Opsi Pembelajaran Tatap Muka Terbatas Tetap Didorong dengan Syarat Ketat
Sejumlah pihak mendorong agar opsi pembelajaran tatap muka atau PTM terbatas dikaji ulang. Berbagai pertimbangan dari ahli kesehatan dan pemda harus menjadi dasar kebijakan PTM terbatas di setiap daerah.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi masih terus mendorong diberikannya opsi pembelajaran tatap muka terbatas di sekolah. Namun, kebijakan PTM terbatas oleh satuan pendidikan tetap harus memenuhi syarat dalam SKB 4 Menteri dan mendapat izin dari pemerintah daerah, dengan mengutamakan kesehatan dan keselamatan semua pihak di masa pandemi Covid-19.
Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud Ristek Iwan Syahril mengatakan, Kemendikbud Ristek, Kementerian Agama, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Dalam Negeri melalui SKB 4 Menteri mendorong opsi pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas asalkan sekolah memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Hal ini perlu dilakukan dengan disiplin, mematuhi protokol kesehatan (prokes), untuk mencari strategi kebiasaan baru di masa pandemi.
Pertimbangan utama PTM terbatas tentunya keselamatan dan kesehatan lahir batin para peserta didik serta guru dan tenaga kependdiikan (GTK) dalam upaya mengurangi dampak negatif terhadap psikologi perkembangan anak, kemampuan sosial emosional, kognitif, dan hilangnya pembelajaran (learning loss).
Perlu ditekankan, PTM terbatas tidak sama dengan sekolah sebelum masa pandemi. Persyaratan dalam SKB 4 Menteri tersebut jadi komitmen dan didukung bersama-sama di dalam implementasinya. Tujuan kita mengupayakan melanjutkan pembelajaran anak-anak dalam kondisi yang masih penuh tantangan dan keterbatasan ini. (Iwan Syahril)
”Perlu ditekankan, PTM terbatas tidak sama dengan sekolah sebelum masa pandemi. Persyaratan dalam SKB 4 Menteri tersebut jadi komitmen dan didukung bersama-sama di dalam implementasinya. Tujuan kita mengupayakan melanjutkan pembelajaran anak-anak dalam kondisi yang masih penuh tantangan dan keterbatasan ini,” papar Iwan di acara daring peluncuran Program Guru Belajar dan Berbagi Seri Semangat Guru: Keterampilan Non-teknis dalam Adaptasi Teknologi, Jumat (18/6/2021).
Iwan mengingatkan, orangtua/wali siswa tetap memiliki hak untuk mengizinkan atau tidak mengizinkan anak-anak mereka ke sekolah. Kemendikbud Ristek dan Kemenag telah mengeluarkan panduan penyelenggaraan PTM terbatas sehingga layanan belajar di sekolah lewat PTM terbatas maupun PJJ dapat berjalan baik guna menghadirkan pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna.
Menurut Iwan, Kemendikbud Ristek tetap mendorong akselerasi vaksinasi para GTK. Namun, PTM terbatas tetap bisa dilakukan meskipun GTK belum divaksin, selama tetap memenuhi prokes dan mendapat izin dari pemda.
Sebelumnya, Mendikbud Ristek Nadiem Anwar Makarim menekankan opsi PTM terbatas harus mulai diberikan, terutama di zona hijau dan daerah yang terkendala pembelajaran jarak jauh (PJJ). Penyelenggaraan PTM terbatas dihentikan jika ada kebijakan PPKM mikro atau di sekolah ada yang tertular Covid-19.
Jangan memaksa
Secara terpisah, Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Unifah Rosyidi meminta Kemendikbud Ristek jangan memaksa untuk segera PTM terbatas. Berbagai pertimbangan dari ahli kesehatan dan pemda harus menjadi dasar kebijakan PTM terbatas di setiap daerah.
Menurut Unifah, dorongan supaya pemerintah mengkaji ulang opsi PTM terbatas karena capaian vaksinasi GTK masih lamban, padahal di Juli nanti tahun ajaran baru sudah dimulai. Lalu, sekarang terjadi peningkatan penyebaran Covid-19 dan muncul varian baru yang lebih berbahaya, termasuk menyasar anak-anak.
”Kami tetap minta supaya PTM terbatas jangan dipaksa. Lebih baik fokus bagaimana guru optimal menjalankan kurikulum darurat dengan lebih jelas dan semakin berkualitas dalam melaksanakan PJJ,” kata Unifah.
Siapkan guru
Iwan mengatakan, dalam melaksanakan PTM terbatas dan PJJ, guru punya peran penting untuk menjalankan pembelajaran bermakna dan menyenangkan. Tantangan pandemi dan perkembangan zaman menuntut guru-guru beradaptasi dengan teknologi.
”Percepatan teknologi dalam pendidikan akan berdampak lebih besar jika diterapkan dengan cara berpikir kritis, komunikasi yang baik, kreatif, dan kolaboratif,” jelas Iwan.
Ditjen GTK mempersiapkan Program Guru Belajar dan berbagai program lain yang merupakan kolaborasi antara pemerintah, guru, komunitas, dan penggerak pendidikan. Mereka bergotong royong, berbagi ide dan praktik baik melalui rencana pelaksanaan pembelajaran, video pembelajaran, dan webinar.
Menurut Direktur GTK Pendidikan Dasar Rachmadi Widiharto, ada beragam seri belajar dan berbagi yang telah diluncurkan. Seri Masa Pandemi diikuti 231.324 peserta, Seri Asesmen Kompetensi Minimum diikuti 527.451 peserta, Seri Pendidikan Keterampilan Hidup diikuti 14.011 peserta, Seri Pendidikan Anak Usia Dini diikuti 7.052 peserta, dan Seri Pendidikan Inklusi diikuti 119.687 peserta.
Seri terbaru tentang Adaptasi Teknologi ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan guru tentang teknologi dan softskill pendukung dalam penggunaan teknologi yang mencakup berpikir kritis, komunikatif, kreatif, dan kolaboratif (4C) serta menerapkan konsep pembelajaran yang mendidik partisipatif, dan menghibur (educate, engage, entertain). Selain itu, ini juga penting untuk memberi pengalaman guru dalam mengikuti program pembelajaran daring dalam bentuk sinkronus dan asinkronus.