Situasi dan kondisi perekonomian yang terus menurun pada masa pandemi Covid-19 dikhawatirkan menjadi celah terjadinya praktik pekerja anak.
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·4 menit baca
Isu pekerja anak di berbagai negara, termasuk di Indonesia, masih menjadi persoalan penting yang harus dihadapi. Kendati upaya penghapusan pekerja anak mengalami kemajuan besar, pandemi Covid-19 dikhawatirkan menghambat kemajuan yang sudah dicapai dan memperburuk kemiskinan.
Organisasi Buruh Internasional (ILO) memperkirakan, pada awal tahun 2020 ada sekitar 160 juta anak, 63 juta anak perempuan dan 97 juta anak laki-laki, menjadi pekerja anak di dunia. Artinya, sekitar 1 dari 10 anak di dunia menjadi pekerja anak.
Dalam dialog ”Menuju Indonesia yang Bebas dari Pekerja Anak” yang diselenggarakan ILO Indonesia, Rabu (18/8/2021), Valerie Juliand, Kepala Perwakilan PBB di Indonesia, mengingatkan semua pihak untuk memberi perhatian terhadap perlindungan pekerja dan keluarganya di masa pandemi Covid-19.
Valerie memperkirakan, prevalensi pekerja anak di Indonesia akan berubah akibat pandemi. ”Kita harus fokus pada mereka yang memiliki pendapatan yang sangat rendah dan mereka yang sebelum pandemi sudah kesulitan bekerja,” ujarnya.
Perhatian khusus juga perlu diberikan kepada pekerja anak yang terpaksa membantu keluarga karena alasan ekonomi. Mereka sangat rentan terjerat eksploitasi dan pekerjaan yang berbahaya.
Oleh karena itu, melindungi pekerja dan keluarganya harus menjadi prioritas dalam pemulihan perekonomian dan untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) terutama target penghapusan pekerja anak pada tahun 2025.
Kita harus fokus pada mereka yang memiliki pendapatan yang sangat rendah dan mereka yang sebelum pandemi sudah kesulitan bekerja.
Pemerintah dan pemangku kepentingan terkait perlu bertindak mengingat hingga kini ada sekitar 160 juta pekerja anak di dunia. Bahkan, dalam beberapa tahun terakhir jumlahnya meningkat 8,4 juta dan masih akan terus bertambah.
Diperkirakan, jika negara-negara tidak mencegah, pada tahun 2022 akan ada penambahan pekerja anak sekitar 9 juta sehingga total pekerja anak global bisa mencapai 170 juta anak. ”Ini krisis yang tidak terbayangkan. Ini hal yang kompleks. Perlu strategi penghapusan pekerja anak. Kita sudah bekerja begitu lama, masalah Covid-19 sangat kompleks, solusi tidak sederhana,” ujar Valerie.
Lomba lari virtual
Bertepatan dengan Hari Dunia Menentang Pekerja Anak dan Tahun Internasional Penghapusan Pekerja Anak 2021, pada Juni 2021 lalu ILO Jakarta bekerja sama dengan Cause Indonesia (pelantar lomba virtual dengan jangkauan nasional), meluncurkan Virtual Race (lomba lari/ sepeda virtual) bertajuk ”End Child Labour: Virtual Race 2021”.
Virtual Race yang mengusung tema ”Bertindak Sekarang, Hapus Pekerja Anak” itu berlangsung selama satu bulan hingga 12 Juli 2021 dan telah menjangkau lebih dari 5.000 pelari dan pesepeda di seluruh Indonesia. Diberi waktu dalam selama dua minggu, para peserta ditantang menyelesaikan jarak masing-masing 12,6 dan 25 kilometer dan menyerahkan data lari atau bersepedanya melalui sejumlah aplikasi.
Selain itu, ILO Indonesia juga menyerahkan Petisi Penghapusan Pekerja Anak. Petisi tersebut menyatakan, ”Mendukung gerakan penghapusan pekerja anak baik di tingkat global maupun nasional; mendukung tercapainya Indonesia yang bebas pekerja anak; memastikan semua anak Indonesia dapat menikmati haknya sebagai anak; memastikan seluruh anak Indonesia dapat menikmati pendidikan demi masa depan mereka; dan mendukung semua pihak yang berkepentingan untuk bekerja sama dan bersinergi dalam penghapusan pekerja anak secara terpadu.”
Direktur ILO untuk Indonesia, Michiko Miyamoto, mengingatkan, tidak ada tempat bagi pekerja anak dalam masyarakat. Praktik pekerja anak merampas masa depan anak-anak dan menempatkan keluarga mereka dalam kemiskinan.
CEO dan Co-founder Cause Indonesia Enrico Hugo berharap bisa mendapatkan dukungan publik dalam penghapusan pekerja anak melalui acara Virtual Race. ”Kita ingin masyarakat paham, saat ini kita sedang mengalami tren status pekerja anak yang memuaskan. Namun, untuk mencapai target penghapusan pekerja anak tahun 2025 masih dibutuhkan dukungan masyarakat,” kata Enrico.
Membaik
Kendati ada kekhawatiran terjadi peningkatan pekerja anak di masa pandemi Covid-19, data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2011-2020 yang diolah ILO justru memperlihatkan tren penurnan pekerja anak dan anak yang bekerja.
Irham Ali Saifuddin, Programme Officer ILO Indonesia, mengungkapkan, sejauh ini tidak ditemukan perbedaan yang signifikan dampak pandemi terhadap pekerja anak. Bahkan, menurut Kajian ILO Indonesia terbaru, ”Indonesia Bebas Pekerja Anak Seberapa Dekat?”, sejauh ini tidak ada tanda-tanda peningkatan pekerja anak akibat pandemi Covid-19.
Angka prevalensi pekerja anak pada usia 15-17 tahun turun dari 31 per 1.000 anak pada tahun 2019 menjadi 26 per 1000 anak tahun 2020. Data Sakernas Februari 2021 juga menunjukkan jumlah pekerjaan untuk usia 15-17 tahun menurun sekitar 500.000 selama periode Februari-2020-Februari 2021.
Walaupun demikian, ujar Irham, pandemi Covid-19 bisa menjadi ”game changer”. Perlu studi lebih lanjut untuk mengetahui dampak Covid-19 bagi pekerja anak di Indonesia.