Penerimaan Peserta Didik Baru di Jawa Timur Terus Dikritik
PPDB daring SLTA Jawa Timur 2021 terus menuai kritik karena dianggap tidak transparan sehingga menimbulkan kecurigaan dari calon pelajar, terutama di Surabaya, yang kecewa karena gagal diterima di SMA/SMK negeri.
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Tidak lebih dari 10 remaja Aliansi Pelajar Surabaya berunjuk rasa mengkritik penerimaan peserta didik baru atau PPDB sekolah lanjutan tingkat atas Jawa Timur di Taman Apsari, Surabaya, Rabu (2/6/2021).
Aliansi Pelajar Surabaya terdiri dari kalangan pelajar lulusan sekolah menengah pertama yang gagal diterima di SMA/SMK negeri di Surabaya melalui PPDB 2021. Aliansi Pelajar Surabaya mengklaim ada lebih dari 3.000 lulusan SMP se-Surabaya yang tidak bisa tertampung melalui PPDB SMA/SMK negeri tahun ini.
”PPDB merugikan. Saya tidak bisa bersekolah (di SMA negeri),” ujar Ketua Aliansi Pelajar Surabaya Mirza Akmal Putra dalam aksi itu. Aliansi Pelajar Surabaya membatasi jumlah peserta aksi menjadi tidak lebih dari 10 orang karena ingin tertib dan menerapkan protokol kesehatan sebab masih dalam situasi pandemi Covid-19 yang belum mereda.
Mirza mengklaim turut membawa aspirasi dari teman-temannya yang tidak tertampung di SMA/SMK negeri karena ada beberapa kelemahan dalam PPDB. Salah satunya jalur zonasi yang menampung separuh kapasitas sekolah untuk pelajar dengan radius terdekat. Jalur lainnya ialah afirmasi, perpindahan tugas (orangtua), dan prestasi.
Menurut Mirza, keluarga tinggal di Kecamatan Tegalsari. Sekolah terdekat, tetapi lebih dari 2 kilometer ialah SMA Negeri 21. ”Lewat jalur zonasi saya tidak bisa masuk, bahkan lewat jalur lainnya juga tidak bisa. Padahal, saya mempersiapkan diri agar bisa diterima di negeri,” katanya.
Dalam PPDB, Tegalsari berada di zona 1 bersama dengan Asemrowo, Benowo, Bubutan, Bulak, Dukuh Pakis, Genteng, Gubeng, Kenjeran, Krembangan, Mulyorejo, Pabean Cantian, Pakal, Sambikerep, Sawahan, Semampir, Simokerto, Sukolilo, Sukomanunggal, Tambaksari, Tandes, dan Wonokromo.
Di zona 1, kelompok sekolahnya ialah SMA Negeri 1-9, 11, 12, 19, dan 21. Di zona itu ada 22 kecamatan, tetapi hanya tersedia 13 SMA negeri. Jika ditambah dengan SMK negeri, juga tidak menyamai jumlah kecamatan.
PPDB merugikan. Saya tidak bisa bersekolah di SMA negeri. (Mirza Akmal Putra)
Dalam konteks itulah, lanjut Mirza, PPDB terutama jalur zonasi tidak adil baginya dan teman-temannya yang akhirnya tidak bisa masuk SMA/SMK negeri. Mereka memilih negeri daripada swasta karena merasa berasal dari keluarga dengan ekonomi kurang mampu. ”Ada sekitar 3.000 teman yang gagal masuk negeri, tidak bisa sekolah. Kami meminta sistem zonasi digugurkan,” katanya.
Ketua Komunitas Pemerhati Pendidikan Surabaya Eko Notonugroho, yang mendampingi Aliansi Pelajar Surabaya, mengatakan, PPDB yang berjalan 3-4 tahun ini masih banyak kekurangan, terutama penyebaran informasi dari penyelenggara, yakni Dinas Pendidikan Jatim.
Eko dan Aliansi Pelajar Surabaya lmenilai PPDB masih tidak transparan. Panitia tidak menerapkan asas layanan publik secara terbuka sehingga menimbulkan kecurigaan. Komunitas mencurigai masuknya sejumlah pelajar yang notabene anak pejabat atau tokoh masyarakat ke sekolah negeri mentereng dengan mengakali jalur-jalur yang ada.
”Kecurigaan muncul karena panitia tidak pernah mau terbuka tentang penyelenggaraan PPDB dari tahun ke tahun,” kata Eko. Salah satu penanda kecurigaan mereka ialah pengumuman jalur afirmasi, perpindahan orangtua, dan prestasi ditambah nilai rerata calon pelajar dan akreditasi sekolah tidak dibuka dalam jaringan (online).
Masyarakat juga tidak bisa mengakses informasi rumah peserta didik dan jarak ke sekolah dalam jalur zonasi. Mereka tidak bisa mengonfirmasi sehingga muncul kecurigaan.
Tidak memuaskan
Kepala Dinas Pendidikan Jatim Wahid Wahyudi mengatakan, kebijakan apa pun yang diambil dalam PPDB tidak akan dapat memuaskan masyarakat. Jumlah SLTA negeri di Surabaya hanya bisa menampung 37 persen lulusan SLTP. Artinya, 63 persen lulusan SLTP terpaksa harus bersekolah di ”luar negeri” alias swasta.
”Yang tidak puas bisa saja berpraduga macam-macam,” kata Wahid.
Ketua Dewan Pendidikan Jatim Ahmad Muzakki mengatakan, PPDB tidak akan memuaskan masyarakat karena daya tampung sekolah negeri belum pernah cukup bagi seluruh lulusan. Tantangan pemerintah menambah atau menegerikan suatu sekolah dengan suatu tolok ukur yang proporsional.
Misalnya di setiap kecamatan minimal ada SMA dan SMK negeri. Jumlah itu idealnya bertambah dilihat dari kepadatan penduduknya. Kecamatan yang lebih banyak populasinya pantas untuk mendapat jumlah sekolah negeri yang lebih memadai.
”Penyelenggaraan pendidikan itu tanggung jawab negara karena konstitusi mengamatkan bahwa negara harus mencerdaskan kehidupan bangsa,” kata Muzakki.