Perlu Data Akurat Anak yang Kehilangan Orangtua akibat Covid-19
Pandemi Covid-19 merenggut kebahagiaan sejumlah anak di Tanah Air. Mereka mendadak menjadi yatim atau piatu, bahkan yatim piatu, karena orangtua mereka meninggal setelah terkena Covid-19.
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Selama pandemi Covid-19 yang berlangsung hampir satu tahun enam bulan, belasan ribu anak diperkirakan menjadi anak yatim, piatu, atau yatim-piatu, setelah orangtuanya meninggal karena terkena virus korona baru. Kondisi ini membutuhkan pertolongan cepat, terutama untuk memastikan anak-anak tersebut mendapat perlindungan yang tepat dan tumbuh kembangnya tidak terganggu.
Untuk memastikan anak-anak tersebut mendapat perlindungan dan mendapat penanganan yang tepat, perlu ada pendataan anak-anak yang kehilangan orangtua di masa pandemi Covid-19. Ini agar diperoleh data yang tepat dan akurat di lapangan.
”Kita perlu tahu, berapa anak yang terdampak pandemi Covid-19, khususnya anak yang mengalami keterpisahan dari orangtuanya sehingga kita bisa sama-sama menyusun upaya penanganan yang tepat guna dan tepat sasaran nantinya,” ujar Nahar, Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak juga menggelar pertemuan ”Koordinasi Advokasi Data Anak yang Orangtuanya Meninggal akibat Covid-19”, Kamis (12/8/2021).
Nahar menegaskan, berdasarkan data yang dikutip dari website covid19.go.id tanggal 11 Agustus 2021, tercatat 110.610 orang dewasa berusia 19-60 tahun yang meninggal akibat Covid-19. Namun, perlu identifikasi lebih lanjut untuk mengetahui berapa orang yang dirawat/diisolasi atau meninggal dan sudah berkeluarga serta memiliki anak usia 0 sampai 17 tahun.
”Sampai saat ini Kementerian PPPA dan kementerian/lembaga terkait masih terus menata data dan kita berharap dapat menyajikan sebagai data penguat Satgas Covid-19 yang dapat digunakan semua pihak terkait penanganan anak yang menjadi yatim-piatu akibat pandemi Covid-19,” kata Nahar.
Namun, menurut Nahar, jika merujuk pada data internasional, salah satunya data dari Journal Lancet berjudul ”Global Minimum Estimates of Children Affected by Covid-19-Associated Orphanhood and Deaths of Caregivers: a Modelling Study (2021)”, per 1 Maret 2020 sampai dengan 30 April 2021 ditemukan 1.134.000 anak yang kedua orangtua atau pengasuh intinya meninggal akibat Covid-19 dan 1.562.000 anak mengalami kematian salah satu orangtua atau pendamping (secondary caregivers).
Data sementara yang masuk ke Kementerian PPPA, jumlah anak yatim-piatu di tiga provinsi yakni Jawa Tengah sebanyak 5.909 anak, Jawa Timur 5.082 anak, dan Daerah Istimewa Yogyakarta 142 anak. ”Jateng per hari ini mendata 5.909 anak dengan rincian anak yatim sebanyak 3.433 anak, piatu 2.213 anak, dan yatim piatu 263 anak. Data ini menjadi penting untuk memastikan tumbuh kembang anak,” kata Nahar.
Sekretariat bersama
Pada hari yang sama, Rapat Koordinasi Nasional ”Pemenuhan dan Perlindungan Hak Anak Korban Kehilangan Orangtua pada Pandemi Covid 19” yang digelar Komisi Perlindungan Anak (KPAI), Kamis petang, juga merekomendasikan perlunya sinergi dan koordinasi pendataan secara berkesinambungan terhadap anak korban kehilangan orangtua di masa pandemi Covid-19.
Untuk pendataan tersebut perlu mendirikan sekretariat bersama pendataan dengan tetap memperhatikan keamanan data, validasi data, dan cakupan wilayah. Sekretariat bersama menjadi pusat layanan dan dukungan kepada anak dan keluarga oleh lintas kementerian dan lembaga, serta partisipasi masyarakat.
”Pemerintah daerah juga perlu melakukan edukasi kepada masyarakat agar keluarga melaporkan setiap peristiwa anak yang kehilangan orangtua kepada pemerintah secara berjenjang melalui rukun tetangga, rukun warga, dan desa/kelurahan,” ujar Jasra Putra, komisioner KPAI Bidang Hak Sipil dan Partisipasi Anak, saat membacakan rekomendasi rakornas tersebut.
Para peserta dan pembicara dalam rakornas itu, yaitu Nahar (Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian PPPA), Kanya Eka Santi (Direktur Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial), dan Tata Sudrajat (Yayasan Sayangi Tunas Cilik), juga sepakat perlu dukungan pemenuhan hak dasar anak terkait sandang, pangan, dan papan terhadap anak-anak tersebut, termasuk memastikan pendidikan anak-anak tersebut terus berlanjut.
Pendampingan terhadap anak-anak yang kehilangan perlu dilakukan. Anak-anak tersebut berada dalam kondisi rentan karena tekanan secara psikologis akibat trauma kehilangan orangtua secara mendadak. Selain itu, anak-anak tersebut juga rentan mengalami kekerasan jika tidak pengasuhan yang tepat setelah tidak ada pengasuhan dari orangtuanya.
Ketua KPAI Susanto, didampingi Wakil Ketua KPAI Rita Pranawati, menegaskan, KPAI mendorong pengasuhan berbasis keluarga tetap menjadi prioritas. Oleh karena itu, edukasi pengasuhan berbasis keluarga dan mengedepankan kepentingan terbaik bagi anak dalam penyelesaian perencanaan pengasuhan sangat penting.