Berbagai program Kampus Merdeka memberikan peluang bagi mahasiswa agar dapat belajar langsung di dunia kerja. Dengan demikian, mereka siap terjun ke dunia nyata.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU/AMBROSIUS HARTO/KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Lulusan perguruan tinggi diharapkan menjadi pekerja dan pencipta lapangan kerja yang siap menghadapi disrupsi. Karena itu, masa kuliah di perguruan tinggi tidak hanya sekadar menyiapkan mahasiswa secara akademik, tetapi juga memberikan pengalaman belajar langsung dari dunia kerja sebagai bagian dari masa pendidikan.
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim di acara diskusi daring Dunia Pendidikan Saat Covid-19 yang digelar IDN Times, Rabu (16/6/2021), mengatakan, konsep pendidikan tinggi berubah dengan membuat lulusan lebih siap memasuki dunia nyata di luar kuliah. Keluar dari kampus, mahasiswa sudah memiliki pengalaman yang menstimulasi kebutuhan bekerja, pengalaman kerja tim, pengalaman kerja menjalankan proyek sesuai minat, hingga mampu berkomunikasi secara profesional.
Berbagai program Kampus Merdeka memberikan peluang bagi mahasiswa agar punya pengalaman menantang dan keluar dari zona nyaman atau comfort zone.
”Berbagai program Kampus Merdeka memberikan peluang bagi mahasiswa agar punya pengalaman menantang dan keluar dari zona nyaman atau comfort zone, terlibat dalam proyek sosial, kemanusiaan, profesional, sampai ke desa yang akan menantang karakter, integritas, dan jiwa sosial. Hal ini yang akan membuat profil Pelajar Pancasila bisa terbentuk dalam diri pelajar Indonesia,” ujarnya.
Menurut Nadiem, profil Pelajar Pancasila merupakan karakteristik yang dibutuhkan industri dan hidup mahasiswa sendiri. Transformasi pendidikan tinggi lewat Kampus Merdeka bertujuan mewujudkan generasi muda yang beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia; berkebinekaan global, memiliki semangat gotong royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif.
Optimisme ini muncul karena Kampus Merdeka yang diluncurkan sejak tahun 2020 membuat terobosan memberikan bobot 20 SKS untuk berbagai kegiatan lintas prodi dan kegiatan di luar kampus. Di tahun 2021, pemerintah juga menyediakan kesempatan magang bersertifikat bagi 15.000 mahasiswa, studi independen untuk 5.000 mahasiswa, Kampus Mengajar untuk 35.000 mahasiswa, pertukaran pelajar dalam negeri untuk 20.000 mahasiswa, serta pertukaran pelajar internasional untuk 1.000 mahasiswa. Ada lebih dari 160 perusahaan dan organisasi kelas dunia/BUMN terlibat di sini.
Ketua Forum Rektor Indonesia yang juga Rektor IPB University Arif Satria mengatakan, sejak 2018, IPB University melakukan terobosan untuk mengantisipasi perubahan masa depan dengan semangat yang ada dalam Kampus Merdeka. Sekitar 4.000 mahasiswa baru dilakukan pemetaan talenta. Hasilnya, sekitar 31 persen mahasiswa ingin menjadi wirausahawan dan selebihnya kerja di dunia riset serta profesional.
Dunia kerja menuntut kolaborasi lintas ilmu. Karena itu, di IPB University, skripsi bisa dikerjakan secara tim dengan fakultas lain. Sebab, dalam dunia nyata, untuk menciptakan smart farming atau smart forestry, misalnya, para lulusan universitas harus berkolaborasi dengan banyak ahli. Program mobilitas mahasiswa juga dilakukan dengan mengakui kredit dari luar perguruan tinggi (PT).
Wakil Rektor Akademik dan Kemahasiswaan Universitas Indonesia Abdul Haris mengatakan, dari kajian Lembaga Demografi UI tahun 2015, sebanyak 53,3 persen lulusan PT mengalami ketidaksesuaian antara tingkat pendidikan, pekerjaan, dan upah. Selain itu, terjadi ketidaksesuaian juga di bidang pendidikan dan kemampuan pekerjaan 60,52 persen.
Menurut Abdul, sebenarnya UI sudah lama menerapkan berbagai program kegiatan mahasiswa di luar kampus, seperti di Kampus Merdeka. Namun, program-program tersebut sifatnya sukarela dan tidak intens diawasi dosen. Kini, UI membentuk Center For Independent Learning (CIL) UI sebagai platform untuk mengoordinasi semua pihak dalam mengimplementasikan delapan program Kampus Merdeka, yakni pertukaran mahasiswa, mengajar di sekolah, magang, penelitian/riset, membangun desa/KKN (kuliah kerja nyata) tematik, studi/proyek independen, kegiatan wirausaha, dan proyek kemanusiaan.
Dari kajian Lembaga Demografi UI tahun 2015, sebanyak 53,3 persen lulusan PT mengalami ketidaksesuaian antara tingkat pendidikan, pekerjaan, dan upah. Selain itu, terjadi ketidaksesuaian juga di bidang pendidikan dan kemampuan pekerjaan 60,52 persen.
”Mahasiswa tidak dipaksa harus memilih salah satu kegiatan, tetapi memberikan kebebasan (kepada mereka) untuk memilih keterampilan yang mau dikuasai,” kata Abdul.
Rektor Universitas Nusa Cendana Fred Benu di Kupang, Nusa Tenggara Timur, mengatakan, pihaknya saat ini dalam berbagai kesempatan mendorong generasi muda menggeluti sains dan teknologi untuk mendukung revolusi 4.0 menuju 5.0. Ketergantungan NTT dari provinsi lain cukup tinggi, antara lain dalam hal kebutuhan bahan pokok dan elektronik. Kampus Merdeka menjadi jembatan untuk menyeimbangkan keilmuan lintas dan batas dan kolaborasi antara sains-teknologi dan sosial-humaniora.
Christian, mahasiswa Universitas Brawijaya, Malang, merasa senang bisa ikut program Bangkit sebagai bagian dari Kampus Merdeka. ”Saya tidak menduga bisa kuliah dan diajar oleh praktisi industri internasional selama 900 jam, juga nanti dapat sertifikat,” kata Christian.
Baca juga : Kampus Merdeka Dorong Perguruan Tinggi untuk Fleksibel
Christian mengikuti program magang bidang teknologi bersama 3.000 mahasiswa lain untuk android, machine learning, dan komputasi awan. Ia tengah mengerjakan proyek aplikasi untuk membantu UMKM melihat data dan kebiasaan melakukan bisnis sehingga para pelaku UMKM tahu kapan harus menyetok atau mengurangi barang di gudang.