Isu Perambahan Hutan dan Nasib Masyarakat Adat Mengemuka di Festival Film Papua IV
Tahun ini isu tentang perambahan hutan di Papua dan nasib masyarakat adat Papua banyak mengemuka dalam karya-karya film dokumenter peserta Festival Film Papua IV.
Oleh
Aloysius Budi Kurniawan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS-Tim juri telah memilih 10 film dokumenter terbaik dari total 29 film peserta kompetisi film dokumenter Festival Film Papua IV yang akan digelar pada 7-9 Agustus 2021 nanti. Film-film dokumenter pilihan tersebut berasal dari berbagai wilayah di Papua dengan beragam isu yang diangkat, terutama tentang isu hutan Papua dan nasib masyarakat adat Papua.
Tim juri Kompetisi film dokumenter Festival Film Papua (FFP) IV terdiri dari tiga orang. Juri pertama adalah pembuat Film dan Pendiri Watchdoc Dandhy Laksono, kemudian akademisi Universitas Cenderawasih Jayapura Elvira Rumkabu, dan pembina Papuan Voices dan Budayawan Papua Max Binur.
Tim juri telah memilih 10 film dokumenter pilihan. Adapun, 10 film terpilih itu meliputi: Film berjudul “Dari Hutan Kitong Hidup” karya Kristina Soge dan Denis Tafor dari Keerom, Film “Hana” karya Emooz Kofit dari Kaimana, Film “Ilalang Bertumbuh Jagung Berbuah Sawit” karya Steven Saroi dari Tambrauw, Film “Kamasan” karya Adam Rumpumbo dari Supiori, Film “Kembali ke Jalan Leluhur” karya Harun Rumbarar dari Keerom, Film “Penjaga Dusun Sagu” karya Esau Klagilit dari Sorong, Film “Penutur Terakhir?” karya Salvius Tafor dari Keerom, Film “Siklus Hidup karya Yosep Levi dan Tri Arisanti dari Samenage, Film “Susah Senang Bersama-sama” karya Monaliza Upuya dari Keerom, dan Film “Yai Pu Tifa” karya Marselius Aronggear dari Manokwari.
Ketua Panitia FFP IV Berto Yekwam mengatakan, tahun ini isu tentang perambahan hutan di Papua dan nasib masyarakat adat paling banyak muncul dalam FFP IV. “Isu-isu tentang masyarakat adat, lingkungan, dan kehidupan sosial masyarakat banyak diangkat teman-teman sineas. Tapi, dari semuanya, isu hutan dan masyarakat adat yang paling kuat,” papar Berto, Rabu (4/8/2021) di Jayapura, Papua.
Tahun ini isu tentang perambahan hutan di Papua dan nasib masyarakat adat paling banyak muncul dalam FFP IV.(Berto Yekwam)
FFP IV rencananya akan dilaksanakan di Kota Wamena tahun 2020 lalu tapi batal karena pandemi Covid-19. FFP IV akhirnya baru dilaksanakan tahun ini dan sepenuhnya dilakukan secara daring.
Dalam FFP IV yang berlangsung tanggal 7-9 Agustus 2021, 10 film dokumenter terbaik akan diputar. Selain menonton bersama film dokumenter, para peserta festival juga bisa mengikuti diskusi film dan kelas workshop film. Seluruh rangkaian FFP IV bisa disaksikan melalui akun youtube dan facebook Papuan Voices.
Setelah festival film ini, Papuan Voices juga akan memutar 10 film dokumenter terbaik FFP IV ke kampung-kampung di berbagai daerah Papua. Selama ini, Papuan Voices rutin menggelar pemutaran film keliling Papua.
Sudut pandang Papua
Papuan Voices adalah komunitas pembuat film di Tanah Papua yang fokus memproduksi dokumenter berdurasi pendek tentang manusia dan tanah Papua. Tujuannya adalah mengangkat cerita-cerita tentang Papua dari sudut pandang orang Papua sendiri.
Papuan Voices terbentuk Tahun 2011 ketika Engage Media, Justice Peace and Integration of Creation (JPIC) MSC Indonesia dan Sekretariat Keadilan Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan (SKPKC) Fransiskan Papua bekerjasama dan mulai melatih para pembuat film baru di Tanah Papua. Sejak terbentuk, Komunitas Papuan Voices sudah memproduksi berbagai film dokumenter dan menyelenggarakan pelatihan-pelatihan.
Saat ini Komunitas Papuan Voices menyebar di sembilan wilayah di Papua, antara lain Jayapura, Keerom, Wamena, Merauke, Sorong dan Raja Ampat, Biak dan Manokwari.