Insan vokasi diharapkan mampu mengembangkan riset terapan yang berkontribusi dan menyelesaikan masalah nyata di dunia usaha dan dunia industri serta di masyarakat. Salah satu sasarannya adalah UMKM.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perguruan tinggi vokasi didorong untuk mengembangkan riset terapan yang dibutuhkan dunia usaha dan industri, utamanya usaha mikro kecil dan menengah. Topik-topik riset multidisplin yang dirancang berdasarkan kebutuhan nyata dari industri atau masyarakat masih harus ditingkatkan jumlahnya guna menghasilkan solusi sebaik mungkin dari berbagai sudut pandang.
Dukungan untuk peningkatan riset terapan dari pendidikan tinggi vokasi dilakukan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud dan Ristek) melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi dengan meluncurkan Program Riset Keilmuan Terapan Dalam Negeri bagi Dosen Perguruan Tinggi Penyelenggara Pendidikan Vokasi (PTPPV). Program ini didanai Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) lewat skema pendanaan riset terapan.
Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi (Dirjen Diksi) Wikan Sakarinto, Jumat (25/6/2021), mengatakan, insan vokasi diharapkan mampu mengembangkan riset terapan yang berkontribusi dan menyelesaikan masalah nyata di dunia usaha dan dunia industri (DUDI) serta di masyarakat. Salah satu sasaran yang diprioritaskan ialah sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang sering mengalami tantangan dalam pengembangan usaha.
Program ini dirancang untuk mendorong integrasi dan kolaborasi multidisiplin untuk meningkatkan kualitas produk riset terapan yang memiliki dampak nyata bagi peningkatan ekonomi dan sosial.
Program riset keilmuan terapan ditujukan untuk mendorong riset integratif, kolaboratif, dan multidisiplin guna meningkatkan kualitas produk riset terapan yang memiliki dampak nyata bagi peningkatan ekonomi dan sosial. ”Tim pengusul harus terdiri dari kolaborasi antara insan vokasi, yakni dosen, tenaga pendidikan, dan mahasiswa bermitra dengan insan industri, terutama UMKM, atau organisasi masyarakat sipil,” ujar Wikan.
Adapun tema riset bisa dieksplorasi dari bidang pariwisata, ekonomi kreatif, transportasi, energi baru dan terbarukan, kesehatan, konstruksi, pertanian, kemaritiman, kehutanan, sosial humaniora, atau bidang lainnya, serta pengembangan atau penerapan karya kekayaan intelektual yang dimiliki DUDI atau PTPPV.
”Dengan kerja sama yang solid inilah diharapkan mampu untuk membangun ekosistem riset yang sinergis, bersemangat kemitraan, dan menciptakan riset aplikatif yang mampu menjadi solusi bagi masyarakat dan peningkatan ekonomi,” kata Wikan.
Pendanaan riset terapan ini tidak terbatas pada berakhirnya tahun anggaran. Hal ini membuat periset lebih leluasa dalam melaksanakan riset.
Wikan menjelaskan, program ini akan berjalan selama 10 bulan dengan dana usulan maksimal Rp 500 juta untuk setiap proposal. Adapun total proposal yang nantinya akan didanai sebanyak 51 usulan.
Terdapat dua skema yang dapat diajukan oleh para pendaftar. Pertama adalah skema A, yakni pengembangan riset terapan dari permasalahan nyata di DUDI dan masyarakat. Keluaran yang diharapkan berupa peningkatan produktivitas, akurasi, efisiensi dan efektivitas dapat berbentuk produk/model/prototipe/naskah akademik/model tata kelola/usulan kebijakan yang dikembangkan berdasarkan temuan dan/atau masalah di lapangan, baik di DUDI maupun di masyarakat.
Skema kedua adalah skema B, yakni pengembangan riset terapan lanjutan/riset pengembangan yang dikembangkan dari perolehan kekayaan intelektual (KI) sebelumnya oleh PTPPV dan/atau DUDI dengan mengacu pada kebutuhan industri dan masyarakat yang memiliki nilai ekonomi dan sosial.
Peserta program ialah tim yang terdiri dari dosen atau kelompok dosen, tenaga kependidikan, dan mahasiswa calon periset (minimal semester lima atau yang sedang melaksanakan tugas akhir/proyek akhir/skripsi).
Sementara itu, Direktur Fasilitas Riset LPDP Kementerian Keuangan Wisnu S Soenarso menyambut baik dan mendukung program pendanaan riset keilmuan terapan dalam negeri ini untuk mempercepat peningkatan ekonomi dan sosial masyarakat. ”Program ini dirancang untuk mendorong integrasi dan kolaborasi multidisiplin untuk meningkatkan kualitas produk riset terapan yang memiliki dampak nyata bagi peningkatan ekonomi dan sosial, di mana target utamanya adalah UMKM atau bisa juga berupa rintisan (startup) yang harus kita dukung,” ujar Wisnu.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Organisasi Anindya Bakrie menyampaikan, pemerintah perlu membuat daftar okupansi pekerjaan kritis dan memilah tenaga ahli yang harus disegerakan dan dipersiapkan. Ini karena dengan adanya pandemi ini, kebutuhan terkait hal tersebut akan semakin cepat dibutuhkan.
Sebelum pandemi saja, ujar Anindya, Forum Ekonomi Dunia menyebutkan bahwa pada 2025, sebanyak 85 juta pekerja, seperti data entri, akuntansi, dan dukungan administrasi akan menurun dan 95 juta pekerjaan dengan kompetensi baru akan muncul. Pada Februari 2020 (awal pandemi) yang bekerja di Indonesia ada 131 juta orang dan Agustus 2020 (pertengahan pandemi) jumlah itu menurun tinggal 128,45 juta, artinya ada penurunan 3 juta.
Menurut Anindya, dunia usaha dan industri menghadapai disrupsi ganda, yaitu pandemi dan digitalisasi. Kemudian, melihat UMKM yang jumlahnya 97 persen dari penggerak perekonomian, penting sekali untuk dibuat SDM yang kompeten, terampil, kreatif, dan inovatif.
Selanjutnya, Wikan mengungkapkan, anggaran beasiswa LPDP yang diberikan kepada Ditjen Diksi tahun ini terasa begitu istimewa karena tahun ini LPDP mengalokasikan berbagai skema beasiswa, khususnya untuk insan vokasi, baik untuk tingkat SMK maupun perguruan tinggi vokasi. Selain itu, Ditjen Diksi diberikan keleluasaan untuk menentukan skema beasiswa seperti apa yang tepat untuk pengembangan pendidikan vokasi secara spesifik, dan Ditjen Diksi diberikan keleluasaan untuk menentukan kriteria persyaratan sekaligus melakukan seleksi calon penerima beasiswa.
Potensi daerah
Pengembangan pendidikan vokasi juga dapat mendukung potensi daerah. Penyiapan SDM yang terampil dan profesional dapat disiapkan lewat pendidikan vojasi di SMK dan diploma. Bahkan, kolaborasi SMK dan politeknik didorong lewat kebijakan SMK-D2 Jalur Cepat.
Guna mendukung pengembangan wisata di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, Kemendikbud dan Ristek membantu pembangunan Unit Sekolah Baru SMK Negeri 3 Komodo Labuan Bajo di Kabupaten Manggarai Barat.
Menurut Wikan, dana bantuan pembangunan SMK dari Kemendikbud dan Ristek sekitar Rp 6 miliar dari tahun anggaran 2020 yang diperuntukkan buat bantuan fisik bangunan dan peralatan kebutuhan pembelajaran. Dukungan ini diharapkan mempercepat penciptaan SDM unggul, terampil, dan berkompeten untuk mendukung visi besar pemerintah membangun Labuan Bajo menjadi destinasi pariwisata super prioritas.
”Kalau Labuan Bajo mau maju pesat sebagai destinasi pariwisata kelas dunia, ya, SDM-nya ayo digarap makin serius dan disiapkan agar terampil dan kompeten, serta inovatif, sesuai dengan kebutuhan industri dan dunia kerja. Istilahnya, link and super match.” kata Wikan dalam kunjungannya ke Labuan Bajo, pekan lalu.
Kepala SMK Negeri 3 Komodo Labuan Bajo Hortensia Herima menjelaskan, program yang dibuka ialah Wisata Bahari dan Ekowisata, Seni Tari, dan Kriya Tenun. Jumlah peminat SMK Negeri 3 Komodo yang mendaftar saat ini mencapai 172 calon siswa.
Animo masyarakat untuk memasukkan anaknya ke SMK semakin meningkat, dan baik sekali fenomena ini juga terjadi di daerah yang relatif termasuk daerah 3T,” katanya.
Sementara itu, Direktur Politeknik El Bajo Commodus Putu Astawa mengatakan, pihaknya siap untuk segera merintis program SMK-D2 Jalur Cepat, yang baru diluncurkan oleh Ditjen Pendidikan Vokasi, dengan SMK Negeri 3 Komodo, seperti yang sedang dikembangkan bersama dengan SMK Sadar Wisata serta belasan SMK pariwisata lainnya di Manggarai Raya.