Pandemi Menuntut Kelompok Paduan Suara untuk Adaptif
Pandemi Covid-19 menuntut manusia untuk beradaptasi di dunia virtual tidak terkecuali kelompok paduan suara yang butuh berkumpul untuk berlatih menyatukan suara agar kohesif.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kelompok paduan suara dituntut adaptif terhadap kondisi pandemi Covid-19. Mengoptimalkan inovasi dan kolaborasi menjadi kunci keberlanjutan paduan suara.
Hal ini mengemuka dalam seminar virtual Kala Nanti Paduan Suara Indonesia, Sabtu (14/8/2021). Seminar ini digelar oleh Adiswara Gadjah Mada, kelompok alumni paduan suara mahasiswa Universitas Gadjah Mada, untuk memperingati 50 tahun Paduan Suara Mahasiswa Gadjah Mada dan kemerdekaan RI.
Komposer Addie MS mengatakan, salah satu tantangan orkestra, termasuk paduan suara, di masa pandemi ialah keterbatasan untuk berlatih. Protokol kesehatan tidak bisa diterapkan karena latihan melibatkan banyak orang dan tidak semua orang dapat memakai masker, misalnya penyanyi dan pemain alat musik tiup.
”Ini dilematis. Latihan mengharuskan kami berkerumun untuk menghasilkan suara yang kohesif, tapi kami tidak boleh berdekatan,” kata Addie.
Kendati sempat kesulitan, latihan paduan suara dan orkestra kini pindah ke ruang digital. Menurut Addie, publik perlu mencari cara agar bisa beradaptasi sekarang dan tidak menunggu kondisi kembali aman seperti sebelum pandemi.
Menurut pelatih dan pegiat paduan suara Agustinus Bambang Jusana, sejumlah kompromi perlu dilakukan ketika latihan dilakukan secara virtual. Misalnya, frekuensi latihan jadi berkurang, keharusan belajar teknologi, hingga berinvestasi pada barang-barang penunjang latihan dan konser virtual seperti mikrofon.
Baik pelatih maupun anggota paduan suara juga bergulat dengan efektivitas latihan virtual. Menurut survei mandiri yang dilakukan Agustinus terhadap 271 pegiat paduan suara, sebanyak 52,8 persen orang menyatakan paduan suara virtual tidak bisa menggantikan paduan suara tatap muka.
”Di sisi lain, ini peluang untuk mengolaborasikan paduan suara dengan industri kreatif digital,” kata Agustinus.
Ketua Umum Adiswara Gadjah Mada Kusuma Prabandari mengatakan, komunitasnya aktif mengunggah video kegiatan paduan suara di kanal Youtube. Hingga kini, ada 49 video yang diunggah. Pada periode Maret-Agustus 2021, Adiswara Gadjah Mada telah memproduksi delapan konser virtual.
Musik virtual
Menurut survei Federasi Serikat Musisi Indonesia (Fesmi) pada 2020, dari 183 musisi, sebanyak 14 persen musisi yang menjajal pertunjukan musik virtual dan menjadikan itu aktivitas musik utama di masa pandemi. Dari jumlah itu, hanya enam persen yang berhasil memperoleh pendapatan untuk menghidupi dirinya.
Ketua Umum Federasi Serikat Musisi Indonesia (Fesmi) Candra Darusman mengatakan, percepatan teknologi saja tidak cukup untuk menopang pelaku industri musik, termasuk paduan suara. Pembekalan dan pelatihan lebih dalam tentang pemanfaatan teknologi dibutuhkan. Kolaborasi dengan berbagai pihak pun penting untuk mengemas pertunjukan virtual yang apik, baik dengan teknisi audio, penyunting video, hingga pemerintah.
Ini dilematis. Latihan mengharuskan kami berkerumun untuk menghasilkan suara yang kohesif, tapi kami tidak boleh berdekatan
”Kami sedang menyusun proposal ke PEN (program Pemulihan Ekonomi Nasional) untuk musisi agar konser-konser bisa disubsidi dan tidak terlalu merugi,” ucap Candra.
Sementara itu, menurut Direktur Fasilitasi Pengembangan Kekayaan Intelektual Industri Kreatif Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Robinson Sinaga, pemerintah terbuka untuk mendukung industri musik, termasuk paduan suara. Musik merupakan salah satu dari 17 subsektor ekonomi kreatif yang perlu didukung.
”Dukungan yang seperti apa perlu dikonsepkan. Misalnya, kompetisi (paduan suara) dijelaskan bentuk kegiatannya dari awal sampai akhir, hingga berapa anggaran yang dibutuhkan,” kata Robinson.