Konten Positif Penting untuk Membangun Solidaritas Bangsa
Para dosen diminta untuk dapat membuat konten-konten positif yang dapat membangun solidaritas bangsa. Namun, hal itu harus dilandasi dengan terlebih dahulu membaca konten-konten yang tepat.
Oleh
HARYO DAMARDONO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Para dosen diminta untuk dapat membuat konten-konten positif yang dapat membangun solidaritas bangsa. Namun, hal itu harus dilandasi dengan terlebih dahulu membaca konten-konten yang tepat.
Demikian dikatakan Rektor Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Jamal Wiwoho, Jumat (27/8/2021), saat membuka diskusi literasi digital bertajuk ”Banjir Informasi, Memilah Hoaks, dan Berita Bohong”. Diskusi itu merupakan hasil kerja sama antara harian Kompas dan Djarum Foundation.
”Semoga dengan Kompas.id, dapat meningkatkan minat membaca dan menulis. Juga ada ide-ide baru dari sana,” ujar Jamal. Dalam diskusi itu, para dosen dan mahasiswa UNS pun memang diperkenalkan dengan www.kompas.id dan fitur-fitur di dalamnya.
Rektor UNS juga berharap supaya para mahasiswa yang kini didominasi para milenial dapat membuat konten-konten inovatif dan kreatif. ”Konten-konten itu harus dapat membangun kaum muda itu sendiri. Dan, dengan demikian literasi digital begitu penting,” ujar Jamal yang juga mengamati peningkatan konsumsi media sosial.
Berdasarkan data yang ditemukannya, menurut Jamal, konsumsi media sosial melalui perangkat elektronik di Indonesia begitu tinggi. ”Orang Indonesia bisa menatap gadget selama 9 jam dalam sehari. Orang Indonesia juga masuk dalam lima besar dunia dalam hal kecerewetan di media sosial,” ujarnya.
Teknologi, kata Jamal, memang dapat memudahkan komunikasi, tetapi di sisi lain dapat disalahgunakan. ”(Teknologi) dapat menyebarkan berita hoaks, bahkan dapat untuk mengancam atau memeras,” katanya.
(Teknologi) dapat menyebarkan berita hoaks, bahkan dapat untuk mengancam atau memeras.
Pemimpin Redaksi Harian Kompas Sutta Dharmasaputra, selaku pemateri dalam diskusi itu, mengatakan, saat ini sangat marak beredar kabar bohong. ”Informasi salah tidak hanya menyesatkan, tetapi juga bisa membinasakan. Terlebih saat pandemi di tengah era banjir informasi saat ini,” katanya.
Sutta menambahkan, pertumbuhan teknologi internet dan media sosial yang melampaui pertumbuhan manusia di dunia membuat informasi sangat masif. Tak sedikit informasi yang beredar tersebut jauh dari kebenaran.
”Dalam liputan kami, ditemukan ada hoaks soal informasi terkait Covid-19 yang menyebabkan kematian. Informasi bohong yang diyakini oleh seseorang menyebabkan dia tidak maksimal mendapatkan pengobatan sehingga meninggal dunia,” kata Sutta.
Akibat berita bohong, ditambahkan Sutta, ada perpecahan di keluarga, bahkan sampai mengganggu relasi antarkelompok masyarakat.
”Kementerian Komunikasi dan Informatika merilis ada 1.656 temuan isu hoaks selama 23 Januari 2020 hingga 22 Juni 2021. Kompas dan Kompas.id hadir untuk menjawab keresahan tersebut karena kami memiliki jurnalisme presisi, liputan investigasi dan produk jurnalistik lain yang bisa dipertanggungjawabkan,” ujar Sutta.
Dekan Fakultas Teknik UNS Sholihin As’ad pun menanyakan, peran apa yang dapat dilakukan perguruan tinggi untuk melawan berita bohong. ”Di kampus yang lebih populer itu korpus, yang daya jangkaunya (ke masyarakat) tidak sebaik Kompas, misalnya,” katanya.
Sutta pun mengajak para dosen UNS, para sivitas akademika, untuk berkolaborasi dengan media. ”Siapa tahu ada banyak pemikiran dari para dosen yang dengan keahliannya dapat meluruskan berbagai hal. Perguruan tinggi dan media harus berkolaborasi untuk meluruskan berita bohong,” ujarnya.