Penghargaan sebagai Kontrak Sosial bagi Watchdoc Documentary
Rumah produksi Watchdoc Documentary menerima Penghargaan Ramon Magsaysay. Sejumlah tokoh seperti Dalai Lama, Bunda Teresa, Ali Sadikin, Abdurrahman Wahid dan Mochtar Lubis pernah menerima penghargaan serupa.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penghargaan Ramon Magsaysay kategori Emergent Leadership atau kepemimpinan yang diraih dinilai menjadi kontrak sosial bagi Watchdoc Documentary. Penghargaan itu menjadi pendorong bagi rumah itu untuk membuat lebih banyak film dokumenter untuk advokasi publik dan menjangkau lebih banyak audiens.
Penghargaan itu diberi atas kontribusi mereka dalam menyorot beragam isu, baik sosial, lingkungan, maupun hak asasi manusia ke publik. Watchdoc juga dinilai telah memberdayakan komunitas rentan dan terpinggirkan. Rumah produksi yang berdiri sejak 2009 ini juga dinilai menginspirasi generasi muda untuk mencari kebenaran lewat film-film dokumenter yang dihasilkan.
Salah satu pendiri Watchdoc, Dandhy Dwi Laksono, pada Selasa (31/8/2021) saat dihubungi dari Jakarta, mengatakan, penghargaan ini seperti kontrak sosial yang dianugerahkan kepada mereka. Penghargaan ini mendorong mereka untuk bekerja lebih keras, membuat lebih banyak film dokumenter untuk advokasi publik, dan menjangkau lebih banyak audiens.
Selama 12 tahun Watchdoc telah memproduksi sekitar 300 judul film dokumenter. Beberapa di antaranya Sexy Killers, Tenggelam dalam Diam, The Endgame, Dilarang Sakit, dan Alkinemokiye. Pada 2012, Alkinemokiye yang menceritakan kisah pekerja tambang di Papua mendapat penghargaan Screen Below the Wind dari Southeast Asia Documentary Film Festival.
”Sebanyak 60 persen (dari penghargaan ini) membuat shock dan jadi beban moral, sementara 40 persen lainnya suntikan energi bagi kami. Kami rasa penghargaan ini diberikan bukan karena kami sudah melakukan sesuatu, tapi justru untuk melakukan sesuatu,” ucap Dandhy.
Sebelumnya, Watchdoc meraih penghargaan Gwangju Prize for Human Rights pada Januari 2021. Penghargaan ini diberikan oleh May 18 Foundation dari Korea Selatan. Karya yang dihasilkan Watchdoc dinilai berkontribusi terhadap promosi hak asasi manusia.
Kami rasa penghargaan ini diberikan bukan karena kami sudah melakukan sesuatu, tapi justru untuk melakukan sesuatu.
Presiden Ramon Magsaysay Award Foundation Susan Afan mengatakan, karya-karya Watchdoc mengangkat isu yang tidak banyak dibicarakan atau dihindari orang. Selain itu, karya Watchdoc didistribusikan ke generasi baru untuk advokasi.
Penerima penghargaan
Ramon Magsaysay merupakan anugerah tahunan yang disebut sebagai ”Nobel versi Asia”. Judul penghargaan ini mengambil nama Presiden Filipina terdahulu, Ramon Magsaysay. Mendiang Ramon dianggap berjasa membawa negaranya ke masa jaya melalui iklim demokrasi yang baik dan bebas korupsi.
Penghargaan ini diberikan sejak 1957 kepada individu atau organisasi yang dinilai unggul di bidangnya masing-masing. Beberapa tokoh besar yang menerima penghargaan ini adalah Dalai Lama dari Tibet (1958) dan Bunda Teresa dari India (1962).
Sejumlah tokoh Indonesia juga tercatat pernah menerima Penghargaan Ramon Magsaysay. Beberapa di antaranya Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin pada 1971, Presiden ke-4 Indonesia Abdurrahman Wahid (1993), sastrawan Pramoedya Ananta Toer (1995), hingga Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK (2013).
Tokoh lain yang menerima penghargaan ini adalah wartawan senior mendiang Mochtar Lubis pada 1958. Hadiah uang 25.000 dollar AS yang ia terima kala itu dibaktikan untuk kemerdekaan pers di Indonesia (Kompas, 1/11/1966).
Ahli botani sekaligus Kepala Kebun Binatang Ragunan di Jakarta Benyamin Galdstaun juga menerima Penghargaan Ramon Magsaysay pada 1977. Ia dianggap berjasa karena memelihara kehidupan margasatwa daerah tropis (Kompas, 8/8/1977).
”Selain terkejut dan senang, kami juga merasa bahwa kami belum ’sejauh’ itu. Namun, dengan rendah hati kami menerima penghargaan ini,” kata pendiri Watchdoc, Andhy Panca Kurniawan.
Dandhy menyebutkan, penghargaan ini menjadi tanggung jawab untuk mengembangkan Watchdoc. Ia berencana untuk memperkuat fondasi perusahaannya agar berkelanjutan. Ini akan dilakukan dengan mencari sumber-sumber dana independen agar mereka dapat berkarya secara independen pula. Kemitraan strategis dengan beragam pihak juga akan dijalin.
Film-film dokumenter lain akan diproduksi. Dandhy berharap, film-filmnya bisa membantu mengadvokasi publik soal isu yang dihadapi masyarakat.