Anak Muda Turut Berperan Wujudkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
Anak muda perlu berperan dalam mencapai target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau SDGs. Ini bisa dilakukan dengan, misalnya, hidup sehat tidak merokok dan bersikap inklusif.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Anak muda diajak untuk peduli dan berperan dalam pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau SDGs. Sebab, keberhasilan mewujudkan kehidupan yang sejahtera, sehat, dan inklusif dalam pembangunan berkelanjutan juga akan dinikmati anak muda sebagai generasi penerus bangsa.
Dalam webinar Kongres Pelajar Indonesia 2021 bertajuk ”Mempercepat Pencapaian SDGs Melalui Edutech” yang dilaksanakan Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI) dengan Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU), Sabtu (21/8/2021), dibahas peran anak muda untuk berkontribusi dalam pencapaian SDGs. Contoh peran penting anak muda dalam pencapaian SDGs adalah kepedulian mengendalikan konsumsi rokok di kalangan anak dan remaja yang meningkat serta hidup inklusif dengan melawan sikap diskriminatif sehingga dapat melawan radikalisme/ ekstremisme.
Kepala PKJS-UI Aryana Satrya mengatakan, tujuan ketiga SDGs mengamanatkan kehidupan masyarakat yang sehat dan mendukung kesejahteraan bagi semua usia. Indikatornya antara lain menurunkan tingkat kematian karena penyakit kanker, diabetes, dan sebagainya, dengan menurunkan prevalensi pemuda merokok di bawah usia 18 tahun.
”Penelitian menunjukkan dampak merokok dapat menyebabkan tengkes. Pengaruh rekan sebaya besar dalam memengaruhi perilaku merokok anak muda, termasuk perilaku merokok anak, karena ada penjualan rokok secara ketengan atau batangan,” kata Aryana.
Sementara itu, peneliti PKJS-UI, Risky Kusuma Hartono, mengatakan, rokok dan minuman beralkohol harus dikendalikan. Anak muda perlu memahami bahwa rokok bukan produk normal karena ada nikotin yang menyebabkan adiksi atau kecanduan. Selain itu, ada sekitar 700 zat berbahaya terkandung di dalamnya yang karsinogenik (memicu kanker) dan memicu tekanan darah tinggi.
”Sasaran target pemasaran rokok adalah anak muda yang masih produktif. Datanya meningkat dengan cepat,” kata Risky.
Penelitian menunjukkan dampak merokok dapat menyebabkan tengkes. Pengaruh rekan sebaya besar dalam memengaruhi perilaku merokok anak muda, termasuk perilaku merokok anak, karena ada penjualan rokok secara ketengan atau batangan.
Jumlah perokok anak meningkat semakin cepat, jauh dari target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Pada tahun 2013, jumlah perokok anak mencapai 7,2 persen dan tahun 2018 naik menjadi 9,1 persen. Peningkatan ini dipicu pengaruh teman sebaya dan harga rokok yang murah dengan penjualan batangan.
Dari data Badan Pusat Statistik 2021, rokok merupakan pengeluaran kedua tertinggi setelah makanan dan minuman. Konsumsi rokok berhubungan erat dengan kemiskinan. Satu persen kenaikan belanja rokok meningkatkan peluang terhadap kemiskinan rumah tangga sebesar 6 persen.
Tengkes
Risky menjelaskan, penelitian menemukan dampak rokok pada anak dapat menyebabkan tengkes atau stunting di atas 5,5 persen dibandingkan anak bukan perokok. Tumbuh kembang anak perokok terganggu dan rata-rata berat badan anak lebih ringan 1,5 kilogram dan tinggi badan lebih rendah 0,34 sentimeter. Perilaku merokok orangtua juga memengaruhi intelegensi anak secara tidak langsung.
Setyo Budiantoro, Manajer Pilar Pembangunan Ekonomi, Sekretariat Tim Koordinasi Pelaksanaan SDGs, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, mengatakan, jika tidak ada tindakan yang dilakukan, prevalensi perokok anak dan remaja meningkat pesat, mencapai 15,95 persen pada tahun 2030. Sebaliknya, jika ada intervensi, bisa turun ke angka 7,5 persen.
”Bagaimana kita bisa menikmati generasi Indonesia emas pada 2045 kalau tidak mengatasi persoalan rokok, akan terjadi banyak loss generation. Justru di daerah miskin, konsumsi rokok tinggi dan ini merampas hak hidup anak untuk hidup sehat dan sejahtera seperti tujuan dalam SDGs,” kata Setyo.
Industri rokok menyasar anak dan remaja yang di usia itu memang sedang bingung mencari identitas atau jati diri sehingga mudah dipengaruhi untuk menjadi konsumen rokok seumur hidup. Melalui iklan, industri rokok membangun imaji ”kesadaran palsu” perilaku merokok.
Setyo memaparkan, masyarakat dunia butuh SDGs karena bumi punya daya dukung terbatas yang kalau diterabas bisa berakibat bencana. Contohnya, pandemi Covid-19 terjadi karena lingkungan dirusak sehingga kontak manusia dengan satwa liar tinggi.
”Anak muda harus ikut berjuang bersama membuat keseimbangan dimensi-dimensi people, planet, profit,” ujar Setyo.
Dalam upaya mengendalikan dampak rokok pada anak dan remaja, Margianta Surahman JD dari Indonesia Youth Council for Tobacco Control mengatakan, anak muda juga mulai berperan dalam pengendalian tembakau. Namun, sekarang industri rokok gencar mengajak anak muda beralih ke rokok elektronik yang intinya tetap saja menjual adiksi.
”Kami terus mengajak anak-anak muda berpartisipasi yang inklusif dan bermakna untuk ikut mengendalikan dampak rokok. Di masa pandemi, Indonesia memiliki tantangan ganda. Tidak hanya penyakit menular, tetapi juga penyakit tidak menular yang bisa jadi penyakit penyerta. Gaya hidup tidak sehat, salah satunya faktor rokok, meningkatkan 1,5 kali risiko menderita Covid-19,” jelas Margianta.
Pentingnya sikap inklusif
Sementara itu, Inaya Wahid, pendiri Positive Movement, mengatakan, jika ingin bicara inklusivitas, kemajuan, dan perdamaian, untuk mencapai SDGs, yang tak kalah penting adalah memberikan ruang yang lebih aman dan besar untuk para perempuan.
Menurut Inaya, kekuatan ekstremisme dan radikalisme menggunakan perempuan sebagai pion. Perempuan dikendalikan hidupnya, mulai dari tubuh, perannya dibatasi, hingga dipaksa menikah di usia muda.
Dino Patti Djalal, pendiri Foreign Policy Community of Indonesia, mengingatkan, anak muda saat ini akan menjadi generasi emas 2045. Karena itu, anak muda harus diajak memikirkan bagaimana cita-cita Indonesia di 100 tahun kemerdekaan yang relevan dengan tantangan dan kondisi generasi muda di masa itu.
Terkait SDGs, menurut Dino, Indonesia punya kesempatan yang sama untuk bisa mencapai tujuan-tujuan SDGs seperti negara lain di dunia.
Dino berpesan bagi anak-anak muda untuk menyambut tahun 2045 dengan tetap memperjuangkan supremasi hukum. Masalah korupsi belum terkikis, masih banyak, dan merajalela. Demikian pula dampak perubahan iklim harus didukung dengan perubahan gaya hidup ramah lingkungan.