Beda Pandangan soal Risiko Keuangan Bisa Jadi Akar Perceraian
Perceraian karena masalah duit sudah sering hadir di ruang dengar kita. Tapi, tahukah Anda, hal itu kemungkinan akarnya berasal dari preferensi risiko terkait keuangan.
Oleh
ICHWAN SUSANTO
·3 menit baca
Kita sudah sering mendengar pasangan suami-istri yang bercerai karena masalah duit. Bila ditelusuri lebih lanjut, kemungkinan akarnya berasal dari perbedaan keduanya dalam melihat risiko keuangan.
Itu menurut hasil riset University of California San Diego, Amerika Serikat, yang dimuat dalam the Economic Journal berjudul ”Sikap Risiko dan Konflik dalam Rumah Tangga” yang diterbitkan pada 28 Juni 2021. Perbedaan dalam melihat risiko keuangan itu implementasinya pada keputusan untuk menabung atau berinvestasi.
”Berdebat tentang uang biasanya disebut sebagai alasan perceraian, tetapi potensi pendorong utama pertengkaran ini adalah perbedaan dalam sikap berisiko,” kata penulis studi tersebut, Marta Serra-Garcia, profesor ekonomi dan strategi di Rady School of Management, dalam laman internet University of California, San Diego, Selasa (27/7/2021).
Meskipun diketahui bahwa memperebutkan uang dapat membawa pasangan ke pengadilan perceraian, penelitian baru dari Rady School of Management University of California San Diego itu menemukan bahwa perbedaan dalam preferensi risiko kemungkinan menjadi akar penyebab perceraian. Ini terutama ketika menyangkut masalah keuangan.
Pasangan yang berbeda dalam keputusan tabungan dan investasi cenderung tidak memiliki rumah dan/atau merenovasi rumah mereka.
Studi longitudinal ini mengukur preferensi risiko dari 5.300 pasangan di Jerman dari tahun 2004 hingga 2017. Peserta dalam survei—yang dilakukan setiap tahun oleh Panel Sosial Ekonomi Jerman—ditanyakan seberapa bersedia mereka mengambil risiko ketika itu datang ke karier, olahraga, mengemudi, dan masalah keuangan.
Setelah mengontrol berbagai karakteristik dalam rumah tangga, seperti tingkat pendidikan istri dan suami, agama, daerah asal, latar belakang budaya, dan lainnya, penulis menemukan perbedaan preferensi risiko adalah prediktor terbesar perpisahan pernikahan dalam jangka panjang.
Pasangan yang memiliki sikap risiko yang paling berbeda dua kali lebih mungkin untuk bercerai dibandingkan dengan pasangan dengan preferensi yang paling mirip. Selain itu, dari semua kategori risiko yang tercantum dalam survei, perbedaan risiko keuangan merupakan prediktor perceraian yang paling kuat.
”Sikap risiko menentukan keputusan investasi, seperti perumahan untuk keluarga. Jika pasangan memiliki preferensi risiko yang berbeda, mereka akan sering tidak setuju pada investasi umum dan sangat penting dalam pernikahan,” kata Serra-Garcia. Ini ditunjukkan dari temuan bahwa pasangan yang berbeda dalam keputusan tabungan dan investasi cenderung tidak memiliki rumah dan/atau merenovasi rumah mereka.
Serra-Garcia juga menunjukkan, saat kedua belah pihak mengumpulkan sumber daya mereka, pasangan mendapatkan keuntungan yang signifikan dari pernikahan. ”Di satu sisi, rumah tangga berbagi barang bersama, seperti perumahan, dan untuk itu kesamaan dalam sikap berisiko itu optimal,” katanya.
Ia melanjutkan, di sisi lain, rumah tangga berbagi dua sumber pendapatan dan pendapatan biasanya berisiko. Karena pasangan mengumpulkan pendapatan mereka, jika salah satu memiliki aliran yang kurang dapat diandalkan daripada yang lain, perbedaan dalam sikap berisiko dapat menjadi optimal karena mereka dapat ”mengasuransikan” satu sama lain.
”Tetapi, ini juga dapat menjadi sumber ketegangan untuk pernikahan,” katanya.
Studi ini juga mengungkapkan bahwa pasangan yang baru terbentuk menjadi lebih mirip dari waktu ke waktu. Artinya, dalam rumah tangga, sikap tidak tetap atau bisa berubah.
Misalnya, di masa keuangan yang sulit, seperti resesi besar tahun 2009, sebagian besar pasangan menjadi lebih menghindari risiko. Studi ini menemukan bahwa pasangan yang menjadi lebih mirip selama ini cenderung tidak bercerai nanti.
”Asimilasi preferensi bisa menjadi mekanisme untuk menyelesaikan konflik dalam pernikahan,” kata Serra-Garcia. ”Akibatnya, pasangan ini memiliki kemungkinan yang lebih kuat untuk tetap bersama.”
Hasil dari penelitian ini dapat berimplikasi pada industri situs kencan. Lebih dari sepertiga pasangan di AS bertemu secara daring sehingga pengguna dapat mempelajari karakteristik individu sebelum proses kencan dimulai.
”Situs kencan daring sering kali merancang algoritma yang berupaya menemukan kecocokan yang optimal,” kata Serra-Garcia. ”Jika situs web semacam itu menyarankan kecocokan antara individu yang serupa dalam sikap berisiko mereka, itu dapat mengurangi kemungkinan bahwa jika pasangan terbentuk, itu akan bubar di masa depan.”
Jadi, saat masih pacaran atau mencari jodoh, topik terkait pengelolaan keuangan sangat baik menjadi bahan pembicaraan. Itu bisa menjadi modal untuk menentukan langkah Anda berdua selanjutnya.