Anak Korban Pandemi Butuh Pendampingan Jangka Panjang
Penanganan anak-anak yang kehilangan orangtua secara mendadak di masa pandemi Covid-19 membutuhkan dukungan semua pihak. Selain pemulihan trauma, dukungan pendidikan dan layanan kesehatan perting untuk masa depan mereka.
JAKARTA, KOMPAS — Anak-anak yang kehilangan orangtuanya karena Covid-19 tidak hanya membutuhkan dukungan jangka pendek, tapi juga pendampingan psikososial jangka panjang. Agar dukungan dan pendampingan tepat sasaran, diperlukan pendataan yang akurat tentang kondisi anak dan kebutuhannya.
Terkait hal itu, pemerintah sedang melaksanakan koordinasi lintas sektor untuk membenahi pendataan anak yatim piatu yang orangtuanya meninggal akibat Covid-19. Ditargetkan, pendataan selesai dilakukan pada pekan ini sehingga program terkait dukungan kepada anak yang terdampak Covid-19 bisa segera dijalankan.
Data yang akurat mengenai kondisi anak saat ditinggalkan orangtua jadi sangat penting. Sebab, setiap anak yang kehilangan orangtua dalam waktu mendadak memiliki faktor risiko berbeda-beda. Oleh karena itu, perlu pemetaan mengenai berapa umurnya, kondisi sosial ekonomi, serta bagaimana dukungan keluarga dan lingkungan.
”Anak-anak yang kehilangan orangtua ini merupakan hidden pandemic (pandemi tersembunyi) yang selama ini tidak diperhitungkan. Mereka butuh bantuan sesegera mungkin untuk atasi beban psikis serta perlu pendampingan dalam jangka panjang,” kata Ketua Laboratorium Intervensi Sosial dan Krisis Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Dicky Pelupessy, di Jakarta, Senin (23/8/2021).
Kehilangan orangtua secara tiba-tiba karena Covid-19 merupakan beban psikologis dan sosial yang sangat berat bagi anak. Aspek psikososial ini harus menjadi perhatian utama, selain bantuan ekonomi dan pendidikan untuk mereka. Persoalan anak-anak yang ditinggal orangtua juga bisa berbeda-beda.
”Selain menyediakan kebutuhan anak, orangtua juga bertugas membantu anak melewati fase perkembangan mulai dari aspek kognitif, moral, hingga sosial sehingga mereka tumbuh baik. Ada kebutuhan anak yang berbeda di setiap fase umur ini,” tuturnya.
Baca juga: Mereka yang Kini Harus Menjadi Yatim Piatu...
Karakter khas di Indonesia, anak-anak yang ditinggal orangtuanya biasanya akan diasuh oleh keluarga besar mereka. Namun, dalam situasi pandemi seperti saat ini, banyak yang keluarga besarnya juga terdampak, dari aspek kesehatan maupun sosial-ekonomi sehingga menurunkan daya dukung.
Dengan kompleksitas masalah yang dihadapi anak-anak ini, perlu ada satuan tugas khusus perlindungan anak-anak korban pandemi yang melibatkan berbagai pihak. ”Jadi, bukan hanya vaksin yang harus dipercepat, tapi juga ada strategi perlindungan anak jangka pendek, menengah, hingga panjang,” katanya.
Wahyu Kustianingsih, sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, dalam diskusi daring bersama Sonjo Angkringan, Minggu (22/8/2021), mengatakan, menyerahkan anak-anak yang ditinggal orangtuanya ke keluarga besar tidak berarti menyelesaikan masalah. Keluarga baru bagi anak-anak ini harus didampingi. ”Kalau, misalnya, anak-anak ini sudah diserahkan keluarga besarnya, lingkungan terdekat juga turut memantau kondisinya,” ungkapnya.
Setiap anak juga membutuhkan pendampingan spesifik, sesuai kondisi masing-masing. Dia mencontohkan kasus Vino (10) dari Kutai Barat, Kalimantan Timur, yang kehilangan orangtua akibat Covid-19, lalu diserahkan ke kakek dan neneknya di Sragen. Kakek dan nenek juga rentan sehingga butuh pendampingan ke depan.
”Penanganan harus mempertimbangkan varian mikronya dan ini tidak bisa disamakan di tiap kasus. Masalah kita memang lemahnya soal pendataan,” ujarnya.
Psikolog anak dan keluarga Mira Amir mengatakan, dibutuhkan pendampingan orang dewasa guna memberikan ruang bagi anak-anak untuk berduka, tidak memaksa mereka lekas pulih dari kedukaan, dan memaksa mereka segera dekat dengan pengasuh baru.
Anak yang berduka bisa kehilangan konsentrasi, motivasi bersekolah, dan menjadi murung. ”Jika anak belum sanggup membayangkan masa depannya, ajarkan dia fokus pada hari ini. Pastikan dia makan, tidur, dan mengikuti pelajaran sekolah,” kata Mira.
Di Indonesia, menurut Satuan Tugas Penanganan Covid-19 per 20 Juli 2021, ada 11.045 anak menjadi yatim piatu, yatim, atau piatu karena orangtua meninggal akibat Covid-19. Adapun data laman Imperial College London yang dirangkum Litbang Kompas memprediksi jumlah anak kehilangan orangtua di Indonesia 38.127 orang.
Menjadi orangtua asuh
Berbagai langkah dilakukan pemerintah daerah terkait penanganan anak-anak yang kehilangan orangtua selama masa pandemi Covid-19, baik bantuan jangka pendek maupun jangka panjang. Sejauh ini, langkah yang dilakukan adalah memberikan bantuan sosial dalam bentuk paket bahan makanan pokok.
Di Jawa Timur, misalnya, anak-anak yang kehilangan orangtua akibat Covid-19 yang belum mendapatkan pengasuhan akan ditangani oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinsos Jatim yang tersebar di sejumlah kabupaten dan kota.
Di Sidoarjo, Jawa Timur, selain menyediakan bantuan sosial, seperti paket bahan pokok, pemkab memberikan perhatian untuk pendidikan anak-anak yang kehilangan orangtua karena Covid-19 dengan menyediakan beasiswa pendidikan.
Pemerintah Provinsi Lampung juga mulai menyiapkan skema perlindungan hak anak-anak yang kehilangan orangtua akibat pandemi Covid-19 dan akan berkoodinasi dengan dinas pendidikan untuk membahas jaminan pendidikan bagi anak-anak yang kehilangan orangtua. Anak-anak yang keluarganya mengalami kesulitan ekonomi diusahakan untuk mendapatkan beasiswa.
Baca juga: Anak Yatim Piatu Membutuhkan Dukungan Sosial
Wakil Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin Maimoen mengajak warga Jateng untuk menjadi orangtua asuh bagi anak-anak yang ditinggal orangtuanya karena Covid-19. Ia merawat empat anak asal Rembang yang orangtuanya meninggal karena Covid-19. Pemprov Jateng dan Kepolisian Daerah Jateng juga memberikan bantuan dari APBD dan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas).
Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi berencana memindahkan anak yang sebelumnya bersekolah di sekolah swasta ke sekolah negeri. Namun, apabila anak tersebut tetap lebih nyaman di sekolah swasta, akan diupayakan ada beasiswa dari Dinas Pendidikan Kota Semarang. Dalam program tersebut, Pemkot Semarang juga menggandeng para pengusaha.
Di Daerah Istimewa Yogyakarta, sejumlah desa berinisiatif melakukan pendataan. Camat Banguntapan, Bantul, Yogyakarta, Fauzan mengatakan telah berinisiatif melakukan pendataan yang rinci mengenai kondisi anak-anak ini, termasuk pendampingan yang dibutuhkan. Data itu dikomunikasian ke level kabupaten, selain juga dipakai untuk advokasi langsung.
”Dengan data ini, beberapa donatur sudah masuk. Bahkan, ada masyarakat yang datang ingin adopsi sebagai anak angkat. Harapannya bukan hanya bantuan langsung, tapi juga dampingan untuk jangka panjang,” katanya.
Sejumlah lembaga nonpemerintah saat ini tengah melakukan pendataan sendiri untuk membantu anak-anak yang ditinggalkan orangtua selama pandemi. Alissa Wahid dari Gusdurian Peduli mengatakan, organisasinya melakukan pendataan terhadap anak-anak ini melalui jejaringnya. ”Saat ini sudah ada ratusan yang didaftarkan,” kata Alissa.
Selain memberikan bantuan dalam jangka pendek, Gusdurian Peduli juga melakukan pendampingan psikososial jangka panjang, dukungan untuk keberlangsungan hidup, dan perlindungan sosial jangka panjang. ”Gusdurian Peduli juga membuat platform khusus untuk jangka panjang, yaitu Peduli Yatim Piatu dan menyiapkan orangtua asuh,” ungkapnya.
Koordinasi lintas kementerian
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Femmy EK Putri menyampaikan, koordinasi lebih lanjut amat dibutuhkan. Ditargetkan, pendataan selesai dilakukan pada pekan ini sehingga program terkait dukungan pada anak yang terdampak Covid-19 bisa segera dijalankan.
Diakuinya, program dari lintas kementerian/lembaga untuk mendukung upaya perlindungan bagi anak yang kehilangan orangtua selama pandemi belum optimal. ”Jangan sampai kementerian/ lembaga hanya berfokus di pendataan, sementara tidak ada aksi nyata yang dijalankan. Intervensi untuk anak harus dijalankan segera untuk melindungi masa depan mereka,” ujar Femmy, Senin (23/8/2021).
Penanganan harus mempertimbangkan varian mikronya dan ini tidak bisa disamakan di tiap kasus. Masalah kita memang lemahnya soal pendataan.
Anggaran yang diberikan khusus untuk dukungan kpada anak yang kehilangan orangtua juga tidak besar. Karena itu, sinergi kementerian/lembaga menjadi sangat penting agar program yang dijalankan bisa lebih sistematis dan optimal. Sejumlah bantuan yang diberikan saat ini belum jelas dan terpadu. Jumlah anak yang sudah mendapatkan bantuan pun tidak terdata dengan baik sehingga dikhawatirkan terjadi tumpang tindih program.
Karena itu, Kemenko PMK akan mengoordinasikan seluruh kementerian atau lembaga terkait. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) akan bertanggung jawab terkait pengasuhan dan tumbuh kembang anak, Kementerian Sosial untuk bantuan sosial dan dukungan psikologi, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi untuk jaminan pendidikan melalui Kartu Indonesia Pintar (KIP), dan Kementerian Kesehatan untuk jaminan kesehatannya.
”Seluruh program ini akan disinergikan sehingga bisa berjalan beriringan dan saling melengkapi. Peran pemerintah daerah juga turut didorong. Dukungan untuk anak tidak mudah karena intervensi yang dibutuhkan berbeda di setiap usianya,” kata Femmy.
Baca juga: Yatim Piatu akibat Pandemi, Bukan Sekadar Angka
Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate mengungkapkan, melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2021, Presiden memberikan arahan bagi semua pihak untuk memastikan ada langkah ekstra perlindungan pemerintah kepada anak-anak, khususnya dari situasi yang mengancam tumbuh kembang mereka.
Masyarakat juga diajak untuk berpartisipasi dalam memberikan perlindungan. Jika memiliki informasi terkait keberadaan anak yatim piatu yang ditinggalkan atau terpisah dari orangtua karena Covid-19, masyarakat dapat melapor ke aparat setempat atau dinas sosial.
”Anak-anak tersebut menjadi tanggung jawab negara. Intinya, kita harus bersama-sama mencegah agar anak tidak menjadi korban dalam situasi darurat karena mereka adalah masa depan kita,” ujar Johnny dalam keterangan pers, Senin.
Deputi Perlindungan Khusus Anak, Kementerian PPPA, Nahar menambahkan, selain memastikan pemenuhan kebutuhan dasarnya, kebutuhan spesifik dan perlindungan dari anak-anak yang ditinggal orangtua karena Covid-19 juga diperlukan.
”Kami melakukan koordinasi dengan daerah untuk memastikan nasib anak-anak tersebut melalui tracing (pelacakan) dan assesment (penilaian) kebutuhan, termasuk mendorong kerja sama dengan Puspaga (Pusat Pembelajaran Keluarga) sebagai salah satu lembaga layanan untuk keluarga agar dapat mendampingi mereka,” ujar Nahar.
Untuk membantu masa depan anak-anak tanpa orangtua tersebut, saat ini Kementerian PPPA dibantu Forum Zakat yang beranggotakan lembaga zakat di seluruh Indonesia yang melakukan gerakan ”Asa Anak Indonesia”.
Gerakan ini untuk membantu anak-anak yang kehilangan orangtua akibat Covid-19 mendapatkan kebutuhan dasar, kebutuhan spesifik, keberlanjutan pendidikan melalui lembaga-lembaga pendidikan yang masuk dalam forum zakat. (AHMAD ARIF/DEONISIA ARLINTA/RUNIK SRI ASTUTI/DEFRI WERDIONO;ADITYA PUTRA PERDANA/HELENA FRANSISCA/VINA OKTAVIA/SEKAR GANDHAWANGI/SONYA HELLEN SINOMBOR)