Nama dan peran seniman perempuan masih minim ditemukan di direktori seni Indonesia. Di sisi lain, kesadaran untuk mendorong peran perempuan di ruang seni mulai timbul.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pencatatan nama dan peran seniman perempuan di Indonesia masih minim. Hal ini dinilai ada kaitannya dengan sejarah dan budaya patriarki di masyarakat.
Isu pencatatan dan peran seniman perempuan tersebut mengemuka pada diskusi daring Ruang Usik-usik: Mencari Perempuan Perupa dalam Direktori oleh Koalisi Seni, Kamis (27/5/2021). Peneliti kebijakan Koalisi Seni, Harits Rasyid Paramasatya, mengatakan, berdasarkan penyisiran nama para seniman di tiga direktori seni, pencatatan nama perempuan di direktori seni minim.
Berdasarkan arsip daring Indonesia Visual Art Archive (IVAA), ada 2.561 nama seniman di Indonesia yang tercatat selama 25 tahun terakhir. Dari jumlah itu, jumlah seniman perempuan adalah 344 orang atau 13,4 persen.
Direktori Indoartnow menampung 2.717 nama seniman. Tercatat ada 555 seniman perempuan (20,6 persen). Indoartnow juga mencatat 233 kurator seni dan 72 orang di antaranya adalah perempuan (32,3 persen).
Sementara itu, direktori BDGConnex mencatat 217 nama individu yang sebanyak 94 orang (43,3 persen) di antaranya adalah perempuan.
Direktori seni penting karena menentukan nama seniman yang masuk dalam sejarah. Itu juga menjadi justifikasi dan pengesahan status individu sebagai seniman di kalangan publik. ”Direktori itu perlu karena merupakan bagian dari pencatatan sejarah,” kata Harits.
Menurut dia, keterwakilan perempuan di direktori seni dipengaruhi beberapa hal, salah satunya periode pendataan. Direktori IVAA dan Indoartnow merekam nama seniman dalam jangka waktu lebih panjang dibandingkan dengan BDGConnex. Direktori IVAA mencatat nama seniman sejak 1995, Indoartnow sejak sekitar 2011 dan BDGConnex sejak 2015.
”Direktori IVAA dan Indoartnow mencatat sejumlah seniman senior, sedangkan BDGConnex lebih banyak menampilkan nama seniman dari generasi muda. Ini menyiratkan bahwa seniman perempuan pada masa lalu tidak sebanyak sekarang. Tapi, asumsi ini belum sepenuhnya benar. Mungkin saja dulu jumlahnya banyak, tapi tidak tercatat secara formal,” kata Harits.
Budaya patriarki
Menurut Direktur IVAA Lisistrata Lusiandana, banyak nama perempuan tidak tercatat dalam direktori seni karena sejarah Indonesia secara garis besar disusun oleh narasi yang maskulin. Ini juga karena ada budaya patriarki di masyarakat.
Nama seniman perempuan pada masa lampau pun kerap sulit ditemukan. Nama-nama mereka terselip dan kerap ditemukan di dokumen yang membahas seniman lain.
Direktori itu perlu karena merupakan bagian dari pencatatan sejarah.
”Saya pernah terlibat dalam penulisan pematung perempuan Trijoto Abdullah, adik pelukis Basoeki Abdullah. Mengulik satu nama itu butuh jalan panjang dan melingkar. Nama Trijoto ditemukan di teks atau buku-buku yang membahas Basoeki. Ini masih satu nama, belum lagi nama-nama (seniman perempuan) lain,” ujar Lisistrata.
Menurut Lisistrata, temuan bahwa nama seniman perempuan di direktori seni menjadi pengingat bagi IVAA untuk melengkapi dokumentasi seni. Nama seniman selama ini dicatat melalui sumber sekunder, seperti katalog pameran, lelang, dan galeri seni. Subyek seni kemudian diperluas sejak 2017 sehingga definisi seniman tidak terbatas di galeri seni saja.
IVAA kini menerima seniman yang berinisiatif mengarsipkan karyanya. Syaratnya, seniman itu harus pernah melakukan pameran di Indonesia.
General Manager Indoartnow Hafidh Ahmad Irfanda dalam keterangan tertulis mengatakan, pengumpulan data seniman dilakukan menurut pameran seni. Indoartnow kini membentuk tim pencatat di sejumlah kota. Pencatatan karya seniman yang dipamerkan di luar negeri juga dilakukan.
Prioritas
Sementara itu, pemerintah mulai menaruh perhatian pada pegiat seni budaya dari kelompok minoritas. Melalui program Fasilitasi Bidang Kebudayaan (FBK) 2021, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi menjadikan perempuan sebagai salah satu kelompok prioritas. Adapun program ini memberi dana hibah untuk individu atau kelompok kebudayaan untuk kegiatan seni.
Kurator dan anggota Koalisi Seni, Alia Swastika, sebelumnya mengatakan, kesempatan ini perlu dimanfaatkan para pegiat seni budaya. Perempuan, khususnya, perlu punya ide kuat untuk menyampaikan proposal seni.
”Mereka perlu menawarkan karya yang penting dan menarik. Jadi, saat mendapat dana hibah, itu bukan karena dia perempuan, melainkan karena dia layak mendapatkannya,” kata Alia.