Perkembangan remaja di masa pandemi Covid-19 menjadi taruhan. Hidup dengan situasi baru dalam berbagai pembatasan menjadi tantangan tersendiri bagi para remaja. Maka, keluarga harus menjadi kekuatan bagi para remaja.
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pandemi Covid-19 yang berlangsung hampir satu tahun enam bulan membawa berbagai dampak bagi masyarakat, termasuk kelompok usia remaja. Sejumlah remaja menghadapi berbagai persoalan ketika menjalani masa-masa sulit di masa pandemi.
Membangun resiliensi remaja dengan iman, imun, dan aman melalui komunikasi yang sehat dengan kasih sayang menjadi bagian yang harus ditumbuhkan dalam keluarga.
Karena itulah keluarga menjadi tempat persemaian dan pembelajaran cinta anggota keluarga. Pengasuhan dengan cinta menjadi salah satu jalan yang bisa memperkuat ikatan dan relasi antaranggota sehingga masing-masing saling membentuk dan menghargai, dan akhirnya menimbulkan rasa saling percaya. Kecakapan komunikasi tersebut perlu ditumbuhkan bagi setiap remaja melalui pembelajaran yang didapatkan di tengah keluarga.
”Oleh karena itu, remaja perlu dibekali tentang bagaimana mereka mampu menjalani dan beradaptasi dengan kebiasaan baru di masa pandemi,” ujar Deputi Pemenuhan Hak Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) Agustina Erni pada Peluncuran ”Modul Pengasuhan dan Keterampilan Remaja dalam Masa Pandemi Covid-19”, Rabu (7/7/2021), secara daring.
Selain itu, para remaja harus diberikan pengetahuan dasar tentang keterampilan dan kecakapan hidup agar mereka menjadi tangguh dan tanggap serta mampu melakukan sesuatu hal positif yang bisa memberikan manfaat dalam menghadapi kondisi pandemi Covid-19.
Agustina mengungkapkan, pada usia remaja banyak sekali permasalahan yang dialami, yang menuntut terjadinya perubahan-perubahan hampir di seluruh aspek kehidupan. Rutinitas terganggu, pertemanan dilakukan jarak jauh, dan tidak bisa melakukan upacara kelulusan atau kenaikan kelas secara langsung. Perubahan yang siginifikan ini pada akhirnya menimbulkan banyak kekecewaan, stres, dan kondisi ketidakpastian.
Untuk menjawab tantangan tersebut dan untuk membekali para remaja di masa pandemi, dalam rangka Hari Anak Nasional 2021, Kementerian PPPA bersama Wahana Visi Indonesia (WVI) menyusun ”Modul Pengasuhan dan Keterampilan Remaja dalam Masa Pandemi Covid-19”.
CEO dan Direktur WVI Angelina Theodora mengungkapkan, modul tersebut secara khusus berusaha menjawab kebutuhan orangtua dan pengasuh, dalam hal pengasuhan. Demikian juga akan membantu remaja agar tetap aktif dan kreatif dalam situasi pandemi dengan melakukan berbagai kegiatan positif.
”Modul ini diharapkan menjadi solusi di tingkat hulu dan menjadi pegangan keluarga dan remaja dalam situasi pandemi Covid-19. Tentu saja modul tersebut juga aplikatif dalam situasi wabah penyakit lain,” ujar Angelina.
Sebab, kemampuan keluarga dalam hal pengasuhan untuk pemenuhan hak dan perlindungan khusus anak menjadi salah satu kunci pencapaian Indonesia Layak Anak 2030. Bahkan dalam situasi wabah Covid-19, pengasuhan menjadi hal utama untuk memastikan anak-anak tetap terlindungi.
Modul tersebut berisikan materi yang dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan remaja untuk mencegah dirinya tertular dan menulari Covid-19. Di dalamnya juga tersedia berbagai pengetahuan dan keterampilan agar remaja tetap sehat, semangat dan ceria, serta tumbuh menjadi pribadi yang tangguh, bisa berjalan tegap dan optimistis menatap masa depan.
Menjadi remaja tangguh
Modul ini berisi pengasuhan dengan cinta di tengah keluarga. Harapannya, keluarga bisa bersama-sama mewujudkan ibadah melalui praktik-praktik keseharian hidup di tengah keluarga dan menerapkan bahasa cinta yang dapat mempengaruhi perilaku yang positif dalam berkomunikasi.
Perilaku tersebut antara lain sikap yang saling menyayangi, saling memaafkan, bekerja sama di antara anggota keluarga dan perilaku positif lainnya. ”Jadi dalam pengasuhan cinta ada semangat memaafkan, dan menghargai, serta ada aksi mencintai dan melayani,” ujar Mual Situmeang, dari Bagian Pelibatan Masyarakat WVI.
Melalui modal tersebut diharapkan di antara anggota keluarga dapat bekerja sama membentuk keluarga yang damai, tentram, penuh cinta kasih, dan kasih sayang seperti yang diajarkan oleh setiap agama.
Selain menjadi sosok remaja yang tangguh, remaja akan memiliki rasa empati yang tinggi untuk menolong sesamanya yang berada dalam kesulitan, termasuk teman yang terpapar Covid-19.
Selain peluncuran, digelar diskusi yang menghadirkan Alissa Wahid (psikolog keluarga), Yosi Makalu (penyanyi), Dewi Bintari (Psikolog PUSPAGA Kota Tangerang Selatan), dan Asep Sopari dari WVI.
Alissa mengungkapkan, situasi dan kondisi pandemi yang berlangsung lama berdampak pada peningkatan kemiskinan. Kondisi ini membuat keluarga-keluarga tidak lagi sensitif terhadap persoalan yang ada, dan memilih jalan pintas. ”Kita sudah tidak sensitif lagi karena sudah menjalani pandemi Covid-19 berhari-hari,” kata Alissa.
Pada situasi tersebut, sejumlah keluarga mengambil keputusan yang berisiko pada anak-anak, terutama anak perempuan. Karena tekanan yang berat, selain terjadi kekerasan dalam rumah tangga, anak perempuan menjadi korban perkawinan anak.
”Ada angka permintaan dispensasi nikah meningkat. Di daerah banyak anak remaja tidak punya kanal untuk menyalurkan energi. Kalau orangtua tidak mampu kelola anaknya, akibatnya orangtua jadi lebih cemas dan pilih anaknya dinikahkan, dan kekerasan pun meningkat,” kata Alissa.