Anggaran Rp 3,7 Triliun untuk Digitalisasi Pendidikan di Sekolah
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi mengalokasikan anggaran Rp 3,7 triliun untuk digitalisasi pendidikan di sekolah. Dana tersebut akan dipakai untuk pengadaan perangkat teknologi dan informasi.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Digitalisasi pendidikan di Indonesia dari jenjang pendidikan dasar dan menengah mulai dilakukan dengan memodernisasi perangkat teknologi informasi dan komunikasi sekolah-di sekolah. Pemenuhan perangkat teknologi untuk pendidikan itu dilakukan dengan mendorong produksi dalam negeri didukung Google Indonesia mulai tahun 2021.
Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) Wikan Sakarinto menyampaikan hal itu dalam acara Google for Education dan peluncuran Chromebooks buatan Indonesia, di Jakarta, Selasa (3/8/2021).
Menurut Wikan, pada 2021 Kemdikbudristek menyiapkan anggaran sekitar Rp 3,7 triliun untuk pengadaan perangkat teknologi informasi dan komunikasi (TIK), terbanyak untuk laptop Chromebooks yang merupakan produksi dalam negeri.
”Kami mau mengembangkan digitalisasi pendidikan karena kebutuhannya makin besar, tetapi dengan semangat memproduksi di dalam negeri. Kolaborasi dilakukan dengan berbagai pihak, seperti Google dan perusahaan elektronik dalam negeri, dan nantinya melibatkan siswa SMK (sekolah menengah kejuruan) untuk perakitan dan pascapenjualan. Sejumlah perguruan tinggi dan politeknik akan terlibat dalam mengembangkan desain,” tutur Wikan.
Modernisasi perangkat keras atau hardware di sekolah-sekolah untuk tahun 2021 didanai Kemdikbudristek senilai Rp 1,3 triliun dan dana alokasi daerah (DAK) fisik APBD senilai Rp 2,4 triliun. Penyaluran laptop hampir 500.000 unit. Selain itu, akses poin, proyektor, konektor, speaker, dan pelatihan ditingkatkan. Hingga tahun 2024, alokasi anggaran lebih dari Rp 17 triliun untuk memodernisasi perangkat TIK di sekolah dan pendidikan nonformal.
Wikan mengapresiasi inisiatif modernisasi pendidikan melalui program Google for Education. Kolaborasi ini diharapkan mendorong munculnya teknologi baru lain untuk turut memajukan pendidikan di Indonesia.
Managing Director Google Indonesia Randy Jusuf mengatakan, Google berkomitmen membantu transformasi pendidikan digital di Indonesia. Tak hanya mendukung teknologi yang terjangkau demi menyukseskan belajar jarak jauh atau daring, tetapi juga turut meningkatkan kompetensi guru, pelajar, dan orangtua untuk memanfaatkan teknologi pendidikan yang disediakan Google.
”Kami hadir dengan teknologi terjangkau di ruang kelas. Pandemi Covid-19 menunjukkan pentingnya alat tepat untuk bekerja sama dan PJJ (pembelajaran jarak jauh). Sekitar 170 juta pelajar dan pengajar di dunia mengandalkan alat kami. Saat PJJ, kami mendukung Kemdikbudristek, membantu ke metode belajar yang beralih ke PJJ. Perubahan cepat ini kami dukung dengan menyediakan akses teknologi, infrastruktur digital, dan bantu peralihan,” papar Randy.
Google mendukung pengajar dan pelajar dalam melanjutkan proses belajar kolaboratif dengan membantu memodernkan teknologi pendidikan secara nasional. Sejumlah jenis laptop memakai Chrome OS akan dibuat di Indonesia. Google Indonesia bekerja sama dengan enam produsen lokal untuk merakit Chromemebook di Indonesia, yakni Axioo, Advan, Evercross, SPC, Zyrex, dan TSMID.
”Untuk pertama kali, produsen lokal Indonesia membuat Chromebook bagi Indonesia dan pasar ekspor,” kata Randy.
Pelatihan guru
Randy menegaskan, Google Indonesia berkomitmen membantu sekitar 2 juta pengajar dan 62 juta pelajar Indonesia untuk tetap bisa menjalani pendidikan bermutu di masa penuh ketidakpastian ini. Hal itu dilakukan dengan mengoptimalkan teknologi pendidikan yang terjangkau.
Ada dana filantropi yang diumumkan pada Februari 2020 senilai 1 juta dollar AS untuk melatih computational thinking atau berpikir komputasional bagi 22.000 guru agar lebih mampu menyiapkan pelajar dan meningkatkan daya saing di internasional. Kini, lebih dari 27.000 pengajar di 75 kota dengan dukungan 60 perguruan tinggi dilatih agar berhasil beradaptasi dengan sistem pembelajaran daring.
Shita Dharmasari, guru dari Lampung yang mengikuti program Google for Education Certified Educator, mengaku awalnya hanya paham Google untuk pencari informasi atau dikenal dengan julukan Mbah Google. Lalu, guru diajak belajar memanfaatkan teknologi Google dalam pembelajaran sehingga strategi pembelajaran dapat berkembang. Guru dapat meningkatkan diri dengan level keterampilan Google dan dengan level kompetensi dunia. Ada komunitas Google Educator Group.
Shita mendampingi guru penggerak di lokasi yang sulit dengan aplikasi yang ada di laptop atau tablet. Berdasarkan pengalaman memakai Chromebook buatan Indonesia, ada pengaturan aplikasi Google sehingga lebih cepat diakses. Selain itu, ada pengaturan yang dapat digunakan guru untuk memproteksi anak-anak sehingga tidak melihat hal-hal yang tidak perlu atau tidak pantas.
”Kami dengan siswa di tahun ajaran baru, untuk mendaftar, sudah di-bundling (digabung) dengan Chromebook di tablet atau laptop,” ujar Shita.
Menurut Kepala SMP Damian School Bandung Connieta Theotirta, pelatihan berpikir komputasional membantu guru keluar dari cara berpikir biasa. Dengan cara sederhana, guru mendorong pembelajaran yang melatih logika dan berpikir siswa mengenai kejadian sehari-hari, menstrukturkan, hingga membentuk pola.
”Kami melatih computational thinking bagi siswa dengan permainan sederhana. Di salah satu pelatihan, untuk membuat algoritma, caranya menyenangkan, seperti membuat minuman cokelat, ada yang untuk membuat robot dan satu programmer. Siswa jadi bersemangat belajar dan kreatif karena belajar bukan lagi menghafal,” tutur Connieta.
Ketua Bebras Indonesia Ingriani Liem mengatakan, Bebras digandeng Google Indonesia menjalankan program Gerakan Pandai untuk menggelar pelatihan berpikir komputasional kepada guru. Dengan webinar, jangkauan makin banyak, minat masyarakat antusias. Kini, 16.000 pelajar telah belajar cara berpikir komputasional dari guru yang sudah dilatih.