Sekolah Tatap Muka Terbatas untuk Hindari Penurunan Kemampuan Belajar
Penurunan kemampuan belajar siswa selama pandemi bisa diantisipasi dengan pembelajaran tatap muka terbatas. Penyelenggarannya perlu memperhatikan sejumlah hal, termasuk mengutamakan keselamatan warga sekolah.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pembelajaran tatap muka terbatas di daerah jadi salah satu solusi mencegah semakin dalamnya penurunan kemampuan belajar anak atau learning loss. Manajemen risiko Covid-19, kerja sama para pemangku kepentingan, hingga penyesuaian kurikulum dibutuhkan.
Manajer Program Inovasi untuk Anak Sekolah Indonesia (Inovasi) Kalimantan Utara Handoko Widagdo mengatakan, anak belum mencapai kompetensi optimal selama pembelajaran jarak jauh (PJJ) berlangsung. Learning loss jadi masalah utama PJJ. Pembelajaran bermakna secara tatap muka penting untuk meminimalkan learning loss.
”Semakin lama anak tidak belajar di kelas, semakin banyak kemampuan belajarnya yang hilang. Namun, pembelajaran tatap muka terbatas bisa jadi bencana jika tidak disiapkan dengan baik,” kata Handoko pada diskusi ”Kesiapan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) Menyongsong Tahun Ajaran Baru 2021/2022”, di Provinsi Kalimantan Utara, Selasa (13/7/2021).
Seluruh warga sekolah juga wajib mengisi kartu penapisan kesehatan sebelum masuk sekolah. Satu kelas hanya diisi delapan anak. Pembelajaran berlangsung dalam tiga sif dalam sehari.
Kepala SDN 010 di Malinau Kota, Kalimantan Timur, Abdul Wahid mengatakan, sekolahnya sempat membuka-tutup sekolah mengikuti kondisi Covid-19. Selama PTM terbatas, siswa kelas I dapat menghafal abjad dan mengeja kalimat. Siswa kelas III pun mengerti perkalian. Begitu PJJ berlaku kembali, siswa lupa materi yang sudah dipelajari.
Menurut akademisi dari Oxford University, Carmen Belafie dan Michelle Kaffenberger, penutupan sekolah selama pandemi berdampak signifikan terhadap anak. Siswa kelas III SD yang tidak belajar selama enam bulan berpotensi mengalami kemunduran kemampuan belajar 1,5 tahun. Siswa kelas I SD yang tidak belajar enam bulan kemampuan belajarnya mundur 2,2 tahun.
Hal ini bakal berdampak ketika anak naik ke jenjang pendidikan lebih tinggi, bahkan hingga dewasa. Mereka berpotensi kehilangan 15-20 persen pendapatan tahunan di masa depan. Hal ini merugikan mengingat Indonesia akan mencapai puncak bonus demografi.
Menurut Kepala Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Kalimantan Utara Jarwoko, PTM terbatas harus mengutamakan keselamatan warga sekolah. Sekolah di zona aman didorong untuk melakukan PTM terbatas. Ini agar anak punya kesempatan belajar dan berkembang.
”Kita tidak dituntut menuntaskan konten materi, tetapi memfasilitasi pengalaman belajar soal kecakapan hidup dan kemampuan anak berpikir kritis. Itu aspek yang dibutuhkan di masa depan,” ucap Jarwoko.
Salah satu sekolah yang mengadakan PTM terbatas ialah SMPN 03 Tana Tidung, Kabupaten Tana Tidung, Kalimantan Utara. Sekolah itu memulai uji coba PTM terbatas pada Oktober 2020 dan berhenti selama 14 hari di Februari 2021 karena warga sekitar sekolah terpapar Covid-19. PTM juga dilakukan pada April 2021.
Adapun pembelajaran berlangsung dengan pengawasan dinas pendidikan, dinas, kesehatan, dan satgas Covid-19 setempat. Sekolah juga memenuhi daftar periksa dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Siswa yang bisa mengikuti PTM hanya yang diberi izin orangtua.
Adapun pembelajaran berlangsung 2-4 hari dalam seminggu dengan durasi 2 jam 45 menit per pertemuan. Saat tidak ke sekolah, anak-anak belajar materi penguatan numerasi, literasi, dan karakter secara daring.
”Saat PJJ, guru mengadakan pembelajaran campuran dan mengunjungi rumah siswa. Guru diberi waktu ekstra sehari untuk beristirahat agar kondisi kesehatan terjaga,” kata Kepala SMPN 03 Tana Tidung Siti Kariah.
Direktur Pendidikan Sekolah Tara Salvia, Banten, Angi Siti Anggari mengatakan, PTM berlangsung hanya dua jam. Sebelum menggelar PTM terbatas, sekolahnya memetakan risiko Covid-19 untuk seluruh warga sekolah. Seluruh warga sekolah juga wajib mengisi kartu penapisan kesehatan sebelum masuk sekolah. Satu kelas hanya diisi delapan anak. Pembelajaran berlangsung dalam tiga sif dalam sehari.
Ia mengatakan, sekolahnya mengadakan tes diagnostik untuk melihat kemampuan belajar anak. Siswa kemudian dikelompokkan sesuai kemampuannya. Pembelajaran akan disesuaikan dengan itu. Hal tersebut juga dilakukan guru di SDN 008 Binai, Bulungan, Kalimantan Utara.
”Kurikulum sederhana yang dipakai saat pandemi. (Kami pilah) kompetensi dasar mana yang mesti diprioritaskan karena Kurikulum 2013 tidak bisa dipenuhi di masa pandemi,” kata Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kalimantan Utara Teguh Hendri Susanto.
Pada kesempatan yang sama, wartawan harian Kompas, Yovita Arika, mengingatkan bahwa protokol kesehatan yang ketat di sekolah belum cukup. Ia mendorong agar ada evaluasi protokol kesehatan di luar sekolah. Sebab, siswa dan guru datang dari lingkungan yang berbeda-beda.