Perkuat Sistem Pendataan Pelaporan Kasus Kekerasan
Pandemi Covid-19 tidak mengurangi praktik kekerasan terhadap perempuan dan anak dari berbagai kekerasan. Karena itu, layanan korban kekerasan harus ditingkatkan demi melindungi perempuan dan anak.
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·3 menit baca
DENPASAR, KOMPAS — Sistem pencatatan data, pelaporan, dan manajemen kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak serta tindak pidana perdagangan orang dinilai belum sepenuhnya terpadu. Karena itu, sistem pendataan data kasus kekerasan mesti diperkuat untuk memastikan korban mendapat layanan yang komprehensif.
Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak di Tanah Air juga membutuhkan komitmen sejumlah pihak. Penguatan juga perlu dilakukan dalam pendataan urusan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak (PPPA) di pusat dan daerah.
Demikian rekomendasi Rapat Koordinasi Nasional PPPA Tahun 2021 yang disampaikan dalam bentuk komitmen ”Sinergi Pusat dan Daerah dalam Mewujudkan Indonesia Ramah Perempuan dan Layak Anak” yang dibacakan Kepala Dinas Provinsi Sulawesi Tengah Ihsan Basir di Denpasar, Bali, Kamis (17/6/2021) petang.
”Penyediaan dan pemanfaatan data PPPA, termasuk anak yang memerlukan perlindungan khusus, sebagai dasar perencanaan dan penganggaran yang berbasis bukti,” ujar Ihsan saat membacakan komitmen Rakornas PPPA.
Komitmen penguatan dan koordinasi semua pihak juga harus diwujudkan dengan meningkatkan pemberdayaan perempuan di bidang kewirausahaan, khususnya perempuan penyintas kekerasan dan bencana, perempuan kepala keluarga, serta perempuan rentan lainnya.
Penyediaan dan pemanfaatan data PPPA, termasuk anak yang memerlukan perlindungan khusus, sebagai dasar perencanaan dan penganggaran yang berbasis bukti.
Sejumlah isu perlindungan anak juga jadi perhatian, seperti peningkatan kualitas pengasuhan anak baik dalam keluarga, keluarga pengganti, dan institusi (lembaga pengasuhan alternatif) berbasis hak anak; serta penurunan kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Selain itu, anak mesti dilibatkan dalam proses perencanaan, pelaksanaan, serta pemantauan dan evaluasi pembangunan PPPA di pusat dan daerah. Demikian juga penghapusan pekerja anak melalui upaya pencegahan dan penarikan anak dari pekerjaan terburuk bagi anak dengan melibatkan berbagai pihak, serta memastikan anak yang bekerja dapat terpenuhi hak-haknya.
Komitmen juga harus diwujudkan dalam bentuk aksi penurunan perkawinan anak dengan berpedoman pada Standar Nasional Pencegahan Perkawinan Anak (Stranas PPA). ”Memastikan partisipasi anak secara bermakna dalam proses perencanaan, pelaksanaan, serta pemantauan dan evaluasi pembangunan PPPA di pusat dan daerah,” kata Ihsan.
Penurunan kekerasan terhadap perempuan dan anak, penanganan perempuan dan anak korban kekerasan dan TPPO, serta penguatan sistem layanan terpadu penanganan korban juga dilakukan.
Hadirkan solusi
Menteri PPPA I Gusti Ayu Bintang Darmawati menegaskan, kesepakatan dan komitmen Rakornas PPPA tersebut diharapkan menghadirkan solusi untuk kemajuan perempuan dan anak di Indonesia.
”Saya berharap kita semua memiliki semangat yang sama untuk mewujudkan dan menindaklanjuti rekomendasi yang sudah kita sepakati melalui aksi nyata program dan kegiatan koordinasi dan sinergitas PPPA pusat dan daerah yang lebih baik lagi ke depan agar dapat menjadikan perempuan dan anak Indonesia lebih maju lagi dan berkualitas,” kata Darmawati.
Tidak hanya sekadar komitmen, Darmawati meminta harus dilakukan monitoring secara berkala untuk melihat kemajuan yang sudah dicapai dan juga kendalanya.
Dalam rakornas tersebut, suara Forum Anak Nasional disampaikan perwakilan anak-anak, yang antara lain menyuarakan soal pencegahan perkawinan anak, menyusul maraknya praktik perkawinan anak di masa pandemi Covid-19.