Infrastruktur dan Akses Bukan Satu-satunya Jaminan Digitalisasi Pendidikan
Selain ketersediaan infrastruktur dan akses pendidikan, ada tiga komponen yang harus disiapkan bersama dalam implementasi program digitalisasi pendidikan, yaitu infrastruktur, infostruktur, dan infokultur.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Digitalisasi sekolah yang lebih fokus untuk infrastruktur device dan akses digital dengan anggaran yang besar belum menjamin suksesnya program digitalisasi sekolah. Digitalisasi pendidikan memerlukan perencanaan yang matang menggunakan data serta kajian akademis.
Pemerhati pendidikan dari Vox Point Indonesia, Indra Charismiadji, Minggu (1/8/2021), mengatakan, digitalisasi pendidikan tidak sekadar pengadaan laptop atau akses. Ada tiga komponen yang harus disiapkan bersama dalam implementasi program digitalisais pendidikan, yaitu infrastruktur, infostruktur, dan infokultur.
”Laptop bagian dari infrastruktur, Bagaimana dengan infostruktur dan infokulturnya? Kalau tidak disiapkan, bisa sama seperti kegagalan program di negara lain, seperti Malaysia dan Thailand, yang lebih mementingkan proyeknya daripada nilai manfaatnya,” kata Indra.
Menurut Indra, Indonesia bisa belajar dari Singapura yang membuat awal perencanaan yang matang dengan Information and Communication Technology (ICT) Masterplan in education (Rencana Utama Digitalisasi Pendidikan) sejak 1997. Singapura kini sudah masuk fase ke-4 dalam masterplan tersebut dan di dalamnya lengkap bagaimana infrastruktur, infostruktur, dan infokultur.
”Jika Indonesia hanya fokus kepengadaan laptop, tanpa ada kajian komprehensif, ya siap-siap saja uang rakyat terbuang sia-sia,” kata Indra.
Jauh sebelum pandemi Covid-19, berbagai program Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk mendukung pengembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) pendidikan dilakukan, termasuk daerah 3T. Mulai dari pengadaan laboratorium TIK hingga pengadaan komputer/laptop. Bantuan sering tak optimal karena infrastruktur listrik dan internet hingga sumber daya manusia yang tak memadai di daerah.
Konten Interaktif
Di acara Ngobrol Pintar Seputar Kebijakan Edukasis bertajuk ”Kebijakan Digitalisasi Pendidikan: Siapa yang Diuntungkan?”, beberapa waktu lalu Hary Candra, praktisi Media Pendidikan dan Cofounder PesonaEdu, mengatakan, digital bukan berarti segalanya untuk pendidikan. Digitalisasi pendidikan akan maksimal bukan dengan device atau akses semata, tetapi juga konten yang interaktif.
”Kelemahan pendidikan jarak jauh atau PJJ saat ini dianggap membosankan karena bahan ajar teks dan bahan ajar mati. Menarik jika belajar daring dengan animasi dan interaktif,” kata Hary.
Menurut Hary, ada banyak kekeliruan dari proyek beberapa negara. Digitalisasi berarti device dan akses. Padahal, harus dipikirkan bagaimana konten yang interaktif tetap bisa diakses, baik luring maupun daring, sehingga bisa digunakan untuk belajar dalam segala kondisi.
”Untuk konten, utama sains, matematika, dan bahasa, Indonesia sudah mampu yang interaktif. Banyak negara lain yang sudah menggunakan. Sayang, di Indonesia belum dioptimalkan untuk mendukung penyediaan konten dalam program digitalisasi sekolah karena lebih fokus pada device dan akses,” kata Hary.
Obert Hoseanto, Education Industry Manager Microsoft Indonesia, mengatakan, ketika bicara digitalisasi, yang utama bukan seberapa canggih device atau akses teknologi pada pengguna. ”Jika tidak dilengkapi kemampuan manusia secara layak dan konten, teknologi tidak akan mengubah apa pun,” ujar Obert.
Jadi prioritas
Digitalisasi pendidikan jadi prioritas Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek). Komitmen ini ditunjukkan dengan mengalokasikan anggaran penyediaan belanja teknologi informasi dan komunikasi sebesar Rp 17,4 triliun hingga tahun 2024.
Dari anggaran tersebut, alokasi terbesar diperuntukkan untuk pengadaan laptop sebanyak 1,3 juta unit. Selain laptop, pengadaan kebutuhan TIK lainnya adalah acces point, konektor, LCD proyektor, layar proyektor, dan speaker aktif. Pengadaan TIK dengan syarat produk dalam negeri ini akan disalurkan untuk 435.846 satuan pendidikan, mulai dari pendidikan anak usia dini hingga menengah, serta pendidikan nonformal.
Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim, Kamis (23/7/2021), menjelaskan, Kemendikbud Ristek terus mendorong penggunaan produk dalam negeri (PDN) dalam digitalisasi sekolah untuk mewujudkan infrastruktur kelas dan sekolah masa depan.
Pembelanjaan TIK PDN 2021 pada jenjang PAUD, SD, SMP, dan SMA direaliasikan dengan mengirimkan 190.000 laptop ke 12.000 sekolah dengan anggaran Rp 1,3 triliun. Selain itu, pemerintah juga mengalokasikan Rp 2,4 triliun untuk Dana Alokasi Khusus Pendidikan (DAK) tahun 2021 di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota untuk pembelian 240.000 laptop.
”Kami mendorong komitmen pemerintah daerah dan dinas pendidikan untuk meningkatkan pembelanjaan PDN di bidang pendidikan,” ujar Nadiem.
Baca juga : Kemanusiaan Penentu Arah Perkembangan Teknologi
Saat ini, beberapa perguruan tinggi juga sedang merancang dan mengembangkan komponen TIK dalam negeri beserta industrinya. Institut Teknologi Bandung, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, dan Universitas Gadjah Mada telah membentuk konsorsium dan menjalin kerja sama dengan industri TIK dalam negeri untuk memproduksi laptop ”Merah Putih”.