Pemahaman tentang musik tradisi menjadi dasar pengembangan musik yang lebih luas. Musik pun direncanakan disisipkan dalam kurikulum pendidikan.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Musik tradisi di Indonesia dapat dimanfaatkan untuk tujuan lain, seperti pengembangan pariwisata. Adapun pemanfaatan tersebut mesti dibarengi dengan literasi musik tradisi.
Menurut etnomusikolog, Irwansyah Harahap, pemahaman tentang musik tradisi perlu dimiliki sebelum memanfaatkannya ke konteks lain. Pengetahuan menjadi basis pengembangan dan inovasi musik tradisi.
”Pemusik umumnya sudah tahu bermain musik untuk siapa, dalam upacara apa, dan dalam konteks apa. Namun, pertanyaan dasar jika mau mengangkat potensi kesenian adalah apa yang mau diatraksikan? Bagaimana? Di mana? Dan, untuk siapa? Misalnya, pada (suku) Batak Toba, musik tradisi konteksnya untuk ritual. Jadi, bagaimana mengangkat kesenian ritual ke pertunjukan untuk pariwisata,” kata Irwansyah pada diskusi daring di kanal Youtube Budaya Saya yang disiarkan pada Kamis (5/8/2021). Webinar ini berlangsung pada 28 Juli 2021.
Ia mengatakan, pemanfaatan musik tradisi mesti berhati-hati karena musik bukan sekadar komoditas. Adapun musik tradisi merupakan produk kebudayaan turunan dari nenek moyang. Di dalamnya terkandung nilai-nilai luhur dan pakem yang tidak boleh diabaikan. Itu sebabnya musik tradisional semestinya menjadi tradisi yang hidup.
Salah satu upaya menghidupkan musik tradisi, khususnya di Sumatera Utara, yaitu melalui Toba Caldera World Music Festival (TCWMF). Irwansyah mengatakan, TCWMF menjadi media aktivasi kegiatan baru di kawasan Danau Toba sekaligus promosi pariwisata.
TCWMF pertama diadakan pada 2018, kemudian berlangsung hingga 2019. TCMWF 2021 menurut rencana akan digelar secara daring pada 1-3 Oktober 2021.
Etnomusikolog, Rithaony Hutajulu, mengatakan, pengetahuan masyarakat terhadap musik tradisi perlu ditingkatkan, khususnya musik tradisi Batak di Sumatera Utara. Ini karena musik ataupun instrumen musik dari enam subetnis Batak sangat beragam.
Selain pemahaman, revitalisasi musik tradisi pun perlu dilakukan. Ritahony sebelumnya terlibat dalam revitalisasi musik tradisi sejumlah subetnis Batak. Program itu melibatkan 24 maestro musik tradisi dan generasi muda. Maestro kemudian mengajarkan musik kepada generasi muda.
Pemahaman dan literasi musik Batak penting karena hal itu sekarang sudah kabur.
Ia juga membentuk Mataniari, kelompok yang menghadirkan musik Batak Toba untuk pertunjukan. Kelompok ini juga melibatkan maestro dengan generasi muda.
”Ini untuk regenerasi kebudayaan musik Batak Toba. Lewat Mataniari, kami menampilkan lagi musik-musik Batak untuk dikembalikan ke masyarakat. Pemahaman dan literasi musik Batak penting karena hal itu sekarang sudah kabur,” ucap Ritahony yang juga pengajar Universitas Sumatera Utara.
Kurikulum
Koordinator Kelompok Kerja Apresiasi dan Literasi Musik Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Edi Irawan mengatakan, pemerintah berencana untuk menyisipkan musik ke kurikulum pendidikan. Ini agar anak-anak dapat belajar mengalami dan mengapresiasi musik sejak dini.
Adapun musik yang dimaksud antara lain musik tradisi hingga pop. Kurikulum itu akan disiapkan untuk siswa PAUD dan SD. ”Kami menaruh perhatian ke musik tradisional Indonesia karena itu kekayaan yang kita miliki dan perlu dikembangkan,” kata Edi.