Idul Adha kali ini adalah saat terbaik berkurban. Di tengah lesunya ekonomi dan kesulitan yang dihadapi masyarakat, berbagi daging kurban bisa jadi perekat sekaligus penguat rasa senasib sepenanggungan.
Oleh
MUCHAMAD ZAID WAHYUDI
·5 menit baca
Idul Adha 1442 Hijriah kali ini adalah lebaran kurban kedua yang dirasakan umat Islam. Namun, Idul Adha kali ini berlangsung di tengah lonjakan jumlah pasien Covid-19, lesunya ekonomi masyarakat, hingga pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM darurat seiring datangnya puncak kedua gelombang Covid-19 di Indonesia.
”Pilihan untuk berkurban atau menyimpan uang memang ada di tangan masyarakat. Namun, teladan Nabi Ibrahim menunjukkan, mereka yang berkurban tidak akan pernah rugi, akan selalu mendapat ganti dalam bentuk apa pun,” kata Ketua Tebar Hewan Kurban Dompet Dhuafa 2021 Ahmad Faqih Syarafaddin di Jakarta, Sabtu (17/7/2021).
Studi Institute For Demographic and Poverty Studies (IDEAS) menyebut potensi ekonomi kurban nasional pada 2020 mencapai Rp 20,5 triliun. Nilai itu berdasarkan kurban 1,9 juta kambing atau domba dan 452.000 sapi atau kerbau dari 2,3 juta pekurban. Di tahun pertama pandemi itu, jumlah kurban melonjak dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, tahun kedua pandemi ini, potensi kurban diperkirakan turun hingga tinggal Rp 18,23 triliun.
Situasi Idul Adha tahun ini memang lebih ekstrem dibandingkan sebelumnya. Tahun lalu, kebutuhan masyarakat terfokus pada pencegahan paparan Covid-19, seperti makser, cairan disinfektan atau multivitamin. Namun, tahun ini, kebutuhan untuk pengobatan korona sangat besar, mulai dari obat-obatan Covid-19, oksigen, biaya rumah sakit, dan tentu saja berbagai kebutuhan pencegahan Covid-19.
Di sisi lain, lesunya ekonomi membuat jumlah penduduk miskin yang berhak atas daging kurban juga meningkat. Karena itu, Faqih menilai saat ini adalah waktu tepat berkurban, membantu masyarakat yang terdampak Covid-19 lebih parah. ”Hingga dua hari jelang Idul Adha tahun ini, jumlah pekurban belum bisa menyamai Idul Adha tahun lalu di hari yang sama,” ujarnya.
Untuk mempermudah masyarakat berkurban, sejumlah lembaga amil zakat, infak, dan sedekah (Lazis) sudah bisa menerima penyerahan hewan kurban secara daring melalui transfer bank atau pembayaran melalui
marketplace atau aplikasi teknologi keuangan lain.
Proses penyerahan hewan kurban tanpa bertemu langsung di Dompet Dhuafa pada 2020 meningkat 120 persen dibandingkan tahun 2019, sebelum pandemi datang. Sementara transaksi kurban secara langsung atau luring justru turun 40 persen. Tahun ini, kata Faqih, sekitar 70 persen penyerahan kurban dilakukan secara daring.
Namun, jika proses pembayaran hewan kurban bisa didigitalisasi, proses pengelolaan hingga pendistribusian hewan kurban jadi tantangan. Proses pertemuan dan mobilitas orang memang tidak bisa dihindari, tetapi munculnya kerumunan atau pelibatan banyak orang bisa dicegah.
”Dalam kaidah fikih (hukum Islam), menghindari mafsadat (keburukan) harus lebih diprioritaskan dari mendapatkan maslahat (manfaat),” kata Direktur Halal Research Centre Fakultas Peternakan Univeritas Gadjah Mada, Yogyakarta, Nanung Danar Dono.
Dalam kaidah fikih (hukum Islam), menghindari mafsadat (keburukan) harus lebih diprioritaskan dari mendapatkan maslahat (manfaat). (Nanung Danar Dono)
Sesuai Surat Edaran Menteri Agama Nomor 17 Tahun 2021 tentang Peniadaan Sementara Peribadatan di Tempat Ibadah, Malam Takbiran, Shalat Idul Adha dan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Qurban Tahun 1442 H/2021 M di Wilayah PPKM Darurat, pemotongan hewan kurban sebaiknya dilakukan di rumah potong hewan ruminansia (RPH-R).
Namun, jumlah RPH-R dipastikan tidak akan mampu menampung hewan kurban yang ada. Data Kementerian Pertanian pada 2019 menyebut ada 30.359 tempat pemotongan hewan kurban di 184 kabupaten/kota pada 26 provinsi pada Idul Adha 2019. Sementara jumlah RPH-R hanya 555 buah. Padahal, saat itu ada 1.868.023 hewan kurban yang disembelih.
Karena itu, penyembelihan hewan kurban juga diperbolehkan dilakukan di luar RPH-R. Namun, prosesnya harus menerapkan protokol kesehatan dan menjaga jarak fisik antarpetugas. Untuk menghindari penumpukan kurban dan waktu lama di satu tempat pemotongan, maka penyembelihan hewan bisa dilakukan saat Idul Adha 10 Zulhijah atau pada hari tasyrik antara 11 Zulhijah dan 13 Zulhijah.
Jika satu lokasi pemotongan mendapat amanat hewan kurban dalam jumlah banyak, maka bisa didistribusikan ke tempat lain hingga mempersingkat waktu pengelolaan hewan kurban. Proses ini juga bisa meminimalkan jumlah orang yang bertugas di satu lokasi penyembelihan dan pengolahan daging kurban.
”Anak-anak dan warga lansia hendaknya tidak hadir di lokasi penyembelihan. Warga atau panitia yang sedang sakit sama sekali dilarang hadir di lokasi,” kata Nanung.
Untuk mengantisipasi pekurban yang datang menyaksikan hewan kurbannya disembelih karena hukumnya sunat, maka panitia bisa melakukan panggilan video dengan pekurban. Namun, hal itu akan sulit dilakukan Lazis yang mengelola ribuan hewan kurban.
Menurut Faqih, Dompet Dhuafa akan melakukan siaran langsung penyembelihan kurban. Meski demikian, tidak semua pekurban bisa menyaksikan penyembelihan hewan kurbannnya karena keterbatasan sumber daya untuk menyiarkan hal itu serta terbatasnya waktu penyembelihan hingga pendistribusian daging kurban. Dalam waktu 4-6 jam setelah disembelih, daging kurban diharapkan sudah diterima masyarakat.
Selama proses pengelolaan kurban itu berlangsung, petugas harus senantiasa memakai masker, mencuci tangan dengan sabun, serta menjaga kebersihan lokasi penyembelihan, pengulitan, dan pencacahan daging. Kebersihan itu diperlukan demi menjaga kesegaran dan kesehatan daging kurban serta terhindar dari kontaminasi kuman penyakit.
Meski demikian, hingga kini belum ada bukti bahwa virus korona baru (SARS-CoV-2) yang menyebabkan Covid-19 bisa menginfeksi atau menularkan pada hewan kurban. Selain itu, juga belum ada bukti virus korona bisa ditularkan dari hewan kurban ke manusia.
Selanjutnya untuk distribusi daging kurban, sebaiknya diantar langsung ke rumah masyarakat yang berhak menerima. Daftar penerima itu bisa diperoleh dari ketua rukun tetangga atau rukun warga setempat agar kurban tepat sasaran dan terbagi dengan adil kepada masyarakat yang memang berhak dan membutuhkan.
Sistem pengantaran ini juga meminimalkan terjadinya kerumunan masyarakat pengantre kurban. ”Ini saatnya memuliakan para penerima daging kurban,” kata Nanung.