Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, bunuh diri berarti ‘sengaja mematikan diri sendiri’. Karena itu, penggunaan istilah bunuh diri dalam sepak bola tidak sepenuhnya benar.
Oleh
Agus Tridiatno
·3 menit baca
Saban ada kejuaraan besar sepak bola, pikiran saya resah dengan istilah “gol bunuh diri” dari mulut penyiar televisi maupun tangan wartawan surat kabar. Mengapa istilah “bunuh diri” digunakan untuk menyebut gol dari seorang pemain gagal menghalau bola agar tidak masuk ke gawang timnya?
Sulit menerima bahwa kapten kesebelasan Denmark, Simon Kjaer, “bunuh diri” ketika mati-matian ingin menyelamatkan gawangnya dari bola umpan deras Bukayo Saka yang akan disergap Raheem Sterling dalam semifinal Piala Eropa, 8 Juli 2021. Usaha mati-matian Simon Kjaer tak berhasil. Bola yang dihalau justru masuk ke gawangnya sendiri.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, bunuh diri berarti ‘sengaja mematikan diri sendiri’. Kesengajaan adalah faktor terpenting dalam tindak bunuh diri. Bila tak ada kesengajaan, sebuah tindakan tak bisa disebut bunuh diri. Sangat jelas bahwa dalam gol-gol Piala Eropa 2020 yang disebut “gol bunuh diri” itu sama sekali tak ada unsur sengaja dari Kjaer, Dubravka, Merih Demiral, Mats Hummmel, Raphael Guerreiro, Ruben Dias, Pedri, Denis Zakaria, Juraj Kucka, Wojciech Szczesny, dan Lukas Hradecky untuk memasukkan bola ke gawang mereka. Tak tepat menyebutnya “gol bunuh diri”.
Usul saya istilah “gol bunuh diri” tidak dipakai untuk menyebut gol-gol seperti di atas. Dicari saja istilah yang tepat, misalnya “gol sendiri” (own goal) seperti digunakan dalam bahasa Inggris. Di samping itu, seyogianya istilah “bunuh diri” sesedikit mungkin digunakan dalam ujaran karena tindakan bunuh diri memang dilarang secara moral. Semakin jarang digunakan di dalam ujaran, diharapkan tindakan bunuh diri juga tak akan muncul dalam khayalan dan pikiran orang.
Tambahan pula, menggunakan istilah “gol bunuh diri” akan mengingatkan dosa lama persepakbolaan Indonesia yang pernah dinodai oleh gol-gol yang sungguh-sungguh “bunuh diri” karena para pemain dengan sengaja memasukkan bola ke gawang tim mereka sendiri. Dalam pertandingan “sepak bola gajah” antara PSS Sleman dan PSIS Semarang pada 2014, lima gol disarangkan oleh pemain PSS Sleman dan PSIS Semarang ke gawang mereka sendiri. Akibatnya PSSI diganjar hukuman oleh FIFA berupa larangan menyelenggarakan kompetisi dalam kurun 2015 – 2016.
Lebih memalukan lagi kasus Piala Tiger 1998 pada pertandingan Indonesia melawan Thailand. Demi mengejar posisi juara kedua untuk menghindari pertandingan melawan tim Vietnam, pemain Indonesia, Mursyid Effendi, sengaja memasukkan bola ke gawang Indonesia sendiri, sementara pemain Indonesia lainnya, Kurnia Sandi, diam saja dan tak berusaha menyelamatkan gawangnya. Mursyid Effendi diganjar larangan bermain seumur hidup dan denda uang.
Semoga dengan mengganti istilah “gol bunuh diri,” tindakan tercela melakukan “gol bunuh diri” yang mencederai sportivitas dalam sepak bola juga hilang. Begitu pula tindakan bunuh diri yang dilarang secara moral itu.