Hadirkan Keluarga Alternatif pada Anak Korban Pandemi Covid-19
Anak yang kehilangan orangtua akibat Covid-19 membutuhkan penanganan yang komprehensif agar hak dasar mereka tetap terpenuhi. Kehadiran keluarga alternatif pun diharapkan bisa menjadi solusi.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Anak yang kehilangan orangtua akibat pandemi Covid-19 perlu mendapatkan penanganan komprehensif dalam jangka panjang. Program reunifikasi dan rehabilitasi sosial amat diperlukan. Itu bisa diberikan melalui kehadiran keluarga alternatif.
Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait dalam webinar bertema ”Perlindungan terhadap Anak yang Terdampak Covid-19” di Jakarta, Kamis (2/9/2021), mengatakan, anak yang terpaksa kehilangan orangtua karena Covid-19 rentan kehilangan hak atas pengasuhan. Kondisi tersebut juga membuat anak rentan menjadi korban perdagangan anak, perbudakan seks, kekerasan seksual, dan pelanggaran hak lainnya.
”Pemerintah harus segera melakukan program reunifikasi dan rehabilitas sosial agar anak bisa mendapatkan pengasuhan alternatif berbasis keluarga. Jadi harus dicarikan keluarga alternatif yang bisa memberikan hak pengasuhan pada anak secara utuh,” katanya.
Dalam pencarian keluarga alternatif tersebut, pemerintah perlu memastikan kelayakan pada calon keluarga yang dipilih. Pemerintah juga harus memastikan stimulus untuk biaya-biaya dalam kehidupan keluarga bisa terjamin.
Meski begitu, menurut Arist, pendataan terkait anak yang kehilangan orangtua mereka akibat pandemi harus dituntaskan terlebih dahulu. Hal tersebut sangat penting agar tidak hanya segelintir anak saja yang mendapatkan perlindungan. Seluruh anak berhak dilindungi oleh negara dan mendapatkan hak lain yang sifatnya fundamental, seperti hak pendidikan, kesehatan, pengasuhan, dan hiburan.
Pemerintah harus segera melakukan program reunifikasi dan rehabilitas sosial agar anak bisa mendapatkan pengasuhan alternatif berbasis keluarga. Jadi, harus dicarikan keluarga alternatif yang bisa memberikan hak pengasuhan pada anak secara utuh.
Program Manager Yayasan Lentera Anak Nahla Jovial Nisa menambahkan, perlindungan pada anak yang terdampak Covid-19, terutama yang kehilangan orangtua harus diberikan secara sistematis dan strategis. Sayangnya, itu belum berjalan dengan baik saat ini.
Mengutip data dari Kawalmasadepan.org, ia menyampaikan, setidaknya ada 50.000 anak Indonesia yang menjadi yatim atau piatu karena pandemi Covid-19. Angka kematian yang tinggi membuat banyak anak yang kehilangan orangtua mereka.
”Daya dukung komunitas juga menentukan penanganan pada anak yang kehilangan orangtuanya akibat pandemi. RT ataupun RW sebaiknya tidak hanya mendata warganya yang meninggal, tetapi juga mendapat anggota keluarga yang ditinggalkan. Komunikasi lebih lanjut bisa dilakukan sehingga anak yang ditinggalkan bisa mendapatkan pengasuhan alternatif yang tepat,” kata Nahla.
Pengasuhan alternatif tersebut amat penting karena tidak jarang anak yang salah pengasuhan justru mendapatkan kekerasan. Karena itu, alur yang sistematis perlu disiapkan terkait pelaporan anak yang kehilangan orangtua akibat pandemi, mulai dari tingkat RT/RW sampai ke pemerintah daerah dan pusat.
Penularan Covid-19 pada anak
Pengajar dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK) Universitas Gadjah Mada/RSUP Dr Sardjito, Ida Safitri menuturkan, perlindungan pada anak pada masa pandemi perlu diberikan secara optimal karena anak juga rentan tertular Covid-19. Sejumlah kondisi juga bisa menyebabkan keparahan yang timbul akibat Covid-19.
Adapun faktor risiko keparahan yang bisa terjadi, antara lain pada anak berusia 0-3 bulan, anak dengan riwayat kelahiran prematur, obesitas, memiliki komorbid, serta memiliki kadar vitamin D yang rendah. Anak yang tertular Covid-19 dapat mengalami long Covid atau gejala Covid-19 yang berkelanjutan.
”Meski kebanyakan anak yang terinfeksi Covid-19 tidak bergejala, data penelitian menunjukkan adanya efek jangka panjang pada anak selama beberapa bulan setelah terinfeksi Covid-19,” kata Ida.
Gejala long Covid yang umum seperti insomnia, gangguan pernapasan, kelelahan, nyeri otot dan sendi, sulit berkonsentrasi, dan nyeri dada. Gejala ini bisa muncul pada anak yang sebelumnya tidak bergejala maupun bergejala pada anak dengan usia rata-rata 11,4 tahun.
Ida mengatakan, long covid lebih banyak ditemukan pada anak perempuan dengan usia lebih dari enam tahun. Sebanyak 42,6 persen anak dengan gejala long covid merasa stres dan terganggu selama lebih dari 120 hari. Selain itu, satu dari 20 orangtua pun merasakan ada perbedaan sikap pada anak setelah terkena Covid-19, seperti perubahan nafsu makan, pola tidur, dan emosi.
”Pencegahan pada penularan Covid-19 menjadi sangat penting pada anak. Protokol kesehatan perlu dilakukan secara konsisten. Pada anak usia 12-17 tahun juga harus dibarengi dengan vaksinasi,” tuturnya.