Keputusan pemerintah melakukan rekrutmen guru dengan status pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja atau PPPK dinilai tidak akan menyelesaikan persoalan kekurangan guru.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kebijakan mengangkat guru sebagai aparatur sipil negara dengan status pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja atau PPPK di satu sisi melegakan guru karena dapat meningkatkan kesejahteraan guru. Namun, kebijakan ini juga mencemaskan guru honorer dan calon guru karena perekrutan guru pemerintah sebagai pegawai negeri sipil tidak ada kejelasan.
Satriwan Salim, Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), di Jakarta, Sabtu (21/8/2021), mengatakan, beredar Surat Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No B/1161/M.SM.01.00/2021 tanggal 27 Juli 2021 yang ditujukan kepada pemerintah daerah. Isinya menjelaskan pengadaan aparatur sipil negara (ASN) tahun 2022 hanya untuk PPPK. Hal ini membuat para guru dan calon guru kecewa berat. Poin surat ini adalah pemerintah kembali tidak akan membuka lowongan guru PNS pada 2022.
”Kami mendapatkan banyak laporan keluhan dari para guru honorer, termasuk mahasiswa keguruan di Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK), soal surat Menpan dan RB tersebut. Keputusan ini sama saja menabung masalah atas kekurangan guru secara nasional. Sebab, guru PPPK hanya solusi sementara, bukan bersifat jangka panjang,” kata Satriwan.
Satriwan menambahkan, kekurangan guru ASN tidak akan bisa terpenuhi sampai kapan pun, sebab masa kontrak guru PPPK dibatasi 5 tahun, tidak sampai usia pensiun seperti guru PNS yang hingga 60 tahun. Apabila pengadaan semua guru berasal dari PPPK, akan berpotensi mengganggu keberlangsungan pendidikan nasional.
Mengutip data Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Indonesia sedang darurat guru ASN sampai 2024, butuh sekitar 1,3 juta guru ASN mengajar di sekolah negeri. Komposisi guru PNS di sekolah negeri saat ini sekitar 60 persen. Namun, tahun 2021-2025 sebanyak 12.668 guru PNS di instansi pusat dan 365.085 guru PNS di bawah pemerintah daerah akan pensiun (data Badan Kepegawaian Negara, 2021).
Keputusan ini sama saja menabung masalah atas kekurangan guru secara nasional. Sebab, guru PPPK hanya solusi sementara, bukan bersifat jangka panjang.
”Jadi, faktanya selama ini, keberlangsungan proses pendidikan di sekolah negeri ditopang peran besar guru-guru honorer. Ada sedikit harapan ketika moratorium CPNS dicabut pada tahun 2018, lalu seleksi guru CPNS dibuka tahun 2018 dan 2019. Kami meminta pemerintah membuka lowongan guru PNS, bukan sekadar PPPK,” kata Iman Zanatul Haeri, Kepala Bidang Advokasi Guru P2G.
Dalam webinar ”Silaturahmi Merdeka Belajar Episode 3: Rekrutmen Guru ASN PPPK”, Ketua Forum Guru Honorer Non Kategori 2 Persatuan Guru Honorer Republik Indonesia (PGHRI) Raden Sutopo Yuwono menyambut gembira guru honorer, termasuk yang nonkategori 2, memiliki kesempatan menjadi PPPK. Namun, ada status PPPK yang bersifat kontrak dan tidak ada dana pensiun membuat khawatir.
Sementara itu, peneliti Forum Komunikasi Alumni Kristiani Universitas Indonesia (Fokom AKUI), Mary M Nainggolan, menyampaikan kekurangan guru agama Kristen di sekolah negeri. Menurut Data Pokok Pendidikan 2020, jumlah guru pendidikan agama Kristen sebanyak 24.432 guru. Padahal, sekolah negeri berjumlah 208.524.
”Rasionya satu guru pendidikan agama Kristen untuk 8 atau 9 sekolah negeri. Karena itu, Forkom AKUI meminta pemerintah memenuhi pengadaan guru agama Kristen dan budi pekerti sesuai kebutuhan di sekolah negeri,” kata Mary.
Komitmen pemerintah
Wakil Ketua Komisi X DPR Agustina Wilujeng Pramestuti mengatakan, distribusi guru tidak merata. Ada ancaman bahwa generasi muda bangsa tidak disiapkan dengan pendidikan yang baik karena kekurangan guru. Karena itu, pemerintah harus menuntaskan penyediaan guru yang berkualitas.
Sekretaris Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbudristek Nunuk Suryani menjelaskan, rekrutmen guru ASN PPPK dilakukan untuk mengatasi kekurangan guru. ”Kita berikan kesempatan yang adil dan demokratis bagi semua guru honorer untuk bisa menjadi ASN PPPK. Status dan kesejahteraan akan lebih baik dari sebelumnya,” kata Nunuk.
Menurut Nunuk, sebanyak 59 persen atau sekitar 437.000 guru honorer di sekolah negeri telah berusia di atas 35 tahun sehingga tidak bisa mendaftar sebagai PNS. Untuk itu, rekrutmen guru ASN PPPK ini adalah keberpihakan pemerintah terhadap guru honorer.
”Kalau sudah menjadi guru ASN PPPK, dia berhak mendapatkan penilaian kinerja, penggajian, tunjangan, pengembangan kompetensi, dan penghargaan,” ujarnya.
Nunuk mengatakan, untuk seleksi ASN PPPK guru, data yang masuk 925.637 pendaftar untuk merebut 506.240 lowongan guru. Padahal, kebutuhan untuk menutupi kekurangan guru yang diajukan Kemendikbudristek berkisar satu juta guru.
”Kami sudah mengajukan kebutuhan untuk tetap memenuhi satu juta guru akibat pemerintah daerah mengajukan formasi guru yang kurang. Ada kesempatan pada tahun 2022 untuk memverifikasi, dari data sekitar 700.000 yang diajukan, ditambah mengganti guru pensiun,” jelas Nunuk.
Nunuk menyampaikan beberapa perubahan positif yang ingin dicapai melalui rekrutmen guru PPPK. Pertama, perubahan status dari honorer ke ASN PPPK sehingga menjamin kesejahteraan ekonomi guru, yang meliputi gaji dan tunjangan profesi. Kedua, perubahan status akan memungkinkan lebih banyak guru mengikuti program-program peningkatan kompetensi dan sertifikasi. Ketiga, program guru ASN PPPK juga menjadi alternatif rekrutmen bagi guru yang berusia lebih dari 35 tahun dan tidak dapat lagi mengikuti seleksi CPNS.
”Peningkatan kompetensi ini sangat penting untuk jaminan ekonomi dan karier jangka panjang guru serta kualitas pengajaran yang diterima oleh pelajar Indonesia,” kata Nunuk.