metal Burgerkill tutup usia pada Jumat (3/9/2021) sekitar pukul 16.00.
BANDUNG, KOMPAS — Aries Tanto atau lebih dikenal dengan nama Eben atau Ebenz, gitaris dan penggerak band metal Burgerkill, tutup usia pada Jumat (3/9/2021) sekitar pukul 16.00. ”Kepergiannya” mendadak ketika sedang merekam aksi bergitarnya untuk sebuah acara virtual. Peristirahatan terakhirnya adalah pekarangan rumah dia di daerah Batununggal, Kota Bandung, yang selalu terbuka bagi banyak musisi.
Anggi Pratiwi (38), istrinya, tidak menyangka Eben meninggalkan mereka sekeluarga dengan tiba-tiba. Pasangan ini dikaruniai tiga anak. Sejauh ini tidak ada keluhan kesehatan serius yang dilaporkan. ”Dia selalu tampak sehat, walaupun kemarin mungkin lelah setelah konser God Bless, tapi dia senang sekali. Setelah itu, dia juga merasa sanggup saat diajak shooting tadi pagi. Ternyata, tadi pagi itu kecup tangan terakhir saya kepada dia,” ujar Anggi. Suaranya parau menahan haru.
Anggi bangga dengan suaminya. Gitaris kelahiran Jakarta, 26 Maret 1975, ini adalah pekerja keras, penuh mimpi, dan ngotot ketika memiliki target dan tujuan. ”Dia selalu berpesan kepada anak-anaknya untuk menjunjung tinggi sopan santun. Meski ambisius, menghormati orang lain itu sangat penting. Ya, seperti yang ditunjukkan beliau semasa hidup kepada anak-anaknya,” ujar Anggi.
Jumat siang itu, Eben memenuhi undangan acara Distorsi Keras Magnumotion untuk merekam pertunjukan virtual bersama Padi Reborn. Gitaris Padi Reborn, Satriyo Yudi Wahono alias Piyu, membenarkan hal tersebut lewat pesan singkat.
”Padi dan Burgerkill tampil di acara yang sama, Distorsi Keras Magnumotion itu. Bugerkill perform sebelum Padi. Dia jatuh di stage di jeda pergantian lagu,” kata Piyu. Pengambilan gambar berlokasi di Jalan Gudang Selatan, Kecamatan Sumur Bandung. Pendiri band Burgerkill sejak 1995 ini sempat dibawa ke RS Bungsu di Jalan Veteran. Nyawanya tak tertolong.
Suasana haru menyelimuti rumah duka di Jalan Gumuruh, Kecamatan Batununggal, Kota Bandung, pukul 17.45 saat jenazah Eben tiba. Puluhan handai taulan yang umumnya berpakaian hitam menanti di sana.
Setelah sempat terpaku melihat jenazah dibawa masuk ke dalam rumah, mereka kemudian ikut menyusun kursi untuk para tamu. Berbagai tanaman, di antaranya anggrek dan kamboja, menghiasi taman di depan dan belakang rumah.
Dari dalam rumah, duka kian terasa. Isak tangis sesekali terdengar di dalam. Pukul 17.51 azan maghrib terdengar sendu, menyatu dengan isak haru para pelayat yang hendak mengantar kepergian Eben yang begitu mendadak.
Beristirahat di rumah
Jenazah Eben akan dimakamkan di pekarangan sisi depan rumahnya yang asri itu pada Sabtu (4/9/2021). Semuanya seperti menggenapi cinta Eben pada rumahnya, yang pernah ia lontarkan kepada Kompas beberapa waktu lalu.
”Karena di rumah ini saya menemukan kebahagiaan. Sampai mati saya ingin di sini saja,” ujar Eben ketika menerima Kompas pada Rabu (27/9/2017).
Rumah yang berdiri di lahan seluas 700 meter persegi itu selalu terbuka bagi banyak orang. Selain keluarga besar, rekan-rekan satu band, Eben sering mengundang musisi atau teman-teman datang dan tak jarang menginap beberapa hari di sana.
Samack, salah seorang karib Eben yang tinggal di Malang, beberapa kali menginap di rumah itu. ”Terakhir kali aku nginep di sana itu tahun 2019, habis acara Wacken Metal Battle Indonesia. Pokoknya setiap aku ke Bandung, selalu ’diculik’ Eben nginep di situ, enggak boleh ke mana-mana,” kenang Samack.
Waktu itu bukan cuma dia yang merasakan sarapan nasi uduk dan kopi free-flow, tetapi juga jurnalis Inggris dari majalah Metal Hammer, Dom Lawson.
Samack dan Dom tidur di lantai dua, di kamar yang penuh dengan koleksi album musik Eben, dengan pajangan sampul semua album Megadeth di dinding. Itu adalah kamar kerja Eben, sekaligus ruangan untuk mendengarkan musik. Eben adalah kolektor album fisik.
Samack mengenal Eben sejak Burgerkill baru terbentuk di tahun 1995. Dia sempat menyaksikan Burgerkill formasi awal berlatih lagu-lagu sendiri di Studio Palapa. Eben, yang baru pindah ke Bandung dari Jakarta ini, mengontrak sebuah rumah di daerah Ujungberung, tak jauh dari studio yang melegenda di kancah musik underground Ujungberung itu.
Baca juga : Perkenalan Burgerkill ke Mancanegara
”Aku juga sering diajak nginep di sana. Teman-teman lain dari Ujungberung juga. Koleksi kaset Eben paling ngeri, sampai bingung mau dengar yang mana. Kami sering bawa kaset kosong untuk merekam koleksi dia. Aku kenal band Minor Threat dan Brujeria, ya, dari koleksinya Eben,” kata Samack. Beberapa kali Eben pindah domisili, Samack selalu pernah singgahi.
Sebaliknya, setiap Burgerkill manggung di Malang, Samack dan teman-temannya selalu dicari Eben. Mereka bersua di belakang panggung, atau di hotel tempat Burgerkill diinapkan.
Kedekatan itu membuat Samack sulit mencerna kabar duka yang tiba-tiba menyambar di Jumat sore itu. ”Sejak dulu, Eben ini orang yang punya mimpi dan tekad besar mewujudkannya, dan dia berhasil. Burgerkill adalah band kecamatan (Ujungberung) tapi bisa tur ke mana-mana, sampai sebulan ngamen di Amerika (Serikat),” ujarnya.
Bahagia bersama God Bless
Penampilan pamungkas Eben di panggung terjadi pada konser 48 Tahun Godbless: Mulai Hari Ini yang ditayangkan secara virtual pada Selasa (31/8/2021) dari gedung International Convention Exhibition, Tangerang, Banten. Selain beraksi di panggung, Eben dan Agung, tandemnya di Burgerkill, juga berlaku sebagai pembawa acara.
Eben dan Agung memainkan gitar akustik di lagu ”Syair Kehidupan”. Mereka berdua juga mengisi bagian interlude lagu ”Musisi” bareng seluruh personel God Bless, dan empat gitaris lain, yaitu Cella dari band Kotak, Stevie Item dan Karis dari DeadSquad, serta Ezra Simanjuntak.
Denny MR, Media Relationship God Bless, menuturkan hal menggelitik di balik penampilan itu. ”Eben itu, kan, aslinya banyak main ritem. Nah, di lagu ’Musisi’, para gitaris ini diminta main solo. Agak bingung juga dia waktu latihan bareng pertama hari Sabtu (28/8/2021),” kata Denny, yang juga ada di studio tersebut.
”Ian (Antono, gitaris God Bless) bilang ke Eben, ’Ben, jangan main ritem, main melodi aja kayak yang lain.’ Posisi dia diapit Ian di sebelah kanan, dan Donny (Fattah, basis God Bless) di kiri. Setelah keluar dari tempat latihan, Eben cerita ke saya, ’Aduh, ngadegdeg (gemetar) saya.’ Dia buang napas seperti baru lolos dari lubang jarum,” kata Denny.
Pada saat geladi resik, pagi sebelum konser, Eben sempat kembali bersua dengan personel God Bless. Kali itu, Eben membawa piringan hitam album Semut Hitam untuk ditandatangani para idolanya itu. ”Dia kelihatan bahagia banget itu,” kata Denny.
Setelah manggung bareng God Bless, kata Denny, Eben mengajak God Bless tampil live di acara virtual besutannya Extreme Moshpit. Secara informal, manajemen dan anggota God Bless sudah setuju. Kabar duka itu membuat manajemen dan anggota God Bless masygul, seolah tak percaya.
Kepergian Eben meninggalkan kesan baik, sekaligus duka yang mendalam bagi God Bless. ”Kami amat sangat kehilangan. Kami menghormati dia sebagai musisi yang punya visi di kancah musik rock Indonesia,” ucap Denny mewakili God Bless. Dia menceritakan, Achmad Albar mengucapkan terima kasih kepada Eben, Burgerkill, dan manajemennya.
”Om Iyek (Achmad Albar, vokalis God Bless) bilang kepada teman-teman Burgerkill untuk terus menjaga semangatnya. Pergerakan teman-teman musisi seperti Burgerkill ini yang bisa membuat industri panggung dan rekaman jalan terus,” ucap Denny, menirukan pesan tertulis Albar.
Selain tumbuh bersama Burgerkill, Eben juga merancang dan menjalankan program Extreme Moshpit di kanal extrememoshpit.tv. Acara itu menampilkan band-band ”bawah tanah”, juga mengulas album-album baru. Menurut Samack, acara ini penting buat menjaga denyut band underground, bukan cuma dari Bandung, tapi dari seluruh Indonesia.
”Eben bahkan sudah berencana membuat studio khusus Extreme Moshpit di daerah Pasar Kosambi. Extreme Moshpit juga rencananya bikin majalah. Semula Eben berniat beli lisensi majalah Metal Hammer, tapi kemahalan,” kata Samack.
Sejak berdiri pada 1995 di Ujungberung, Burgerkill telah berganti-ganti anggota. Hanya Eben yang tak pernah hilang, persis seperti Achmad Albar di God Bless. Burgerkill telah menghasilkan lima album studio, yaitu Dua Sisi (2000), Berkarat (2003), Beyond Coma and Despair (2006), Venomous (2011), dan Adamantine (2018). Mereka juga pernah merekam album Killchestra (2020) berisi enam lagu dengan aransemen diiringi kelompok Czech Symphony Orchestra di Praha, Ceko.
Penghargaan tertinggi yang pernah diraih band ini adalah menggenggam piala Golden God’s Awards dari Metal Hammer tahun 2013 yang didatangi Eben dan vokalis Vicky Mono di London, Inggris. Mereka juga telah berkali-kali manggung di mancanegara, salah satunya tampil di festival metal terbesar Wacken Open Air tahun 2015 di Jerman. Semestinya, mereka tampil lagi di festival itu pada 2020, tetapi acara dibatalkan karena pandemi Covid-19.
Baca juga : Satu Lagi Jejak Penting Burgerkill
Selain tampil di festival besar, Burgerkill juga dikenal sebagai band yang getol bikin tur ke luar negeri. Mereka pernah menggelar tur lebih dari sepekan di Australia pada 2010. Terakhir, selepas album Adamantine, Burgerkill menggelandang selama 15 hari di Amerika Serikat.
Kepada Kompas, Eben mengaku menikmati tur. Namun, kenyamanan rumah selalu menjadi magnet untuk menariknya segera pulang. Dikelilingi keluarga tercinta, dekat dengan koleksi rekamannya serta ring basket, di rumah itulah Eben kini bersemayam. Horns up, metalheads!