Pentas seni ”Di Tepi Sejarah” menampilkan sejumlah tokoh yang berada di luar pusaran sejarah kemerdekaan Indonesia. Sudut pandang mereka dapat memperkaya perspektif sejarah.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·4 menit baca
Nama Riwu Ga, The Sin Nio, Muriel Stuart Walker, hingga Amir Hamzah ada di tepi pusaran sejarah kemerdekaan Indonesia. Kendati demikian, sudut pandang mereka menarik disimak. Cerita mereka diharapkan memperkaya pemahaman akan sejarah.
Kisah keempat tokoh itu diangkat dalam seri monolog berjudul ”Di Tepi Sejarah”. Keempat monolog ini dipentaskan bergantian secara daring melalui kanal Youtube Budaya Saya pada 18-25 Agustus 2021. Pertunjukan ini menurut rencana diunggah ulang di platform daring Indonesiana yang dikelola Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) pada September 2021.
Adapun seri monolog ini diinisiasi produser Happy Salma dan Yulia Evina Bhara. Pentas seni ini juga bekerja sama dengan Direktorat Perfilman, Musik, dan Media Baru Kemendikbudristek; Titimangsa Foundation; serta KawanKawan Media.
Happy Salma mengatakan, ”Di Tepi Sejarah” terinspirasi dari pengalaman mementaskan monolog Suciwati Munir, istri aktivis HAM almarhum Munir, pada 2020. Monolog itu bicara hal yang manusiawi, menggambarkan perasaan dan hal-hal yang dialami Suciwati.
Di sisi lain, monolog memberi kesan intim dan dalam sehingga lebih menyentuh perasaan penonton. Audiens mengapresiasi. Lahirlah ide membuat ”Di Tepi Sejarah” dengan melibatkan pegiat seni lain, baik sutradara teater, sutradara visual, penulis naskah, aktor, penata cahaya, hingga penata musik.
”Pertunjukan ini sangat personal, manusiawi, dan (menampilkan tokoh) yang tidak ada di pusaran sejarah besar. Namun, dari mereka kita dapat mengambil kesimpulan dan melihat (sejarah dari) beragam perspektif,” kata Happy saat dihubungi pada Senin (23/8/2021).
Ia mengatakan, masing-masing tokoh dipilih karena mewakili kompleksitas sejarah dan keberagaman Indonesia. Riwu Ga, misalnya, mewakili orang Indonesia bagian Timur. Ada pula The Sin Nio, perempuan Indonesia keturunan Tionghoa; Muriel Stuart Walker, perempuan kelahiran Skotlandia yang ikut perjuangan Indonesia; hingga Amir Hamzah, penyair keturunan Kesultanan Langkat.
Pertunjukan tersebut diharapkan memberi perspektif baru soal sejarah dan memantik diskusi publik.
Kisah setiap tokoh digali melalui riset selama beberapa bulan. Riset dilakukan melalui literatur, museum, hingga diskusi dengan komunitas sejarah.
Pertunjukan tersebut diharapkan memberi perspektif baru soal sejarah dan memantik diskusi publik. Adapun pentas daring ini telah ditonton masyarakat, termasuk guru dan siswa. Sejumlah diskusi dari komunitas, baik sejarah maupun seni, digelar untuk merespons pentas ini.
”Kita butuh ruang diskusi yang lebih variatif. Ini menarik untuk didiskusikan karena (versi) sejarah berbeda-beda,” kata Happy. ”Selain itu, sejarah orang besar menjadi semakin kuat dan jelas salah satunya karena kehadiran orang-orang di tepian sejarah,” tambahnya.
Kisah empat tokoh
Kisah Muriel Stuart Walker ditampilkan dalam monolog berjudul ”Nusa yang Hilang” dan diperankan oleh aktris Chelsea Islan. Walker yang tumbuh di Amerika Serikat memutuskan pindah ke Bali, kemudian berganti nama menjadi Ketut Tantri. Sejarah mencatat dia sebagai penyiar radio gerilya Barisan Pemberontak. Ia menceritakan kekejaman tentara Inggris terhadap warga Surabaya dalam bahasa Inggris. Monolog tentang Ketut Tantri tayang pada 18-19 Agustus 2021.
Aktor Arswendy Bening Swara didapuk untuk memerankan sosok Riwu Ga dalam monolog berjudul ”Radio Ibu”. Riwu merupakan pendamping setia Soekarno yang berperan sebagai pelayan, pengawal, dan sahabat. Di masa tuanya, ia memantau kondisi Indonesia pasca-kemerdekaan melalui radio pemberian istri kedua Soekarno, Inggit Garnasih. Monolog ini tayang pada 20-21 Agustus 2021.
Sementara itu, cerita The Sin Nio (Laura Basuki) tayang pada 22-23 Agustus 2021. The Sin Nio adalah perempuan Tionghoa di Jawa Timur yang menyamar menjadi lelaki bernama Moechamad Moechsin. Ia menyamar demi bisa jadi tentara, lalu ikut memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Kisahnya ada dalam monolog berjudul ”Sepinya Sepi”.
Kisah Amir Hamzah (Chicco Jerikho) tayang dalam monolog berjudul ”Amir, Akhir Sebuah Syair” yang tayang 24-25 Agustus 2021. Amir memperjuangkan kemerdekaan dengan goresan penanya di kertas yang kerap tidak bertanggal.
Makna baru
Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbud Ristek Hilmar Farid mengatakan, seri monolog ini dapat memberi makna baru bagi perjuangan bangsa Indonesia di masa lalu. Menurut dia, kontribusi sekecil apa pun di masa perjuangan sangat berarti.
”Tokoh-tokoh ini mewakili semangat perjuangan seluruh komponen rakyat Indonesia kala itu untuk keluar dari penjajahan. Semangat yang (sama) sangat dibutuhkan hari ini ketika Indonesia memperingati 76 tahun kemerdekaan di tengah pandemi,” kata Hilmar melalui keterangan tertulis.
Produser KawanKawan Media Yulia Evina Bhara mengatakan, seri monolog ini menjadi media alternatif untuk mempelajari sejarah Indonesia. Seni pertunjukan dinilai mampu menyampaikan gagasan dengan baik karena sifatnya yang fleksibel.
”Komponen seni pertunjukan seperti visual dan bunyi diharapkan menjadi stimulus bagi penonton untuk mencari tahu lebih banyak tentang kisah yang diangkat,” ucap Yulia.