Pelapor Korban Kejahatan Seksual ke Polda Jatim Bertambah
Korban kejahatan seksual, penganiayaan, dan atau eksploitasi ekonomi di SMA Selamat Pagi Indonesia, Batu, Jawa Timur, bertambah seiring peningkatan jumlah pelaporan ke saluran pengaduan Kepolisian Daerah Jawa Timur.
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Jumlah pelapor korban kejahatan seksual, penganiayaan, dan atau eksploitasi ekonomi di SMA SPI, Batu, Jawa Timur, bertambah. Saluran pengaduan atau hotline Kepolisian Daerah Jawa Timur sementara ini menerima laporan dari enam orang.
”Ada enam yang melapor melalui hotline,” kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jatim Komisaris Besar Gatot Repli Handoko, di Surabaya, Kamis (3/6/2021).
Sebelumnya, Sabtu (29/5/2021), tiga perempuan, didampingi Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) serta Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB), Batu melapor ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu Polda Jatim. Ketiganya mewakili 15 korban yang mengadu ke Komnas PA.
Dengan demikian, jumlah pelapor yang mengaku sebagai korban kejahatan seksual, penganiayaan, dan atau eksploitasi ekonomi ketika menempuh pendidikan di SMA SPI menjadi 21 orang. Menurut Gatot, semua korban merupakan alumni sekolah swasta itu. Adapun terlapor adalah pendiri atau inisiator sekolah tersebut yang berinisial JP.
Gatot mengatakan, tiga pelapor yang datang pada Sabtu lalu juga telah menjalani visum et repertum di RS Bhayangkara HS Samsoeri Mertojoso Polda Jatim. Sebagai tindak lanjut penanganan kasus, tim penyidik Polda Jatim telah memeriksa sementara 11 saksi korban. Tim penyidik juga telah datang ke SMA Selamat Pagi Indonesia untuk olah tempat kejadian perkara awal.
”Kami masih perlu memeriksa saksi-saksi korban dan nantinya akan memeriksa terlapor untuk kemudian gelar perkara konstruksi penanganan kasus ini,” kata Gatot.
Dihubungi secara terpisah, Ketua Umum Komnas PA Arist Merdeka Sirait mengatakan, pelaporan itu didorong oleh pengaduan para korban kepada lembaga. Para korban perlu keberanian luar biasa untuk akhirnya mengadu. Dari pengakuan 15 korban, dugaan kejahatan itu terjadi pada kurun waktu 2009-2011 ketika mereka masih menempuh pendidikan di sana.
”Meski kejadiannya bertahun-tahun lalu, para korban akhirnya berani untuk mengadu. Kami ingin pengaduan ini menjadi pintu untuk pengusutan tuntas kejahatan yang diduga terjadi,” kata Arist.
Pengaduan tersebut mendapat atensi dari Pemerintah Kota Batu, Pemprov Jatim, dan DPRD. Polda Jatim diharapkan dapat mengusut tuntas sehingga kasus ini dapat diketahui secara terang benderang. Atensi bertujuan agar proses pendidikan di SMA SPI jangan sampai terganggu lebih jauh, mengingat masih dalam masa pandemi Covid-19.
Kami ingin pengaduan ini menjadi pintu untuk pengusutan tuntas kejahatan yang diduga terjadi.
Kepala Dinas Pendidikan Jatim Wahid Wahyudi mengatakan akan mencermati penerapan kurikulum di SMA SPI. Penerapan yang keliru akan diluruskan atau dihilangkan, terutama dalam hal kegiatan ekstrakurikuler. SMA ini memiliki perbedaan dengan sekolah lain, di antaranya, para siswi ikut dilibatkan dalam pengelolaan kawasan wisata pendidikan Kampoeng Kids.
Hingga berita ini diturunkan, pihak SPI belum bisa dihubungi. Pertanyaan yang dikirim lewat aplikasi pesan pun belum dijawab.
Sebelumnya, kuasa hukum pihak sekolah, Recky Bernardus & Partner’s, dalam siaran pers yang diberikan kepada awak media, menanggapi tuduhan yang disangkakan kepada JPE terkait kekerasan seksual, kekerasan fisik, dan kekerasan ekonomi.
Recky menyatakan bahwa laporan tersebut belum terbukti dan akan mengikuti semua proses hukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pihaknya juga meminta semua pihak dapat menghormati proses hukum yang berjalan dengan tidak mengeluarkan pendapat atau opini yang tidak dapat dipertanggungjawabkan serta dapat menimbulkan dampak negatif bagi kliennya.