Generasi milenial jadi ujung tombak baru toleransi. Di sisi lain, upaya menumbuhkan toleransi perlu terus dilatih oleh setiap pribadi.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Generasi milenial memiliki karakter yang terbuka dan toleran terhadap perbedaan di sekitarnya. Ini modal besar untuk menumbuhkan toleransi bangsa di masa depan.
Hal itu mengemuka dalam webinar ”Gue Udah Toleran Belum, Sih?”, Senin (7/6/2021). Chief Operating Officer IDN Times William Utomo mengatakan, milenial punya pandangan terbuka, visioner, dan aktif mengampanyekan perdamaian.
Ini tampak dari penelitian yang dilakukan IDNTimes terhadap lebih dari 5.500 milenial di 11 kota. Hasil penelitian dirangkum dalam Indonesia Millennial Report 2020. Mereka mengidentifikasi tujuh tipe milenial. Salah satu tipe milenial adalah The Socializer yang toleran karena ada pemahaman tentang perbedaan di dunia.
”Ini harapan untuk menjaga keberagaman dan toleransi di Tanah Air. Sebagai pemimpin masa depan, milenial perlu diberi kesempatan berbincang tentang toleransi, mempertanyakan stereotip, hingga mewakili suara-suara tak terdengar,” kata William.
Menurut Staf Khusus Presiden dan pendiri platform toleransi.id, Ayu Kartika Dewi, ada empat tingkat toleransi. Level pertama adalah ketika seseorang membiarkan perbedaan asal tidak mengganggu dirinya. Level kedua, ketika seseorang senang dengan adanya perbedaan.
Level ketiga, saat seseorang merayakan perbedaan. Level keempat, saat seseorang melindungi perbedaan. Artinya, orang itu mengupayakan hak hidup orang lain yang berbeda dengan dirinya, termasuk pihak marjinal atau minoritas.
Menurut Ayu, level toleransi seseorang perlu terus dilatih dan ditingkatkan. Jika tidak, upaya menjaga toleransi di Indonesia yang penuh keberagaman akan sulit.
Ini supaya seseorang tidak terlalu kekeh bahwa pandangan yang diyakininya selalu benar. (Ayu Kartika Dewi)
Melatih toleransi bisa dilakukan dengan mengasah keterampilan bernalar secara kritis. Hal ini, menurut Ayu, menguji pemahaman dan pandangan seseorang akan sebuah isu. ”Ini supaya seseorang tidak terlalu kekeh bahwa pandangan yang diyakininya selalu benar,” katanya.
Ayu menambahkan, cara lain melatih toleransi adalah dengan mengasah empati dan belajar berkomunikasi. Empati bisa dilatih dengan belajar batas toleransi orang lain akan sesuatu dan menghormatinya.
”Mengharapkan orang lain (untuk toleran dan punya empati) itu sulit. Lebih baik fokus pada pertumbuhan diri sendiri,” ujar Ayu.
Promosi teknologi
Upaya mempromosikan toleransi dilakukan oleh sutradara dan penulis skenario Naya Anindita melalui serial Imperfect: The Series. Cerita serial ini fokus pada empat perempuan yang tinggal bersama di satu indekos. Keempatnya memiliki latar belakang suku dan agama yang berbeda. Keempatnya juga memiliki tampilan fisik yang berbeda.
”Ini salah satu cara mengomunikasikan perbedaan, baik latar belakang ras, agama, maupun standar kecantikan yang beragam,” kata Naya.
Ketua Dewan Kesetaraan, Keberagaman, dan Inklusi Unilever Indonesia Hernie Raharja mengatakan, upaya toleransi terus didorong di lingkup perusahaan. Mewadahi orang-orang dari beragam latar belakang dinilai perlu karena mereka menawarkan sudut pandang beragam. Solusi terhadap suatu masalah pun akan semakin kaya.
Beberapa upaya mendorong inklusi dilakukan. Beberapa di antaranya ialah mendorong capaian kesetaraan jender di semua level manajerial pada 2025 dan memastikan kantor ramah disabilitas. Hernie menambahkan, perusahaannya akan membuat iklan yang lebih beragam mulai 2022, misalnya dengan menampilkan lebih banyak talenta dari timur Indonesia.