Rektor UI Ari Kuncoro Mundur sebagai Wakil Komisaris Utama BRI
Kementerian BUMN telah menerima surat pengunduran diri Ari Kuncoro dari jabatannya selaku Wakil Komisaris Utama/Komisaris Independen Perseroan BRI per 21 Juli 2021.
Oleh
Benediktus Krisna Yogatama/Ester Lince Napitupulu
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Rektor Universitas Indonesia Ari Kuncoro mengajukan pengunduran diri dari jabatan Wakil Komisaris Utama PT Bank Rakyat Indonesia Tbk atau BRI. Pengajuan pengunduran diri ini diduga karena Ari merangkap jabatan sebagai rektor sekaligus komisaris BUMN.
Hal itu terungkap dalam surat pemberitahuan BRI kepada PT Bursa Efek Indonesia (BEI) yang diunggah dalam situs keterbukaan informasi BEI, Kamis (22/7/2021). Surat itu ditujukan kepada Direktur Penilaian Perusahaan BEI.
Dalam surat itu tertulis bahwa Kementerian BUMN telah menerima surat pengunduran diri Ari Kuncoro dari jabatannya selaku wakil komisaris utama/komisaris independen perseroan per 21 Juli 2021. Sehubungan dengan itu, perseroan akan menindaklanjutinya sesuai ketentuan dan prosedur.
Surat itu bertanda tangan Sekretaris Perusahaan BRI Aestika Oryza Gunarto. Adapun surat ditembuskan kepada Kepala Departemen Pengawasan Bank I Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kepala Departemen Perizinan dan Informasi Perbankan OJK, Kepala Eksekutif Pengawasan Pasar Modal OJK, Deputi Bidang Sumber Daya Manusia Teknologi Informasi Kementerian BUMN, serta Asisten Deputi Bidang Perbankan dan Pembiayaan Kementerian BUMN.
Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 33/POJK.04/2014 tanggal 8 Desember 2014 tentang Direksi dan Dewan Komisaris Emiten atau Perusahaan Publik disebutkan, pengunduran diri komisaris harus melalui mekanisme rapat umum pemegang saham (RUPS). Adapun BRI dijadwalkan menyelenggarakan RUPS hari ini pukul 14.30.
Beberapa hari terakhir, fenomena rangkap jabatan Ari Kuncoro sebagai Rektor UI sekaligus Wakil Komisaris Utama BRI menuai kritik tajam. Sejumlah alumnus UI bahkan sampai membuat petisi di laman Change.org. Mereka menolak rangkap jabatan pejabat UI dan meminta Rektor UI mundur dari jabatannya.
Pada Kamis (22/7/2021) pukul 12.30, sebanyak 31.350 orang telah menandatangani petisi virtual tersebut. Mereka menandatangani petisi bertajuk ”Rektor UI yang Melanggar Aturan, Bukan BEM UI. Hapus Rangkap Jabatan Rektor UI!” di Change.org.
Desakan dalam petisi semakin menguat dengan keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2021 tentang Statuta UI menggantikan statuta sebelumnya pada 2 Juli 2021 lalu. ”Kalau kita biarkan rangkap jabatan, seperti ini diloloskan, bisa terjadi konflik kepentingan. UI bisa enggak independen. Minta Mendikbudristek mengambil sikap tegas terhadap pelanggaran rangkap jabatan di UI,” demikian pernyataan petisi yang digulirkan, antara lain, oleh Raynaldo G Sembiring, alumnus Fakultas Hukum UI 2008, yang masuk dalam sembilan perwakilan alumnus UI angkatan 1992-2016. Petisi tersebut ditujukan kepada Rektor UI Ari Kuncoro dan Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim.
Dalam statuta lama, rangkap jabatan rektor dan wakil rektor sebagai pejabat, salah satunya di perusahaan BUMN/BUMD ,dilarang. Namun, di statuta terbaru UI, larangan menjadi pejabat BUMN/BUMD hanya untuk jabatan direksi.
Persoalan rangkap jabatan Rektor UI Ari Kuncoro menuai kritik dengan diangkatnya Ari menjadi Wakil Komisaris Utama BRI dalam RUPS BRI pada Februari 2021. Sesuai ketentuan statuta UI yang masih berlaku saat Ari diangkat, rangkap jabatan Rektor UI sebagai pejabat BUMN/BUMD dilarang.
Sebelumnya, Ketua Umum Ikatan Alumni UI Andre Rahardian berharap pihak rektorat dan Majelis Wali Amanah (MWA) UI cepat mengklarifikasi persoalan tudingan rangkap jabatan Rektor UI. ”Kondisi sekarang sudah tidak baik bagi UI dengan beredarnya ketidakjelasan. Termasuk juga tudingan pada sikap pemerintah dengan mengeluarkan PP. Kami yakin rektor dan MWA punya penjelasan di balik perubahan statuta UI, tetapi harus bisa diklarifikasikan kepada mahasiswa, dosen, alumni, dan publik,” kata Andre.
Persoalan keteladanan
Pemerhati pendidikan Indra Charismiadji mengatakan, jika benar karena Rektor UI melanggar statuta tentang ketentuan merangkap jabatan jadi pejabat BUMN/BUMD, lalu statuta UI diubah, hal ini menjadi ancaman bagi keteladanan di dunia pendidikan. ”Dengan falsafah ing ngarsa sung tuladha, kira-kira suri teladan apa yang akan kita berikan kepada generasi penerus bangsa?” kata Indra.
Dengan falsafah ing ngarsa sung tuladha, kira-kira suri teladan apa yang akan kita berikan kepada generasi penerus bangsa?
Secara terpisah, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbudristek Nizam mengatakan, sesuai Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, UI sebagai perguruan tinggi negeri berbadan hukum (PTNBH) memiliki otonomi penuh untuk mengelola perguruan tinggi dalam bidang akademik dan non-akademik, termasuk mengajukan perubahan statuta. Perubahan statuta UI diinisiasi oleh UI sejak 2019.
”Pembahasan dengan Kemendikbudristek dilakukan sejak awal tahun 2020 hingga 10 Mei 2021 dengan melibatkan berbagai organ di dalam UI, di antaranya Majelis Wali Amanat, Senat Akademik, dan Dewan Guru Besar,” ujar Nizam.
Menurut Nizam, statuta pada dasarnya adalah aturan tata kelola yang diinginkan dan dirancang oleh perguruan tinggi. Tentunya tata kelola tersebut merupakan pilihan yang direpresentasikan oleh semua komponen perguruan tinggi. ”Jika ada pihak-pihak yang memiliki masukan lebih lanjut terkait statuta UI, dapat mengajukan revisi/perubahan statuta kepada organ-organ dalam UI sesuai dengan tata kelola perguruan tinggi yang otonom. Kemendikbudristek akan mendiskusikan penyesuaian statuta bersama UI berdasarkan masukan dari sejumlah pihak sesuai prosedur yang berlaku,” kata Nizam.