Pencatatan Kiprah Seniman pada Masa Revolusi Cenderung Minim
Pencatatan seniman di masa kemerdekaan Indonesia dinilai masih minim. Peran seniman di masa itu tidak sekadar membuat sanggar seni dan poster.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pencatatan nama dan peran seniman di masa revolusi kemerdekaan Indonesia dinilai minim. Padahal, karya dan gerakan seniman kala itu memengaruhi perkembangan seni masa kini.
Hal ini mengemuka dalam diskusi daring Bicara Rupa Seri Sejarah Seni Rupa Modern Indonesia: Seniman dan Revolusi Indonesia. Diskusi diselenggarakan Galeri Nasional Indonesia pada Rabu (18/8/2021).
Pengajar seni rupa di Institut Teknologi Bandung, Aminudin Tua Hamonangan Siregar, mengatakan, hingga kini belum ada literatur yang membahas tentang peran para seniman di masa kemerdekaan Indonesia. Peran seniman di masa itu ia nilai masih dilihat secara parsial. Peran seniman digambarkan secara terbatas, seperti untuk membuat poster dan mendirikan sanggar seni.
Ia mencontohkan bahwa masih ada banyak ruang kosong saat sejarawan Claire Holt menarasikan kiprah seniman setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia. menurut Aminudin, banyak peristiwa tidak tersambung satu sama lain. Hal ini menyebabkan anggapan bahwa peran seniman di masa itu sekadar membuat poster dan mendirikan sanggar seni. Aminudin mengatakan, anggapan itu tidak tepat.
”Penelitian tentang seniman belum banyak dilakukan. Figur sentral yang banyak berperan di masa itu kebanyakan politikus, tentara, dan pemuda sedikit disebut,” kata Aminudin.
Menurut dia, banyak hal terjadi pada periode revolusi kemerdekaan Indonesia, yakni pada 1945-1949. Seniman turut berpartisipasi dalam hal tersebut.
Pelukis Affandi, misalnya, ambil bagian dalam simbolisasi kemerdekaan pasca-proklamasi pada 1945. Affandi memproduksi poster populer berjudul Boeng, Ajo Boeng yang menggambarkan orang yang dirantai, tetapi rantainya sudah putus. Mengutip laman Desain Grafis Indonesia, sekelompok pelukis diam-diam memperbanyak poster itu dan membagikannya ke daerah-daerah.
Menurut penelitian Aminudin, ada dua versi sejarah poster tersebut. Pertama, bahwa poster dibuat setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia. Kedua, bahwa poster ini diproduksi sebelum proklamasi. Poster itu tujuannya untuk menggugah pemuda-pemuda agar berjuang untuk Indonesia.
Periode revolusi kemerdekaan penting karena ini momentum luar biasa (bagi seni). Itu pertama kalinya seni rupa ada sejak Indonesia berdaulat sebagai negara.
”Periode revolusi kemerdekaan penting karena ini momentum luar biasa (bagi seni). Itu pertama kalinya seni rupa ada sejak Indonesia berdaulat sebagai negara,” ucap Aminudin yang juga kurator seni.
Selain poster, seniman juga membuat komik berisi kisah perjuangan. Komik itu diterbitkan di surat kabar dan menjadi hiburan bagi tentara-tentara yang sedang bertugas di lapangan.
Seniman juga mengisi surat kabar dengan sejumlah tulisan. Mereka saat itu mulai membangun konsep kesenian yang anti-feodalisme, bebas hierarki, dan menyatu dengan masyarakat. Majalah kebudayaan dan kesenian juga tumbuh di luar Jawa.
Selain itu, masa kemerdekaan juga jadi masa saat kesenian Indonesia tumbuh. Beberapa yang berkembang adalah seni lukis, grafis, dan patung. Adapun sejumlah perkumpulan seniman tumbuh di masa itu dan pada akhirnya memengaruhi perkembangan seni di Indonesia.
”Pada akhir Desember 1945, Perdana Menteri Indonesia Sutan Sjahrir membuat pameran yang akan menjadi akar fundamental untuk seni Indonesia ke depan. Ada 141 karya yang ditampilkan, termasuk karya Soedjojono. Pameran ini banyak dibahas di surat kabar dalam dan luar negeri,” ucap Aminudin.
Kepala Galeri Nasional Pustanto berharap agar narasi sejarah seni rupa modern Indonesia bermanfaat bagi publik. Diskusi dan literatur yang membahas peran para seniman di masa lampau perlu didorong.
”Mengulas peran seniman di masa kemerdekaan Indonesia berarti penegasan dan juga apresiasi bagi para seniman akan perannya dalam membentuk bangsa ini,” katanya.