Menjaga Nyala Semangat Belajar Anak Lewat Literasi
Keterlibatan orangtua sejak dini untuk bisa menciptakan suasana belajar yang nyaman dan menyenangkan semakin penting di masa pandemi Covid-19.
I Gusti Ngurah Pandu Wijaya, orangtua anak usia dini sekaligus Pegiat Membaca Nyaring (Read Aloud), membiasakan diri membacakan buku dengan suara nyaring (reading aloud) untuk putrinya, Carita. Kebiasaan tersebut berhasil memancing rasa ingin tahu Carita, lalu sang putri pun banyak bertanya.
”Apa pun yang kami ceritakan, Carita mulai muncul rasa ingin tahu dan bertanya. Kami buatkan sudut rak buku dengan ornamen-ornamen hewan, warna-warna cerah, sehingga menarik. Kami lengkapi juga dengan aktivitas menyenangkan yang berkembang dari buku bacaan agar proses membacanya juga jadi menyenangkan,” kata Pandu saat berbagi kisahnya di webinar Panggung Anak Indonesia Merdeka, Bincang Pakar, dan Pegiat PAUD Anak Cerdas Terliterasi yang digelar Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi untuk merayakan Hari Anak Nasional 2021 pekan lalu.
Kegiatan belajar di rumah pun dibuat jadi menyenangkan. Karena itu, Pandu dan istri berusaha menghadirkan suasana belajar yang nyaman untuk buah hati mereka. Melalui membacakan buku nyaring, kegiatan belajar di rumah bisa dijalankan keluarga saat pandemi Covid-19. Teknik membaca nyaring ini lazim digunakan serta bermanfaat mendorong konsentrasi, imajinasi, perkembangan bahasa, sekaligus mendekatkan anak dengan orangtua.
”Carita suka gambar, jadi saya gambarkan hewan di buku cerita. Harapan kami, anak-anak jika diberikan kebiasaan membaca konsisten, difasilitasi, dan (dilakukan secara) menyenangkan, pasti ada manfaat luar biasa bagi tumbuh kembangnya,” kata Pandu.
Sementara itu, Kepala Sekolah PAUD Nurul Qolbu Bogor Kiswanti mengatakan, banyak membaca pada anak akan menumbuhkan empati. ”Kami juga menyarankan anak-anak belajar menggunting, tentunya dengan pengawasan. Kami ajarkan anak memisahkan kertas yang sudah digunting berdasarkan bentuk. Yang jelas, orangtua tidak hanya sekadar menyuruh anak belajar, tetapi harus juga terlibat mengajar dan jadi teladan pembelajaran sepanjang hidup,” ujar Kiswanti.
Keterlibatan orangtua sejak dini untuk bisa menciptakan suasana belajar yang nyaman dan menyenangkan semakin penting di masa pandemi Covid-19. Anak-anak tak bisa belajar di sekolah, sementara pembelajaran daring terbatas. Orangtua yang kini harus intens berinteraksi menggantikan guru bagi anak-anak di rumah untuk tetap belajar, menguasai kemampuan dasar di numerasi, literasi, dan karakter.
Pakar literasi, Sofie Dewayani, menegaskan, literasi bukanlah hanya baca, tulis, dan hitung (calistung). ”Kegiatan bercerita bagi anak usia dini harus selalu dihidupkan di rumah. Ajak mereka bicara dalam bahasa daerah, bahasa nasional, ataupun bahasa lainnya. Kemudian, dekatkan juga akses buku dengan anak-anak,” tutur Sofie.
Sofie menambahkan, buku bacaan harus sesuai umur anak, serta punya gambar dan cerita yang imajinatif. Hal ini supaya anak bisa berkelana di dunia imajinasi sekaligus membangun minat baca mereka agar mereka menjadi pembelajar sepanjang hayat.
Hal senada disampaikan Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), psikolog, pembawa acara anak, dan pemilik sekolah Homeschooling Kak Seto, Seto Mulyadi. ”Literasi adalah memaknai membaca situasi, bagaimana berkomunikasi, bergaul, menghormati dan menghargai, untuk membentuk karakter Pelajar Pancasila, misalnya, bagaimana bekerja sama dengan kakak, adik, dan orangtua di rumah, gotong royong, mandiri, dan kreatif,” tutur Kak Seto.
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim mengajak menjadikan perayaan Hari Anak Nasional (HAN) 2021 sebagai kesempatan untuk memantik kembali semangat serentak bergerak mewujudkan Merdeka Belajar. Peringatan HAN pada tahun ini mengangkat tema ”Anak Terlindungi, Indonesia Maju” dengan tagar #AnakPedulidiMasaPandemi. Tema ini diusung sebagai motivasi bahwa pandemi tidak menyurutkan komitmen untuk tetap melaksanakan HAN secara virtual, tanpa mengurangi makna HAN.
”Di masa pandemi saat ini, kita perlu terus bergotong royong untuk menghindarkan anak-anak kita dari risiko learning loss. Saya yakin dengan gotong royong untuk saling menjaga dan saling mencerdaskan adalah kunci utama dalam menghadapi tantangan yang dirasakan saat ini,” ujar Nadiem.
Salah satu kebutuhan pendidikan bagi anak Indonesia, kata Menteri Nadiem, adalah kemampuan untuk berpikir kritis. Menurut dia, anak-anak harus bisa memahami konteks, bukan hanya menghafal, tetapi juga harus berani bertanya. ”Salah satu cara terbaik untuk menumbuhkan kemampuan berpikir kritis adalah dengan membaca.
”Bacalah buku apa pun yang kalian suka karena membaca sangat membantu menjaga semangat kita di tengah situasi yang penuh dengan tantangan. Anak-anak juga harus berani bertanya,” kata Nadiem.
Sementara itu, Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Jumeri mengatakan, momen pandemi ini menjadi pengingat orang dewasa agar menghadirkan lingkungan belajar yang aman dan menyenangkan bagi anak. Tidak ada satu anak pun yang boleh tertinggal dalam mendapatkan hak belajarnya. Di masa pandemi Covid-19, dunia anak menjadi berkurang karena interaksi yang sebelumnya didapatkan dari sesama temannya menjadi terbatas.
”Ini tantangan bagi kita semua. Oleh sebab itu, penting adanya kolaborasi guru dan orangtua dalam memastikan dunia anak tetap luas dan kaya lewat hadirnya lingkungan belajar yang aman dan menyenangkan untuk anak,” tutur Jumeri.
Penguatan literasi sejak dini digaungkan kembali. Sebab, dengan mengenal literasi yang menyenangkan, anak-anak jadi suka membaca dan banyak bertanya. Anak-anak pun kenal cara belajar yang menyenangkan.
”Jadikanlah lingkungan anak kaya keaksaraan dengan ragam media yang kaya teks dan gambar untuk memperkaya pemahaman anak tentang dunia. Salah satunya adalah dengan membacakan buku pada anak. Sudah banyak penelitian yang menemukan manfaat membacakan buku untuk anak,” ucap Jumeri.
Riset Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) 2020, kata Jumeri, menemukan bahwa anak usia lima tahun yang dibacakan buku oleh orangtuanya punya kemampuan empati dan prososial, serta mampu mengatur emosi lebih tinggi dibandingkan dengan anak di kelompok usia yang sama, tetapi tidak dibacakan buku. Di samping itu, perlunya peningkatan akses bacaan buku oleh anak untuk melawan kesenjangan di tiap daerah.
Kemendikbud Ristek terus mengajak berbagai pihak membantu meningkatkan kesempatan belajar dengan berbagai aktivitas literasi. Aktivitas yang dapat dilakukan seperti menumbuhkan lingkungan keaksaraan dengan membacakan buku bagi anak, bagi para pakar untuk mendampingi pendidik dan orangtua mengasah dan menyusun kegiatan belajar mengajar berbasis buku bacaan anak, serta meningkatkan akses anak kepada buku bacaan yang sesuai.
Inovasi daerah untuk literasi
Bunda PAUD dan istri Gubernur Jawa Barat, Atalia Praratya Ridwan Kamil, mengungkapkan, Jawa Barat ingin memunculkan solusi yang menjawab masalah dari akarnya. ”Kita tahu bahwa Indonesia masih punya masalah indeks membaca dan 80 persen provinsi di Indonesia darurat literasi karena minimnya akses,” kata Atalia.
Jawa Barat mencari solusi agar sumber bacaan mudah diakses masyarakat, yang kemudian dijawab dengan munculnya inovasi Kotak Literasi Cerdas (Kolecer). ”Kami menghadirkan Kolecer di tempat-tempat yang dilewati banyak orang, misalnya pelataran masjid, taman-taman, dan kantor. Jadi, masyarakat bisa dengan mudah mendapat akses bacaan,” tutur Atalia.
Alita juga menyoroti minimnya kunjungan masyarakat ke perpustakaan akibat akses sulit, yaitu ada di angka 23,09 persen (Balitbang dan Perbukuan Kemendikbud Ristek). Selain itu, data Kementerian Komunikasi dan Informatika juga menemukan bahwa masyarakat Indonesia lebih suka membaca dari gawai dan masyarakat juga lebih suka membuka media sosial dibandingkan membaca buku.
Provinsi Jawa Barat berinovasi dengan perpustakaan digital yang di dalamnya terdapat ribuan buku elektronik bernama Maca Dina Digital Library (Candil). ”Ini pakai bahasa Sunda supaya orang mudah mengenalinya,” ujar Atalia. Dirinya juga menilai bahwa literasi keluarga di rumah sangat didorong Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
”Kami menguatkan kolaborasi dengan pegiat literasi di masyarakat, duta-duta baca kami di 27 kabupaten/ kota. Ini tidak mudah karena kita sambil berjuang melawan pandemi,” ucap Atalia.
Namun, Atalia juga menegaskan perlunya teladan orangtua dalam berliterasi. ”Anak adalah peniru ulung. Budaya literasi dan gemar membaca bisa dibangun karena mereka melihat lingkungan, termasuk orangtua. Kalau orangtua suka baca, anak akan meniru,” tutur Atalia.
Bunda PAUD dan istri Pelaksana Tugas (Plt) Wali Kota Tasikmalaya, Rukmini Muhammad Yusuf, menekankan perlunya PAUD berkualitas di setiap daerah untuk mempersiapkan anak-anak selaku generasi masa depan yang baik. Diakuinya, untuk mewujudkan hal tersebut, menjadi tugas Bunda PAUD untuk melakukan kerja sama dengan berbagai pihak mewujudkan PAUD berkualitas.
”Tasikmalaya punya program unggulan SIUDIN, Literasi Usia Dini. Program ini terdiri dari dua kegiatan, yaitu Dongeng untuk Anak Usia Dini Bersama Komunitas (Donita), yang digelar di luar pembelajaran PAUD. Donita adalah layanan storytelling dengan menghadirkan anak ke perpustakaan umum Tasikmalaya dan diselingi menyanyi dan gim interaktif antara pendongeng dan peserta. Ini semua dilakukan agar budaya baca anak tumbuh sejak dini sekaligus menyadarkan masyarakat akan pentingnya peran orangtua,” papar Rukmini.
Rukmini menambahkan, kegiatan lainnya adalah Sosialisasi Minat Baca Masyarakat atau disingkat Simbara. Upaya ini untuk mengedukasi orangtua agar sadar berliterasi dan pentingnya mendampingi anak ke perpustakaan serta menjadi teladan minat baca bagi anak-anak.
”Kami berikan materi-materi terkait. Kami juga ingin orangtua sadar manfaat dongeng bagi anak usia dini,” ujar Rukmini.