Pemberdayaan Perempuan Dorong Kesejahteraan Keluarga
Pemberdayaan perempuan akan berdampak pada perekonomian dan kesejahteraan keluarga. Untuk mencapai itu, diperlukan pembagian pekerjaan domestik yang adil untuk perempuan dan laki-laki.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemberdayaan perempuan tidak hanya berkontribusi pada ekonomi keluarga, tetapi juga kesejahteraan keluarga secara umum. Namun, perempuan masih terkendala budaya patriarki dan pembagian pekerjaan domestik yang membebani perempuan.
Pendiri Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (Pekka) Nani Zulminarni, Rabu (11/8/2021), mengatakan, perempuan adalah pelaku kegiatan ekonomi di segala rantai pasok, sektor, dan skala industri. Akan tetapi, budaya patriarki membuat peran perempuan kerap tidak terlihat di sistem ekonomi dan menghambat kemajuan perempuan.
”Perempuan juga pendukung utama perkembangan ekonomi dari pekerjaan tanpa upah, yaitu sebagai pekerja keluarga. Ini berkontribusi pada ekonomi secara tidak langsung walau tidak diperhitungkan,” kata Nani pada diskusi daring.
Menurut riset Jurnal Perempuan pada 2018, ibu rumah tangga di Indonesia menghabiskan waktu 13,5 jam per hari untuk melakukan pekerjaan domestik. Durasi ini lebih tinggi daripada waktu rata-rata di Asia Pasifik, yaitu 7,7 jam per hari. Pekerjaan ini termasuk pekerjaan yang tidak dibayar.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Agustus 2020 menunjukkan, jumlah angkatan kerja perempuan lebih rendah dari laki-laki. Tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan adalah 53,13 persen, sedangkan laki-laki 82,41 persen.
Nani mengatakan, pemberdayaan perempuan masih terkendala beberapa hal. Beberapa di antaranya adalah kesenjangan upah antara laki-laki dan perempuan, keterbatasan sektor pekerjaan, hingga beban ganda perempuan sebagai pekerja dan penanggung jawab urusan domestik.
Padahal, peran perempuan penting untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga dan ekonomi nasional. McKinsey Global Institute memperkirakan produk domestik bruto (PDB) Indonesia bisa naik 135 miliar dollar AS pada 2025 jika tiga kondisi terpenuhi. Ketiganya ialah partisipasi angkatan kerja perempuan meningkat, lebih banyak perempuan bekerja penuh waktu, dan lebih banyak perempuan bekerja di sektor dengan produktivitas tinggi.
”Pemberdayaan perempuan hanya dapat dicapai jika perempuan tidak punya beban ganda,” ucap Nani. ”Pemberdayaan perlu diikuti perubahan semua pihak untuk membagi peran, tugas, dan tanggung jawab (domestik) dengan adil,” tambahnya.
Pemberdayaan
Direktur Komunitas dan Kemitraan Du Anyam, Hanna Keraf, mengatakan, sebagian perempuan merupakan pengusaha kecil atau mikro. Mereka kesulitan memulai, mempertahankan, dan mengembangkan usahanya. Mereka terhalang norma berbasis jender.
Komunitas Du Anyam kemudian memberdayakan perempuan di NTT melalui anyaman. Hal ini sesuai keterampilan menganyam para perempuan yang diwariskan secara turun-menurun. Agar berkelanjutan, anyaman dibuat sesuai permintaan pasar, mengutamakan kualitas, dan akses pasarnya diperluas.
”Ini agar perempuan bisa punya pendapatan sendiri. Ini juga jadi alat agar perempuan mampu membuat keputusan untuk dirinya dan keluarga dalam hal pendidikan, kesehatan, dan sebagainya,” ucap Hanna.
Penganyam dan fasilitator di Du Anyam, Ima Wontan, mengatakan, pendapatan keluarga bertambah setelah ia menganyam selama lima tahun. Pemberdayaan ini memungkinkan ia belajar banyak hal dan menjadikan dirinya percaya diri.
Menurut Pelaksana Tugas Deputi Bidang Partisipasi Masyarakat Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Indra Gunawan, pemberdayaan perempuan jadi salah satu fokus pemerintah dalam pembangunan SDM. Ini sesuai dengan agenda dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
Kerja sama dengan berbagai pihak dilakukan untuk mendorong kesetaraan jender dan pemberdayaan perempuan. Perempuan yang berdaya diyakini mendorong terbentuknya keluarga berkualitas.