Selain rawan terkena virus korona baru, anak-anak juga rentan menjadi korban berbagai kekerasan di masa pandemi Covid-19. Gerakan bersama menyelamatkan anak-anak harus dimulai dari masyarakat paling bawah.
Oleh
SONYA HELLEN SINOMBOR
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perlindungan terhadap anak selama masa pandemi Covid-19 perlu mendapat perhatian khusus dari semua pihak, terutama gerakan bersama masyarakat di tingkat akar rumput. Berbagai situasi yang muncul selama pandemi Covid-19, seperti stres yang meningkat, keterbatasan akses sarana dan prasarana di rumah, orangtua kehilangan pekerjaan, serta fasilitas kesehatan terbatas; membuat anak-anak rentan mengalami kekerasan.
Kehadiran Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) di tingkat desa/kelurahan bisa menjadi gerakan masyarakat dalam mengintegrasikan dan melaksanakan berbagai kebijakan perlindungan anak selama masa pandemi, terutama dalam beradaptasi dengan kebiasaan baru.
”Salah satu hasil kajian menunjukkan bahwa PATBM sangat diperlukan oleh warga, terutama anak-anak, karena merupakan sumber rujukan informasi dan perlindungan anak yang mudah diakses dan kehadirannya adalah bagian dari masyarakat itu sendiri,” ujar Nahar, Deputi Perlindungan Khusus Anak, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA), pada Peluncuran Panduan Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) pada Masa Adaptasi Kebiasaan Baru Pandemi Covid-19, Rabu (14/7/2021) secara daring.
Pada acara yang diselenggarakan Kementerian PPPA dan Wahana Visi Indonesia (WVI), Nahar yang mewakili Menteri PPPA I Gusti Ayu Bintang Darmawati menyatakan peran PATBM menjadi salah satu gerakan partisipasi masyarakat yang dapat diandalkan dan dirasakan kehadirannya oleh anak-anak di desa dan kelurahan.
”Panduan PATBM pada masa adaptasi kebiasaan baru pandemi Covid-19 juga diharapkan membantu meminimalkan dampak negatif terhadap anak, orangtua, dan keluarga yang sudah ditetapkan dalam perawatan Covid-19 berupa stigma dan diskriminasi,” papar Nahar.
Selain membantu pencegahan keterpaparan Covid-19, PATBM diharapkan membantu anak menghindari tindak kekerasan selama pandemi. Karena itulah, Panduan PATBM disusun untuk mempromosikan berbagai protokol dalam upaya perlindungan anak dari paparan Covid-19 mulai dari tingkat kampung/desa/kelurahan,
Berdasarkan kajian cepat Kementerian PPPA dan WVI pada Februari-Maret 2021 di 14 kota/kabupaten di 12 provinsi juga menunjukkan masih terjadi peningkatan kasus kekerasan pada anak karena meningkatnya stres dan berbagai situasi selama pandemi. ”Hampir 100 persen anak, baik di desa dan kelurahan merasakan kehadiran tim PATBM,” ujar Ciput Eka Purwianti, Asisten Deputi Perlindungan Khusus Anak dari Kekerasan, Kemen PPPA saat memaparkan hasil kajian tersebut.
Makanan bergizi
Dari kajian ditemukan kebutuhan yang paling diperlukan anak selama masa pandemi paling banyak adalah makanan bergizi (90 persen) dan pendampingan belajar di rumah (70 persen). Ketika berdiskusi, anak-anak juga sangat tertarik dengan materi pencegahan perkawinan anak, pencegahan kekerasan, kegiatan kreativitas, informasi hidup sehat, seni, dan budaya.
Karena itulah, dari kajian tersebut ada sejumlah rekomendasi, terkait regulasi yang mendorong koordinasi perencanaan dan penganggaran yang lebih kuat antara kementerian/lembaga dalam perencanaan dan penganggaran PATBM pada Rencana Kerja Pemerintah tahun 2021. Selain itu, perlunya regulasi operasional untuk memperkuat urusan pemerintahan bidang perlindungan anak di kecamatan dan kelurahan/desa, dan membantu desa yang belum memiliki program PATBM.
CEO dan Direktur Nasional WVI Angelina Theodora menegaskan, di tengah berbagai tantangan di masa pandemi Covid-19 ini, upaya melindungi anak tetap harus diprioritaskan oleh semua pihak. Karena itu, penting keterlibatan semua pihak, termasuk pemerintah, lembaga kemasyarakatan, tokoh agama, tokoh adat, warga dan anak sendiri, untuk bersama memberikan perlindungan terbaik untuk anak.
”Bersama dalam keadaan apa pun kita harus terus mengupayakan pencegahan dan merespons pada tindak kekerasan anak, perkawinan anak, dan terus melakukan perlindungan anak, termasuk melindungi mereka dari Covid-19,” ujar Angelina.
Child Protection Team Leader WVI, Emmy Lucy Smith, menambahkan, dalam Konvensi Hak-hak Anak, pemerintah berkewajiban untuk melakukan upaya perlindungan anak. Untuk itu, pemerintah pusat perlu memperkuat partisipasi masyarakat dalam program PATBM melalui regulasi, anggaran dan peningkatan kapasitas. Begitu juga dengan pemerintah daerah perlu memastikan dan mendukung terlaksananya upaya perlindungan anak melalui PATBM.
Adapun Panduan PATBM pada Masa Adaptasi Kebiasaan Baru Pandemi Covid-19 berisi panduan teknis bagi para aktivis/sukarelawan/kader PATBM dalam melakukan beberapa kegiatan. Menurut Antik Bintari, Fasilitator Nasional PATBM, panduan tersebut memudahkan aktivis untuk mengetahui alur langkah-langkah secara rinci yang harus dilakukan dalam upaya pencegahan atau merespons kekerasan yang terjadi pada anak.
Panduan juga mengatur bagaimana cara melaporkan jika terjadi anak terkena Covid-19 atau harus terpisah dari orangtua karena orangtua dirawat atau meninggal karena Covid-19. Selain di situs web Kementerian PPPA, Panduan PATBM dalam Masa Pandemi Covid-19 juga dapat diunduh dalam link berikut: https://wahanavisi.org/id/media-materi/publikasi.