Cakupan Vaksin dan Screening Sangat Penting Saat PTM Terbatas Digelar
Percepatan vaksinasi pada anak, guru, dan tenaga kependidikan sangat urgen untuk menjamin keamanan pembelajaran tatap muka terbatas di sekolah.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Pertemuan tatap muka terbatas di sekolah tidak sekadar memenuhi syarat protokol kesehatan. Cakupan vaksinasi di sekolah, baik guru maupun siswa harus menjadi perhatian, minimal 70 persen agar kekebalan komunitas sudah terbentuk. Untuk itu, kebijakan yang mendorong pertemuan tatap muka atau PTM terbatas di sekolah harus dibarengi dengan tindakan nyata mempercepat vaksinasi warga sekolah dan rutin melakukan penyaringan atau screening.
Pelaksanaan PTM terbatas menjadi kebijakan pemerintah daerah (pemda). Karena itu, komitmen pemda meningkatkan penelusuran (tracing), tes (testing), dan perawatan (treatment) harus tetap dilaksanakan untuk memastikan agar positivity rate di bawah 5 persen sebagai syarat aman membuka sekolah. Meskipun PTM terbatas berjalan, tapi pembelajaran tatap jauh (PJJ) juga tetap harus disiapkan secara berkualitas.
“KPAI mendukung PTM terbatas di masa pandemi dengan empat syarat di atas,” kata Anggota Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti di acara Rapat Koordinasi Nasional Hasil Pengawasan KPAI Terkait PTM dan Program Vaksinasi Anak Usia 12-17 Tahun Berbasis Sentra Sekolah, Senin (30/8/2021).
Dari hasil pengawasan KPAI pada Januari-Juni 2021 di 42 sekolah/madrasah, di 12 kabupaten/kota dan 7 provinsi, hasilnya 79,54 persen sekolah/madrasah siap menggelar PTM di masa pandemi. Kondisi ini naik signifikan dibandingkan tahun lalu yang baru mencapai sekitar 16,5 persen.
Terkait vaksinasi anak usia 12-17 tahun, KPAI menyurvei 86.2886 siswa dari 34 provinsi. Sebanyak 88,2 persen siswa bersedia divaksin, 6,5 persen ragu-ragu, dan 3 persen tidak bersedia.
“Walau bersedia divaksin, baru 35,9 persen yang sudah mendapatkan vaksin. Sayangnya cakupan vaksin untuk anak di berbagai daerah tidak merata. Vaksin dengan sentra sekolah dirasa nyaman oleh anak,” ujar Retno.
Hingga saat ini, Kemendikbudristek menyerahkan pembukaan sekolah pada Pemda. Karena itu, penting bagi daerah untuk berkoordinasi dengan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), KPAI, maupun epidemilog di daerah masing-masing untuk memastikan keamanan anak.
“Dalam masa pandemi, hak hidup anak nomor satu, nomor dua hak kesehatan. Lalu ketiga bisa pendidikan karena masih bisa dikejar,” kata Retno.
Sayangnya terkait PTM terbatas yang diatur dalam SKB 4 Menteri yang beberapa kali direlaksasi, sifatnya bukan penguatan, tapi pelonggaran. Sebagai contoh, untuk PTM terbatas di level 1-3 tidak lagi mensyaratkan vaksinasi guru dan tenaga kependidikan (GTK). Meskipun vaksinasi anak-anak sudah berjalan, juga tidak diwajibkan.
“Seharusnya jika Kemendikbudristek ingin PTM terbatas digelar, jadi dorongan agar vaksinasi GTK dan anak dipercepat, merata di semua daerah,” ujar Retno.
Menurut Retno, PTM terbatas tidak menjamin learning loss segera teratasi. Sebab, PTM hanya dua jam/dua hari dalam seminggu. Dengan demikian, PJJ tetap berjalan. Karena itu, harus ada strategi untuk mengajarkan materi sulit atau praktik di model tatap muka, sedangkan materi rendah dan sedang di model daring.
Kondisi penutupan sekolah diakui menimbulkan berbagai dampak buruk bagi anak. Selain soal pembelajaran, ada ancaman putus sekolah, lalu menikah di usia anak, hingga bekerja. Di tahun 2020, ada 119 kasus anak menikah sehingga putus sekolah. Untuk tahun 2021, ada 33 kasus. Ditemukan pula anak yang terpaksa putus sekolah karena kecanduan gadget/kecanduan gim online.
Retno mengatakan PTM terbatas memang dilema. Data IDAI dari 8 kasus yang ditemukan, satu diderita usia anak, sedangkan kematian di 3-5 persen, pernah masuk dalam kelompok tertinggi di dunia.
Masih Tinggi
Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono mengatakan, kasus peningkatan penderita Covid-19 pada orang dewasa yang terkonfirmasi sejalan dengan peningkatan pada kasus anak. Ketika kasus pada dewasa meningkat (kluster keluarga) meningkat.
“Penting dicermati, karena anak enggak hanya jadi korban terpapar, tapi anak bisa juga jadi carrier. Kasus kematian pada dewasa, juga diikuti kematian anak. Kasus kematian anak belum turun signifikan dan meningkat di beberapa daerah karena keterlambatan (penanganan),” jelas Dante.
Kasus konfirmasi pada anak meningkat. Dari 12-13 persen, sekarang 15 persen, dan belum menurun. Kematian sekitar 2 persen pada anak. Anak-anak ini sumber primer dari kasus primer di keluarga.
Terkait PTM terbatas, Kemenkes meminta ketika ada kluster sekolah, harus dicermati sedini mungkin sehingga tidak ada peningkatan. Karena itu, evaluasi bukan saja di awal proses pembelajaran.
“Tapi evaluasi screening berkala kalau terjadi kluster baru. Anak diperiksa berkala sehingga tidak jadi sumber kluster di kasus dewasa. Sebab, prokes untuk anak tidak sesederhana yang kita pikirkan, terutama untuk anak di kelas rendah,” kata Dante.
“Untuk PTM terbatas, kami wajibkan ada pemeriksaan screening berkala. Ini penting untuk dilakukan,” ujar Dante.
Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda mengatakan darurat pendidikan pada pendalaman kuantitas dan kualitas sudah luar biasa. “Salah satu opsi terbaik dalam rangka untuk menyudahi darurat pendidikan yang mengalami persoalan ini ya PTM. Dengan pertimbangan sulit, PTM jadi opsi paling baik untuk sehari-hari. Tugas kita semua bagaimana PTM bisa terlaksana di lapangan tanpa efek atau ekses apapun,” kata Syaiful.
Menurut Syaiful, masih ada kendala yang dihadapi Kemendikbudristek untuk mendorong sekolah di PPKM level 1-3 untuk mulai belajar. Alasannya, Pemda belum memberi ijin.
“Ini tidak bisa saling lempar. Kemendikbudristek harus turun langsung ke lapangan dan mendalami kendala atau masalah apa yang bisa dibagi tanggung jawabnya antar pusat dan daerah,” ujar Syaiful.
Terkait vakinasi GTK dan siswa, Kemendikbudristek didorong untuk terus mengupayakan prioritas. Kondisi ini memang sulit untuk mewajibkan vaksin sebagai syarat PTM.
“Masukan KPAI untuk bahan rujukan sehingga PTM bisa dilaksanakan dengan berbagai syarat untuk menyelamatkan peserta didik secara mental fisik dan ilmu pengetahuan. Laksanakan PTM dengan syarat mutlak, aman,” kata Syaiful.