Nenek moyang kita manusia Homo sapiens telah mengajarkan kepada kita bahwa mereka hanya bisa bertahan hidup karena mendapat informasi yang berdasarkan fakta.
Oleh
Andreas Maryoto
·4 menit baca
Informasi-informasi berdasarkan fakta yang digali Homo sapiens itu, di antaranya tentang ganasnya kondisi alam dan makhluk-makhluk lain, dan itu harus akurat. Informasi yang salah tentang kondisi alam dan serangan makhluk hidup lain akan membuat mereka binasa.
Mereka tidak sempat bergosip, apalagi membuat hoaks. Nenek moyang kita juga sudah sangat disiplin mendapatkan dan mengecek fakta hingga kemudian bisa memilih menyerang terhadap mereka yang mengancam, atau sebaliknya membuat pertahanan yang memadai. Ketika ancaman mereda dan mereka memiliki waktu luang barulah mereka mulai bercerita soal-soal lain, tentu juga termasuk menggosip.
Penulis buku "Sapiens, Riwayat Singkat Umat Manusia", Yuval Noah Harari memulai kisah manusia modern dengan memaparkan persaingan antara Homo sapiens dan spesies manusia lain yang sempat berbarengan ada di Bumi, atau berada dalam periode yang sama. Harari juga memperlihatkan bagaimana manusia modern menghadapi makhluk hidup lain. Keterampilan mendapatkan dan menyebarkan informasi berdasar fakta akurat membuat Homo sapiens bisa bertahan dibanding spesies manusia lain, dan juga makhluk lain.
Pada zaman modern ketika ekonomi berkembang pesat, kerja demi informasi berdasarkan fakta dan mengolahnya agar dipahami yang berkepentingan (waktu itu lebih pada informasi dagang), dilakukan oleh mereka yang kemudian disebut sebagai jurnalis. Pekerjaan ini makin membutuhkan tuntutan keterampilan dan pengetahuan yang lebih.
Pekerjaan mereka bukan sekadar mengumpulkan fakta dan menyebarkan saja. Banyak hal yang makin berkembang di dalam pekerjaan itu seperti keterampilan inti yaitu menulis, kemampuan berlogika, pagar-pagar juga dibangun agar mereka tidak menyalahgunakan kekuasaan dalam mengumpulkan fakta, standar penulisan dibangun, dan lain-lain.
Semua kemudian berkembang dan melahirkan yang namanya jurnalisme. Jurnalisme bukan lagi hanya mengurusi informasi dagang. Jurnalisme menjadi aktivitas dan laku untuk mencari fakta dan mengabarkan tentang manusia itu sendiri dengan segala lika-likunya. Jurnalisme adalah tentang manusia itu sendiri. Meski demikian mengabarkan informasi yang berdasarkan fakta tetap menjadi dasar bagi kerja jurnalisme.
Kerja yang melalui proses yang tidak mudah dan dengan pedoman serta etika yang tegas membuat informasi dari kerja jurnalisme bisa dijaga kualitasnya. Publik mengapresiasi produk yang dihasilkan. Mereka mau mengeluarkan uang untuk mendapatkan informasi yang sudah dikurasi. Sekian lama publik menjadikan produk jurnalisme berupa berita atau tulisan-tulisan analisis sebagai rujukan informasi. Mereka bisa mengonfirmasi hiruk pikuk dunia politik, ekonomi, budaya, olahraga, perkotaan, dan lain-lain melalui media.
Kini semua telah berubah. Orang bisa mendapat informasi dari manapun dengan menggunakan media apapun ketika teknologi digital berkembang sangat cepat. Informasi yang dibuat berdasarkan kerja jurnalisme bersanding dengan informasi yang diproduksi tanpa kaidah-kaidah verifikasi, dan tanpa etika memadai. Orang yang dulu menjadi sekadar konsumen, kini juga bisa menjadi produsen. Mereka juga memiliki media. Tidak lagi dikuasai hanya oleh perusahaan-perusahaan media yang berkuasa.
Jurnalisme berada di titik kritis. Situasi kritis ini bukan hanya karena produk jurnalisme kalah bersaing tetapi jurnalisme juga dirongrong aktivitas yang jauh dari standar pekerjaan jurnalisme. Belum lagi kemudian muncul produk informasi yang dibangun dengan intensi untuk menipu, mengelabui, dan untuk menarik massa demi kepentingan tertentu.
Sejumlah orang demi keuntungan, semata membangun hoaks dan misinformasi. Mereka menyebarkan begitu saja. Publik tidak bisa lagi membedakan antara informasi produk jurnalisme, dengan produk asal-asalan.
Di sisi lain mereka yang bekerja di jurnalisme juga goyah dan tidak percaya diri menghadapi situasi sekarang ini. Mereka malah menyandarkan diri pada kanal-kanal media yang jauh dari laku jurnalisme. Mereka juga ikut menyebarkan berita bohong. Bahkan, ikut membuat berita sekadar heboh hanya demi mendapatkan klik yang pada ujungnya mendapatkan uang. Sejumlah media membangun jurnalisnya dengan investasi tidak kecil namun kini muncul jurnalis yang tidak cukup mendapat pendidikan.
Jurnalisme seperti berada di titik hidup atau mati. Orang yang menghargai produk jurnalisme makin berkurang. Penghargaan mereka juga turun. Mereka yang bekerja di media juga goyah. Akan tetapi di dalam sejarah, mereka yang yakin dengan prinsip-prinsipnya dan berhasil membuktikan bahwa yang dianut itu benar, maka mereka akan selamat. Dalam sejarah agama-agama, para penganutnya sempat terusir dan teraniaya namun karena prinsip yang kuat ajaran agama bisa bertahan hingga sekarang.
Mereka yang bekerja di dalam jurnalisme harus yakin bahwa laku selama ini merupakan pilihan yang benar. Jurnalisme telah membantu publik untuk memahami dunia. Laku jurnalisme selama ini juga harus diakui sebagai laku yang membangun peradaban sehingga publik bisa membuat pilihan dan keputusan yang tepat dan benar. Informasi yang benar telah membuat sejumlah orang bisa berinovasi, berkreasi, dan juga membuat perubahan-perubahan besar dunia. Orang juga bisa secara bersama merasakan gembira dan sedih terhadap sebuah kejadian di berbagai belahan dunia.
Walakin keyakinan itu tidak mencukupi. Kehadiran teknologi digital mengharuskan laku jurnalisme menemukan konteks yang baru karena orang ingin lebih mudah mengakses, orang ingin mendapat informasi dengan banyak cara, orang juga ingin mendapat informasi berupa teks, suara, dan video sekaligus. Kecepatan bukan hal yang utama tetapi mereka berharap mendapat informasi lebih cepat dari sebelumnya. Banyak perkembangan yang lain yang harus diadopsi oleh para pelaku jurnalisme.
Di dalam buku Breaking News, The Remaking of Journalism and Why It Matters Now mantan pemimpin redaksi Guardian menyarankan agar ruang redaksi makin terbuka dengan audiens, bukan lagi lembaga kaku yang berada di “planet lain”. Redaksi perlu mendorong partisipasi audiens untuk membuat respons atau tantangan terhadap produk jurnalisme.
Redaksi membantu membangun dan mengembangkan komunitas dengan minat khusus sesuai topik yang ada di produk jurnalisme. Pada akhirnya, kerja jurnalisme adalah kerja kemanusiaan. Produk jurnalisme tidak lagi selesai pada penerbitan saja, tetapi itu malah menjadi awal dari cerita baru tentang manusia.