Pendampingan Orang Dewasa, Kunci Pemulihan Batin Anak Setelah Kehilangan Orangtua
Anak-anak perlu dibantu untuk mengatasi kedukaan setelah ditinggal orangtua yang meninggal karena Covid-19. Pendampingan dari orang dewasa menjadi penting.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kehilangan orangtua secara mendadak dan dalam waktu singkat karena pandemi Covid-19 berdampak ke kondisi psikologis anak. Memulihkan batin anak dari kedukaan pun menjadi penting. Hal ini akan menentukan pertumbuhan dan perkembangan anak yang optimal.
Per 20 Juli 2021, Satuan Petugas Penanganan Covid-19 mencatat ada 11.045 anak di Indonesia menjadi yatim, piatu, atau yatim piatu karena orangtuanya meninggal akibat Covid-19. Data Laman Imperial College London memprediksi jumlah anak yang kehilangan orangtua di Indonesia sebanyak 38.127 orang (Kompas, 23/8/2021).
Psikolog anak dan keluarga, Mira Amir, mengatakan, kondisi yang dialami anak berbeda-beda. Ada yang kehilangan satu atau kedua orangtua, ada yang masih memiliki saudara setelah ditinggal orangtua, tetapi ada juga yang menjadi sebatang kara. Situasi duka ditambah kondisi pandemi menimbulkan kecemasan pada anak.
”Duka anak umumnya berlangsung cukup lama. Ini berlaku untuk anak usia berapa pun. Untuk alasan apa pun, kehilangan orangtua itu bukan duka yang mudah buat anak,” kata Mira saat dihubungi di Jakarta, Senin (23/8/2021).
Pendampingan orang dewasa menjadi penting. Orang dewasa mesti memberi ruang bagi anak-anak untuk berduka, tidak memaksa mereka untuk lekas pulih dari kedukaan, dan tidak memaksa anak untuk segera dekat dengan pengasuh baru mereka.
Mira mengutarakan, anak yang berduka dapat kehilangan konsentrasi, motivasi bersekolah, dan menjadi murung. Merespons kondisi itu, orang dewasa dapat mendampingi anak sembari mengajarkan kesadaran tubuh atau mindfulness.
”Jika anak belum sanggup membayangkan masa depannya karena ini, lebih baik ajarkan anak untuk fokus pada hari ini. Pastikan mereka bisa makan, tidur, hingga mengikuti pelajaran sekolah,” ujar Mira.
Ekspresikan duka
Sebelumnya, psikolog anak dan keluarga di Klinik Terpadu Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Anna Surti Ariani, mengatakan, anak-anak perlu dibantu untuk mengekspresikan kesedihannya. Salah satu caranya ialah mengembalikan anak ke rutinitas mereka, seperti bangun pagi, mandi, sarapan, sekolah, bermain, dan tidur. Ini agar anak-anak mempunyai pegangan hidup mereka kembali.
Pengasuh juga dapat menyediakan pojok duka bagi anak di rumah. Pojok itu bebas digunakan setiap kali anak merasa sedih atau rindu orangtua. Agar ada medium untuk mengenang, pengasuh dapat memberi barang peninggalan orangtua untuk anak.
Jika anak belum sanggup membayangkan masa depannya karena ini, lebih baik ajarkan anak untuk fokus pada hari ini. Pastikan mereka bisa makan, tidur, hingga mengikuti pelajaran sekolah.
”Anak yang mengekspresikan kesedihan akan lebih mudah menerima (kenyataan) dan move on. Mereka akan memahami bahwa orangtua telah meninggalkan mereka dan tidak akan kembali lagi. Mereka kemudian akan memahami bahwa hidup tetap bisa berjalan walau orangtua tidak lagi mendampingi,” ucap Mira.
Pihak yang dianjurkan untuk mengasuh anak-anak tersebut ialah yang memiliki hubungan darah. Hal itu agar anak tetap dekat dengan “akar” dirinya dan memahami silsilah keluarga. Pihak yang mengasuh pun perlu memiliki kasih sayang serta mampu menyediakan fasilitas untuk pertumbuhan dan perkembangan anak.
Anna menambahkan, para wali baru dapat membentuk kelompok dukungan atau support group. Kelompok ini juga untuk berbagi cerita hingga inspirasi pengasuhan. Kelompok masyarakat tingkat RT juga didorong ikut memperhatikan kehidupan anak.
Saat dihubungi terpisah, Kepala Divisi Pengawasan, Monitoring, dan Evaluasi Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jasra Putra mengatakan, ada beberapa skema pengasuhan bagi anak yatim piatu. Skema pertama dan terutama ialah anak diasuh oleh keluarga. Kedua, anak diasuh keluarga angkat selama setahun. Ketiga, anak diasuh di lembaga pengasuhan. Skema ketiga menjadi pilihan terakhir.
Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pengasuhan Anak. Adapun partisipasi anak dalam pengambilan keputusan pengasuhan diperlukan.
”Kami berharap agar dampak situasi (pandemi) ke anak yatim piatu tidak diabaikan karena mereka juga manusia. Mereka butuh perhatian kita bersama dan negara,” kata Jasra.