Kematian Siswi SMA di Minahasa Selatan Janggal, Polisi Diminta Ungkap Kasusnya
Kekerasan terhadap anak terus terjadi meskipun di masa pandemi Covid-19. Aparat penegak hukum didesak untuk mengungkap kasus-kasus tersebut dan memproses hukum agar korban mendapatkan keadilan.
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·4 menit baca
AMURANG, KOMPAS — Pandemi Covid-19 tidak menyurutkan niat pelaku-pelaku kejahatan seksual terhadap anak-anak. Seorang remaja perempuan, VM (16), warga Desa Poigar, Kecamatan Sinonsayang, Minahasa Selatan, Sulawesi Utara, pada akhir tahun 2020, diduga dibunuh setelah mengalami kekerasan seksual. Polisi didesak segera ungkap kasus tersebut.
Sebab, dari informasi yang diperoleh Kompas, meski peristiwanya telah berlangsung hampir enam bulan, hingga kini proses hukum kasus tersebut berjalan lambat. Keluarga didampingi kuasa hukum terus berjuang mendorong kepolisian setempat mengungkap kasus tersebut agar keluarga korban mendapat keadilan.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) telah mendapat informasi kasus tersebut dari Unit Pelaksana Teknis Daerah PPA Provinsi Sulawesi Utara dan mendorong Kepolisian Resor Minahasa Selatan menyelidiki lebih lanjut kasus kematian anak tersebut.
”Informasi dari Kepala UPTD PPA Provinsi Sulut, kasus ini sedang didampingi oleh kuasa hukum UPTD PPA. Laporan lengkap masih menunggu hasil otopsi. Motif pembunuhan dan pihak-pihak yang terlibat perlu diselidiki agar keadilan bisa didapat keluarga korban,” ujar Nahar, Deputi Perlindungan Khusus Anak, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA), saat dihubungi, Senin (14/6/2021).
Menurut informasi Sofyan Jimmy Rosadi, kuasa hukum keluarga korban, kematian siswi kelas II SMA ini diketahui terjadi pada 20 Desember 2021, tengah malam, saat korban ditemukan warga di sungai di Desa Aergale, Poigar, di Jalan Trans-Sulawesi dalam kondisi meninggal.
Penyebab kecelakaan disebutkan karena kecelakaan. Dari hasil visum yang dilakukan setelah korban ditemukan, korban mengalami kepala retak bagian belakang, tangan kiri patah, kedua mata lebam, dan rusuk bagian kanan lebam. Korban langsung dimakamkan pada hari itu.
”Pihak keluarga sampai saat ini tidak percaya jika kematiannya karena kecelakaan. Kematian korban diduga keras korban pemerkosaan yang dibunuh karena keluarga mendapati sejumlah kejanggalan dari peristiwa kematiannya,” ujar Sofyan.
Pada hari korban ditemukan, orangtua diminta ke kantor Polres Minahasa Selatan dan dipertemukan dengan kedua laki-laki, FS (23) dan SM (29), yang bersama anak mereka saat kecelakaan. Dari informasi polisi, kedua laki-laki yang merupakan warga Desa Tanamon, Poigar, tersebut datang ke Polsek Sinonsayang melaporkan kecelakaan lalu lintas tunggal bersama korban. Saat kecelakaan, korban naik sepeda motor berboncengan bertiga (posisi duduk di tengah) dengan kedua laki-laki tersebut.
Kedua laki-laki tersebut keesokan harinya ditetapkan sebagai tersangka atas kasus kecelakaan lalulintas. Oleh karena dianggap murni kecelakaan lalu lintas, korban tidak diotopsi, hanya divisum. ”Namun, keluarga mempertanyakan kondisi kedua lelaki yang bersama anaknya tidak mengalami luka berat, sementara anaknya yang berada di tengah meninggal,” ujar Sofyan.
Lebih janggal lagi, sehari setelah korban dimakamkan, ada polisi yang datang menemui keluarganya meminta untuk menandatangani surat pernyataan menolak otopsi karena keluarga menerima penyebab kematian korban karena murni kecelakaan lalu lintas. Hingga saat ini ayah korban tidak bersedia menandatanganinya.
Kedua laki-laki tersebut seperti hanya ada bekas goresan seperti akibat kena cakaran kuku tangan. Sepeda motor yang ditumpangi mereka pun tidak mengalami kerusakan apa pun.
Sepekan setelah peristiwa itu, ayah korban bertemu Sandra Rondonuwu, anggota DPRD Sulut. Sandra yang mendengarkan kejadian itu kemudian mendatangi polres dan menemui kedua laki-laki yang bersama korban yang tidak mengalami luka berat.
”Menurut keterangan Ibu Sandra, kedua laki-laki tersebut seperti hanya ada bekas goresan seperti akibat kena cakaran kuku tangan. Sepeda motor yang ditumpangi mereka pun tidak mengalami kerusakan apa pun,” kata Sofyan.
Keluarga minta otopsi
Dari situlah keluarga meyakini ada yang janggal dengan kematian anaknya. Sofyan yang mendapat informasi kasus tersebut dari Sandra bersedia menjadi kuasa hukum dan meminta polisi melakukan otopsi terhadap jenazah korban. Setelah melalui prosedur, pada Sabtu (12/6/2021) dilakukan otopsi.
Saat proses otopsi, Sofyan mendengar informasi dari salah satu dokter forensik yang memberi informasi awal kepada salah satu anggota Polres Minahasa Selatan bahwa ditemukan adanya luka di bagian belakang kepala korban akibat benda tumpul. Saat ini pihak keluarga menantikan hasil otopsi.
”Keluarga meyakini korban meninggal dengan dugaan dibunuh dan dugaan lainnya kemungkinan mengalami kekerasan seksual. Maka, kami akan terus mendesak pihak Polres Minahasa Selatan agar melakukan pendalaman kasus ini, agar menemukan titik terang penyebab kematian korban,” ujar Sofyan.
Murni kecelakaan lalu lintas
Kepala Polres Minahasa Selatan Ajun Komisaris Besar Norman Sitindaon, ketika dihubungi, Senin, mengatakan, untuk kasus tersebut hingga kini dalam proses hukum. Kedua laki-laki yang bersama korban diproses sebagai tersangka kasus kecelakaan lalu lintas karena menyebabkan kematian korban. Meski demikian, jika memang ada bukti-bukti yang mengarah pada dugaan tindak pidana kekerasan yang lain, pihaknya akan menindaklanjutinya.
”Sementara ini belum ada arah kesana. Karena saksi-saksi masih mengarah ke kecelakaan lalu lintas, tidak ada yang menjelaskan korban dibunuh, dipukul ,dan sebagainya. Kalau memang ada bukti-bukti yang mengarah dugaan tindak lain, tetap kami akan proses,” tutur Norman.
Adapun untuk kasus kecelakaan lalul lintas, saat ini proses hukumnya sudah pada tahap penyidikan, berkas perkara sudah masuk proses tahap satu di Kejaksaan Negeri Minahasa Selatan. Adapun proses otppsi yang dilakukan pekan lalu, pihaknya masih menunggu hasil resminya.